Gemes ama femes yang satu ini. Karena sebenarnya outline sudah siap. Materi juga ada di kepala. Imajinasi sudah menari-nari. bahkan beberapa quote sudah kudapat dan bahkan kubagi di time line twitter.
Tapi alhamdulillah akhirnya MBTM menemukan jalannya untuk lahir, perlahan-lahan.
Berikut cuplikan teasernya ya, selamat mencicipi sedikit-sedikit :)
2. Pilih "account"
3. Pilih "network usage", kelihatan berapa Kb yg terpakai
4. Pilih "Reset statistic", paling bawah.
JREENG...Langsung semua jadi 0 Kb, terasa lebih cepat lagi
Coba perhatikan deh apa yang sekarang sedang happening di mana-mana. Banyak Mentor Menjual Prestasi Murid, Blog Builder Menjual Reputasi Kontributor.
Sekilas kelihatannya seperti itu ya, sehingga tampak kurang fair. Tapi murid yang canggih dan kontributor yang handal semestinya menjadikan ajang 'pemanfaatan' menjadi pemberdayaan diri dan mencari tambahan kanal, channel dan jaringan.
Mengapa Toko Online Indonesia Lebih Terkenal dan Berkembang?
Berani membayar sponsor untuk memasarkan, Misalnya dengan menggunakan layanan AdsSense, AdWords, SEO dan FacebookAds.
Paling berani memberikan diskon dalam jumlah besar. Hal ini akan mereka lakukan pada awal membuka toko agar konsumen tertarik.
Melayani pembelian hingga 24 jam. Jadi kapanpun konsumen memesan akan dilayani dengan cepat dan tanggap.
Ramah dalam melayani pelanggannya sehingga konsumen menjadi nyaman saat membeli. Tak hanya konsumen lokal saja yang merasa nyaman, konsumen dari luar negeri juga merasa nyaman.
Berikut petikan wawancara dengan Alinea TV
Dian Nafi menasbihkan dirinya sebagai pecinta purnama dan penikmat hujan. Lulusan arsitektur Undip Semarang ini, selain menulis juga mengelola PAUD, aktif di komunitas Hasfriend, dan Pimpinan Redaksi DeMagz. Tulisannya bertebaran di berbagai media cetak, dan acap memenangkan berbagai perlombaan penulisan. Ikuti bincang-bincang AlineaTV dengan penulis yang sudah menelurkan 14 buku ini.
Apa artinya menulis buat kamu?
Menulis mula-mulanya menjadi terapi, dari kesedihan kehilangan pasangan saat itu dan kehilangan banyak hal setelahnya, dari trauma masa lalu, dll. Kemudian lambat laun bergerak menjadi sebuah cara untuk menyuarakan banyak hal. Suara hati, suara lingkungan, dan suara dari teman-teman, saudara, atau kenalan yang akhirnya berdatangan curhat.
Sedekat apa masa kecil kamu dengan dunia menulis?
Almarhum ayah rajin membawakan kami banyak buku dan komik. Saya mendapat hadiah diari darinya di ultah saya yang kedelapan, beliau mengajarkan saya menulis buku harian. Sejak itu saya banyak menulis meski masih untuk konsumsi sendiri. Kelas empat SD saya dikirim mewakili sekolah untuk lomba menulis resensi tingkat kabupaten dan menang. Selanjutnya saya terus menulis tapi hanya untuk konsumsi sekitaran, jadi redaksi mading dan juga majalah almamater di SMP, SMA dan kampus.
Sejak kapan mulai menulis secara profesional?
Sejak 2010. Semua bermula saat saya harus iddah atau tinggal dalam rumah selama 4 bulan 10 hari karena suami meninggal awal tahun 2008. Di saat banyak waktu luang itulah saya bersentuhan dengan Facebook dan menuliskan banyak curhatan di sana. Lalu ikutan lomba-lomba menulis dan beberapa kali menang. Tulisan mulai diterbitkan dalam bentuk antologi sejak 2009. Semakin lama makin keranjingan ikut kompetisi menulis. Dari beberapa kali menang, akhirnya saya mulai mendapat tawaran menulis buku solo dari beberapa penerbit. Begitu seterusnya.
Bagaimana cara mengatur waktu menulis dan proses mencari ide-ide kreatif?
