Aamiin ya robbal alamiin
Aamiin ya robbal alamiin
Hanya Dengan Cinta Dan Empati, Kita Bisa Memenangkan Hati
Hanya Dengan Cinta Dan Empati, Kita Bisa Memenangkan Hati
Adikku yang baru saja lulus spesialis penyakit dalam berkunjung ke rumah kemarin saat aku sedang mencoret-coret sambil merenung apa budaya daerah kami yang bisa dieksplor agar menjadi inspirasi bagi lebih banyak orang. Kepikiran untuk mengangkat tentang Grebeg Besar tapi sepertinya sudah seringkali kuceritakan. Bahkan cerpen yang bersetting itupun memenangkan kompetisi menulis cerpen yang diadakan sebuah penerbit waktu itu. Sebagai sebuah destinasi wisata event dan seremonial juga festival pun pernah kuangkat dan menang dalam lomba menulis untuk 101 Travel Tips And Stories di penerbit Gramedia.
Tapi adikku itu bilang yach memang Grebeg Besar itu yang paling khas dari Demak.
Suro-nan ada banyak di tempat lain. Mauludan juga. Sekaten itu lebih identik untuk Solo dan Jogja. Kliwonan juga ada di tempat-tempat lain. likuran juga tidak hanya di sini.
Yang khas hanya ada di Demak ya Grebeg Besar itu.
Oh, okey. Tapi iseng aku bertanya padanya, apa kandungan dan nilai dari Grebeg Besar yang bisa menginspirasi banyak orang. Nah, jawaban adikku inilah yang ternyata sedikit berbeda dari yang selama ini aku ketahui dan aku pahami. Bukan sebagai sebuah negasi, tapi suatu pengayaan.
Grebeg besar berlangsung selama hampir sebulan. Sekitar dua minggu sebelum hari raya idul Adha (10/dzulhijjah) dan berakhir dua minggu setelah hari raya itu.
Ada pasar malamnya yang juga buka di pagi, siang dan sore hari sepanjang masa grebeg/festival itu. Dan puncaknya pada malam 10 dzulhijjah ada kirab tumpeng sembilan dari Pendopo Kabupaten Demak. Dilanjut kirab prajurit patang puluhan setelah sholat idul Adha, dari masjid Agung Demak menuju kompleks makam Sunan Kalijogo di Kadilangu.
Aku selalu menerjemahkan kirab tumpeng itu sebagai sedekah. Dan jamas alias penyucian jimat pusaka kalimasada itu sebagai simbol keharusan pembersihan hati nurani kita. Serta pasar malam di grebeg besar sebagai upaya menarik hati masyarakat agar mendekat. Konon katanya dulu sebelum masuk ke arena Grebeg Besar, orang-orang diminta membaca kalimasada alias kalimah syahadat.
Adikku rupanya memiliki pandangan lain yang lebih dalam. Kirab prajurit patang puluhan yang mengenakan seragam kostum prajurit Majapahit dengan bendera dan tameng yang menggunakan lambang Suryo Wilwatikta, suryo Majapahit, merupakan simbol bahwa kerajaan Demak tidak meninggalkan begitu sejarah sebagai bagian dari keturunan Majapahit.
Ayah Raden Patah (penguasa pertama kerajaan Demak) adalah putra dari Raden Brawijaya V (raja Majapahit)
Di tengah perang persaudaraan dan serangan dari daerah-daerah bawahannya serta banyak pengkhianatan lainnya, Majapahit pun oleng dan ambruk. Saat itulah Demak lahir dan tampil. Bukan untuk semakin menjatuhkan Majapahit karena bagaimanapun ia adalah kerajaan milik sesepuhnya, tapi memberi warna baru. Sehingga kecenderungan yang waktu itu Jawa Hindu kemudian menjadi Jawa Islam.
Berbagai tradisi, budaya, upacara, seremoni yang sudah mendarah daging saat itu tidak serta merta dihilangkan. Tapi Sunan Kalijogo dan Wali Songo mengemas dakwahnya sedemikian rupa sehingga masyarakat tak sadar kalau telah disisipi dan pelan-pelan diajak masuk, bergeser dari kepercayaan dan menyembah benda-benda menjadi menyerahkan diri pada Yang Maha Esa dan Kuasa.
Inkulturasi, inklufisme, pendekatan dengan kasih sayang, empati dan penuh cinta. Tak ada keterpaksaan dan arogansi.
Peralihan dengan cara-cara empatik dan bijaksana yang dulu ditempuh Sunan Kalijaga dan wali songo inilah yang tampaknya saat ini jarang digunakan lagi.
Mungkin Grebeg Besar berikut rangkaian acara serta hikmah yang terkandung di dalamnya perlu lebih diblow up dan disebarluaskan lagi agar kita semua bisa mengambil pelajaran darinya.
Bahwa hanya dengan cinta dan empati, kita bisa memenangkan hati.
(Foto-foto dari berbagai sumber)
Yeach..kecewa sih, tapi gimana lagi, belum jodoh lagi:D
Nggak tahu lah gimana lagi besoknya. Yang demikian inilah yang menarik dari kehidupan. Kita tak sungguh-sungguh tahu apa yang akan terjadi nanti dan terjadi besok, apalagi yang ada di masa depan.