Biasanya saya menulis dari jam tujuh pagi sampai dua belas siang. Lanjut lagi jam satu sampai tiga sore. Malam nulis lagi jam sembilan sampai jam sebelas. Lanjut dini hari mulai jam dua sampai subuh. Tapi menulisnya ini selang seling dengan membaca. Sebulan saya biasanya membaca 5-12 buku. Ide kreatif saya dapatkan dari banyak mengamati yang terjadi di sekitar, dari beberapa kegiatan yang saya ikuti, dari peristiwa-peristiwa yang saya lihat langsung ataupun saya dapatkan dari curhatan teman-teman, saudara-saudara maupun orang-orang baru yang saya temui selama traveling dst. Buku-buku bisnis, leadership, psikologi, parenting, dan non-fiksi lainnya serta buku biografi seringkali juga menjadi sumber ide kreatif yang mendukung cerita-cerita yang embrionya sudah ada dalam kepala.
Menurut kamu, apa yang membedakan karya-karya kamu dengan penulis lain?
Background saya yang santri tetapi kuliah di teknik arsitektur mewarnai tulisan saya yang kadang paradoksal.Between freedom dan puritan, between modern dan tradisional, between setia pada tradisi dan suka melanglang ke mana-mana.
Apakah kamu mengalami kesulitan yang berarti saat mulai membuat karya?
Ide sangat banyak, tetapi seringkali kesulitan dan kedodoran dalam eksekusi. Ini yang masih saya terus pelajari dan latih. Bagaimana supaya tidak ada hole plot, bagaimana supaya lebih mengalir, bagaimana membuat tulisan yang bisa ‘menyihir’ pembaca tetapi sekaligus ‘diam-diam’ menginspirasi dan memberi pencerahan, itu yang selalu menjadi PR saya. Kepenasaran ini membuat saya semakin ‘larut’ dalam dunia kepenulisan. Seperti sebuah tantangan yang minta ditaklukkan.
Dari semua karya yang sudah diterbitkan oleh penerbit, buku apa yang paling berkesan saat merampungkannya?
Novel debut saya, Mayasmara, yang saya tulis bersama sahabat maya, butuh delapan bulan proses penulisannya tanpa bekal ilmu menulis sebelumnya. Saya hampir menyerah karena tidak tahu bagaimana menyelesaikannya. Tapi brainstorming yang intens akhirnya membawa kami sampai akhir. The Invisible Handmemberikan ‘wangsit’ sub-judul bagi novel ini. Saya mengalami banyak transcendence dalam prosesnya. Dan terkesan dengan ‘pesan’ Pak Ahmad Tohari pada saya usai membaca novel ini, agar saya terus menulis novel sejenis itu yang beliau sebut sebagai novel eksistensialis. Meski dalam perjalanannya kemudian saya menulis novel jenis lain, tapi masih terus terbayang pesan itu dan keinginan mewujudkan pesan beliau.
Tips menulis versi Dian Nafi?
Stimulasi diri sendiri dengan ikut banyak lomba, karena dari sana ada tema tertentu yang mendorong kita mencari dan menemukan cerita yang sesuai. Sembari menulis, banyak membaca buku berkaitan, sekaligus membaca tips-teknik menulis dan mengikuti workshop kepenulisan, sambil brainstorming bareng mentor dan sharing. Karena dengan sharing ilmu yang sudah kita ketahui, biasanya kita dianugerahi ilmu baru. Banyak jalan-jalan juga membantu kita menghadapi ‘writer-block’.
Apa pengalaman penyenangkan selama menjadi penulis buku?
Jadi sering jalan-jalan untuk riset ataupun event kepenulisan. Ketemu banyak orang baru baik via online atau ketemuan darat saat event launching/bedah buku/sharing maupun event lain. Menerima testimoni darpi pembaca via mention, inbox, email dan sms juga mengguratkan kesan tersendiri. Utamanya senang karena bisa bisa berbagi manfaat.
Target besar yang ingin kamu lakukan dalam dunia menulis?
Saya punya cita-cita suatu saat cerita-cerita yang saya tulis difilmkan. Pingin juga bisa keliling dunia dari menulis, dapat beasiswa kuliah creative writing dan ikut writing retreat/residence di luar negeri kayak mas Ahmad Fuadi/Asma Nadia dll. Terus pingin mendirikan Hasfa Writing College juga. Haha, banyak banget ya keinginannya?
[Redaksi AlineaTV]
sumber : http://www.alineatv.com/2014/10/dian-nafi-menulis-cara-menyuarakan-banyak-hal/
Menulis Sebagai Jalan Menyuarakan Banyak Hal
Berikut petikan wawancara Koran Sindo :
Dian Nafi termasuk salah satu perempuan penulis paling produktif di Indonesia. Sejak 2008 hingga kini, dia telah merilis 18 novel dan terlibat dalam 84 buku antologi. Melalui berbagai tulisannya yang kuat dari segi spiritual, insinyur teknik arsitektur dari Universitas Diponegoro ini tak hanya berbagi kisah, tapi juga inspirasi dan motivasi.
Dian Nafi mencitrakan dirinya sebagai pecinta purnama dan penikmat hujan. Bagi dia, purnama sering membuat dirinya teraktivasi sehingga menjadi "high" sementara hujan membawa nuansa romantis dan unspoken moment. Dan menulis bagi Dian adalah cara terbaik menuangkan perasaan-perasaan tersebut sepuasnya. Berikut wawancara dengan pemenang lomba menulis kisah inspiratif Indiva ini.
Latar belakang Anda adalah arsitektur. Sedangkan saat ini Anda lebih aktif sebagai penulis. Apakah Anda vakum dari aktivitas sebagai arsitek?
Saya masih menerima pesanan mendesain rumah tinggal dan bangunan lainnya walaupun tidak sebanyak dulu saat masih fokus bekerja di perusahaan konsultan arsitektur. Ada banyak ilmu arsitektur yang saya dapatkan yang bisa diaplikasikan dalam penulisan. Misalnya, perancangan, perencanaan, teknik presentasi, analisis, logika, dan keseimbangan. Itu semua berguna untuk menulis.
Sulit mana, merancang bangunan atau "merancang" cerita?
Sejak dulu sebenarnya saya aktif menulis tapi saya simpan sendiri. Perkenalan dengan tulis menulis bermula saat ayah menghadiahkan sebuah buku harian saat ulang tahun Ke-8 saya. Beliau yang mendorong saya untuk menulis. Semasa sekolah dan kuliah, saya aktif di redaksi majalah dinding dan buletin kampus. Bagi saya, menulis itu mudah-mudah sulit, sulit-sulit mudah. Mudah karena idenya bisa ditemukan dan didapatkan dari mana dan kapan saja. Sulit karena menulis itu bukan saja seni bagaimana kita merasa, tapi juga lebih kepada proses berpikir. Writing is thinking.
Saya mendapat inspirasi menulis dari banyak hal, mulai dari peristiwa di sekitar saya, kisah orang-orang dekat sampai curhatan teman, sahabat, kenalan dan dari buku-buku non-fiksi seperti biografi dan kisah-kisah inspiratif. Hal sulit lainnya adalah bagaimana mengeksekusi ide menjadi tulisan yang bernas, mengalir, menyentuh, danmencerahkan. How to convey the message, the idea? Bagaimana menyampaikan pesan dengan cara yang tepat, baik dari gaya bahasa, pilihan kata, maupun emosinya dengan cara tidak menggurui. Itulah yang menjadi pekerjaan rumah terus-menerus sepanjang waktu.
Bagaimana tulisan-tulisan Anda kemudian dibukukan dan menjadi komersial?
Saya menggemari menulis sejak lama namun tidak pernah menyangka bahwa pada akhirnya akan berkecimpung lebih dalam dan lebih jauh di dunia tulis menulis. Pada 2008 saya harus menjalani masa iddah, tinggal dalam rumah selama empat bulan sepuluh hari karena suami saya meninggal dunia.
Dalam masa senggang sekaligus duka itu mulailah saya bersinggungan dengan Facebook dan banyak menulis curahan hati. Di saat berkabung seperti itu, menulis seperti terapi bagi saya. Beberapa teman di dunia maya akhirnya mendorong saya untuk mengikuti lomba menulis. Sekali menang, kedua kali menang lagi, ketiga kali menang lagi, dan akhirnya kecanduan hingga sekarang. Pada 2009, saya baru menulis untuk publik dan pada 2010 saya merilis novel debut berjudul Mayasmara. Dulu, menulis hobi saya namun untuk sekarang sepertinya menulis jadi karier he he he......
Bagaimana proses kreatif Anda dalam menulis cerita?
Setelah mendapatkan konsep dan premis, saya selalu membuat outline terlebih dahulu. Dari kerangka tersebut, saya menjadi tahu bahan-bahan apa saja yang harus saya riset jika belum punya bahannya dan mana yang bisa dikerjakan terlebih dahulu terutama jika saya sudah menguasai bagian itu. Jadi saya bisa memulai dari mana saja. Saya juga aktif menulis puisi, cerita pendek, cerita panjang, dan beberapa kisah inspiratif. Berbagai karya saya dibukukan bersama tulisan penulis lain. Sudah ada 84 buku antologi.
Pernah stucksaat menulis?