Seringkali penulis itu mendapat notebook dari event-event, tapi ternyata nggak semua notebook bisa langsung memancing seseorang menuangkan sesuatu di dalamnya. Apa gerangan bedanya
Yang langsung penuh waktu itu adalah notebook dari UWRF, kertasnya empuk, desainnya unik dan bindingnya spiral jadi fleksibel, aura warna coklatnya adem
notebook dari @Bukune waktu ada event di kotanya juga written out, ukuran sakunya bikin enak dibawa ke mana-mana, empuk kertasnya, nyerap pensil/pen
Yang dari sebuah market place online ini malah entah gimana langsung mancing bikin coret-coret tentang writerpreneurship dst, mungkin karena warna merahnya:D
Begitulah, bahkan sebuah akurasi, ketelitian pemilihan bahan, warna hingga bagaimana mengemasnya saja bisa berpengaruh pada bagaimana sebuah notebook akan berdampak bagi pemiliknya, apalah lagi sebuah karya. Sebuah buku atau sebuah lagu.
Karenanya kemarin dia tak jadi mengikuti kompetisi penyajian masakan sebab masukan dari pamannya begitu make sense baginya waktu itu. Buat apa ikutan kalau asal-asalan, malah jelek dan mempermalukan diri sendiri. Ah iya, benar juga.
Sama benarnya ketika beberapa fans mencolekmu via komen di instagram dan youtube. Mereka tahu kalian sedang berproses mengerjakan album kelima, dan karenanya berharap agar lagu-lagu kalian seperti dulu lagi, yang sangat berkarakter dan menampilkan vokal suaramu yang khas.
Meski beberapa lagu yang belakangan ini juga laris dan digemari, namun menurut mereka kurang meng-all out-kan apa yang sesungguhnya kalian miliki.
They want the pearls. The golden ones.
Hal ini mengingatkan penulis itu pada salah satu pesan dari salah satu gurunya waktu itu. Jangan kompromi dalam masalah kualitas, sekali-kali jangan.
Proses kreatif penulisan Man Behind The Microphone bisa di baca dalam postingan ini
Socioteenpreneur Di Gramedia Pandanaran Semarang
Kamu pasti bangga, brother. Ahay, karena bahkan pecahan dan serpihan-serpihan pemikiran tentangmu pun mendapatkan apresiasi :D
Seru bangets bahwa selama permainan menulis surat cinta 30 hari itu membawa kita banyak belajar. Antara lain membiasakan disiplin menuliskan setiap harinya sesuatu yang sudah kita tentukan sendiri tema, karakter serta alurnya. Kemudian karena ada kurasi dari Kantor Pos Besar atas ribuan surat yang masuk, kita jadi tahu seperti apakah kiranya tulisan-tulisan yang masuk kriteria dan lolos kurasi.
Alhamdulillah kemarin ini beberapa postingan tulisanku masuk dan tayang di Kantor Pos Besar.
Berikut daftarnya. Kita bisa membaca dan melihat serta meraba-raba apa kiranya yang menyebabkan tulisan-tulisan tersebut terpilih. (langsung klik untuk baca tulisan lengkapnya ya)
Kamu Datang Tepat Waktu
"All Is Fine"
"Bayangan Tak Selalu Sesuai Kenyataan"
"Keep The Garden in Our Heart"
"Tidak Masalah Apapun Namanya, Yang Penting Persaudaraannya"
Lumayan kan ya?:)
Insya Allah bagian-bagian terbaik ini juga akan hadir di Novel Man Behind The Microphone, kisah tentangmu yang semoga menginspirasi lebih banyak orang lagi :)
Proses kreatif penulisan Man Behind The Microphone bisa di baca dalam postingan ini
Never Saying Good Bye
GOD!
It seems too fast!
Perasaan seperti baru kemarin ia, penulis itu, mengikuti challenge game nulis surat cinta ini demi bisa mendukung programnya nulis novel tentangmu, tapi tiba-tiba saja waktunya sudah mau habis, satu bulan hampir berakhir begitu saja. Dengan twist kemarin yang membuatnya agak down.
Sepertinya kamu masih belum bisa melepaskannya begitu cepat, karena usai kompetisi nulis surat ini berarti dia masih harus melanjutkan perjalanannya, berkutat dengan naskah tentangmu. Seakan memperpanjang masa kerinduan dan kegalauan, seolah enggan berpisah darinya begitu saja.
mampus deh dia!
akan selamanya terikat seperti ini selagi belum selesai juga proyeknya. Inilah sejatinya kutukan bagi penulis. Dia terkerangkeng oleh ide yang dicetuskannya sendiri, yang menuntut eksekusi dan penyelesaian.
Ahaha. mampus deh dia! Silakan saja kamu tertawa, Man Behind The Microphone, silakan tertawa!
*nangis di pojokan*
Proses kreatif penulisan Man Behind The Microphone bisa di baca dalam postingan ini