Jika terjadi kemacetan dalam menulis, saya sering brainstormingdengan guru-guru saya. Saat brainstorming, mereka dengan senang hati melempar pertanyaan-pertanyaan bernas dan bermutu yang kadang-kadang memancing jawaban dari bawah sadar saya. Atau jika saya memang belum punya jawabannya, dari sanalah saya bergerak untuk melakukan riset lanjutan.
Hal apa yang membuat Anda ingin terus menulis?
Ada banyak sekali ide cerita yang ingin saya tuliskan. Benih cerita-cerita dalam kepala itu mendorong saya untuk terus menulis. Alhamdulillah tidak habis-habis. Sebagian ide yang belum sempat saya kembangkan saya tuliskan dalam buku khusus ide dan plot. Ada juga yang berserakan di notes-notes kecil yang saya bawa dalam perjalanan kereta atau bus. Sebagian lagi bahkan saya tulis dalam bentuk singkatan-singkatan karena media yang sempit, post-it.
Apa asiknya atau puasnya menulis bagi Anda?
Rasanya plong, seakan-akan ganjalan cerita yang mendesak-desak minta dikeluarkan dari dalam kepala dan hati akhirnya mengalir. Rasanya seperti sukses membayar utang janji pada diri sendiri. Selama proses penulisan, saya menjadi memahami diri sendiri dan orang lain dengan cara lebih baik lagi. Rahasia-rahasia serta hakikat kejadian dan peristiwa seperti dibukakan oleh-Nya pada mata hati saya yang sebelumnya tertutup ego, persepsi sendiri, atau persepsi orang lain.
Bagaimana sensasinya membuat theatre of mindyang masuk logika fiksi?
Saya suka was-was juga, takutnya malah terkesan mengada-ada, klise, atau malah dianggap tidak logis. Jadi terkadang, saya membuat beberapa alternatif adegan atau kejadian untuk dipilih yang terbaik. Tak jarang juga saya brainstormingdengan teman atau mentor mengenai kemungkinan- kemungkinan adegan sebab akibat. Dalam perjalanan editing, seringkali datang tambahan ide untuk improvisasi agar lebih logis dan tidak terjadi plot-hole atau semacamnya. Kadang-kadang, kita perlu membebaskan diri untuk tidak terlalu “kaku” pada plot yang telah disiapkan. Dengan begitu, seiring proses akan ditemukan kejutan yang tidak terduga.
Menurut Anda, di mana kekuatan tulisan Anda?
Latarbelakang keluarga saya yang berasal dari keluarga santri. Saya sendiri juga aktivis kerohanian Islam dan kehidupan haroki semasa kuliah. Hal ini membuat saya memiliki sudut pandang religius tapi berusaha tidak hanya ada hitam dan putih. Saya suka sekali memasukkan kontemplasi dan perenungan dalam tulisan dan cerita saya. Teman-teman pembaca menyukai dan menganggap spiritualisme yang hampir selalu mewarnai tulisan saya ini sebagai identitas dan ciri khas.
Apa garis merah di setiap tulisan Anda?
Saya punya bagan besar yang menjadi cikal bakal banyak tulisan dan cerita saya. Terinspirasi dari novel Para Priyayi karya Umar Kayam, namun saya membuatnya lebih ke versi kehidupan dan dunia pesantren yang memang juga sama kuat akarnya serta mempunyai pengaruh signifikan pada personal-personal di dalamnya. Berbagai karakter itulah yang kemudian menggerakkan cerita-cerita ini.
Apakah Anda mempunyai obsesi dalam menulis?
Saya masih punya pekerjaan rumah dari salah seorang penulis kelahiran Indonesia yang tinggal di Amerika. Dia sudah lama sekali ingin menerbitkan tulisan saya, tapi saya masih belum bisa setorkankepadanyasampaisaat ini. Terbayang, saya menuliskan novel berlatar Demak berbau sejarah seperti Gadis Kretek, punya nilai filosofis yang tinggi tapi juga sekaligus up to date untuk masa sekarang. Kisah yang bisa mencerahkan dan menggerakkan banyak orang menuju hal-hal yang lebih baik sekaligus membawa nama Demak ke dunia internasional lebih jauh lagi.
Jika memungkinkan, tulisan ini akan dibuatdalamgenre eksistensialisme karena Ahmad Tohari pernah berpesan pada saya demikian. Beliau berpesan agar saya terus menulis seperti novel debut saya, Mayasmara (2010), yang beliau sebut sebagai novel eksistensialis.
Peluang apa saja yang Anda dapatkan dari menulis?
Dari menulis, saya sering diundang untuk mengisi sharing kepenulisan di sekolah, kampus, dan pesantren. Selain itu, saya juga menerbitkan bukubuku penulis lain melalui Hasfa Publishing, penerbitan sendiri, dan menjualnya melalui distributor ke toko buku. Peluang sampingan lainnya adalah menjual buku-buku secara online baik buku sendiri atau buku terbitan Hasfa. Saya sempat berjualan kaos yang berkaitan dengan literasi dan buku yang kami terbitkan untuk membantu korban bencana alam. Ke depannya, mungkin berjualan suvenir dan pernak pernik berkaitan dengan berbagai karakter dalam cerita-cerita yang saya tulis.
sumber: nasional.sindonews.com/read/915506/18/identitas-spiritualisme
Gitu kira-kiranya pilihan hidup saat ini, selain juga kadang-kadang masih menerima orderan desain rumah tinggal dan desain bangunan arsitektur lainnya.
Berikut petikan liputan oleh media Tribun Jateng beberapa waktu lalu.
Aamiin ya robbal alamiin
Hanya Dengan Cinta Dan Empati, Kita Bisa Memenangkan Hati
Hanya Dengan Cinta Dan Empati, Kita Bisa Memenangkan Hati
Adikku yang baru saja lulus spesialis penyakit dalam berkunjung ke rumah kemarin saat aku sedang mencoret-coret sambil merenung apa budaya daerah kami yang bisa dieksplor agar menjadi inspirasi bagi lebih banyak orang. Kepikiran untuk mengangkat tentang Grebeg Besar tapi sepertinya sudah seringkali kuceritakan. Bahkan cerpen yang bersetting itupun memenangkan kompetisi menulis cerpen yang diadakan sebuah penerbit waktu itu. Sebagai sebuah destinasi wisata event dan seremonial juga festival pun pernah kuangkat dan menang dalam lomba menulis untuk 101 Travel Tips And Stories di penerbit Gramedia.
Tapi adikku itu bilang yach memang Grebeg Besar itu yang paling khas dari Demak.
Suro-nan ada banyak di tempat lain. Mauludan juga. Sekaten itu lebih identik untuk Solo dan Jogja. Kliwonan juga ada di tempat-tempat lain. likuran juga tidak hanya di sini.
Yang khas hanya ada di Demak ya Grebeg Besar itu.
Oh, okey. Tapi iseng aku bertanya padanya, apa kandungan dan nilai dari Grebeg Besar yang bisa menginspirasi banyak orang. Nah, jawaban adikku inilah yang ternyata sedikit berbeda dari yang selama ini aku ketahui dan aku pahami. Bukan sebagai sebuah negasi, tapi suatu pengayaan.
Grebeg besar berlangsung selama hampir sebulan. Sekitar dua minggu sebelum hari raya idul Adha (10/dzulhijjah) dan berakhir dua minggu setelah hari raya itu.
Ada pasar malamnya yang juga buka di pagi, siang dan sore hari sepanjang masa grebeg/festival itu. Dan puncaknya pada malam 10 dzulhijjah ada kirab tumpeng sembilan dari Pendopo Kabupaten Demak. Dilanjut kirab prajurit patang puluhan setelah sholat idul Adha, dari masjid Agung Demak menuju kompleks makam Sunan Kalijogo di Kadilangu.
Aku selalu menerjemahkan kirab tumpeng itu sebagai sedekah. Dan jamas alias penyucian jimat pusaka kalimasada itu sebagai simbol keharusan pembersihan hati nurani kita. Serta pasar malam di grebeg besar sebagai upaya menarik hati masyarakat agar mendekat. Konon katanya dulu sebelum masuk ke arena Grebeg Besar, orang-orang diminta membaca kalimasada alias kalimah syahadat.
Adikku rupanya memiliki pandangan lain yang lebih dalam. Kirab prajurit patang puluhan yang mengenakan seragam kostum prajurit Majapahit dengan bendera dan tameng yang menggunakan lambang Suryo Wilwatikta, suryo Majapahit, merupakan simbol bahwa kerajaan Demak tidak meninggalkan begitu sejarah sebagai bagian dari keturunan Majapahit.
Ayah Raden Patah (penguasa pertama kerajaan Demak) adalah putra dari Raden Brawijaya V (raja Majapahit)
Di tengah perang persaudaraan dan serangan dari daerah-daerah bawahannya serta banyak pengkhianatan lainnya, Majapahit pun oleng dan ambruk. Saat itulah Demak lahir dan tampil. Bukan untuk semakin menjatuhkan Majapahit karena bagaimanapun ia adalah kerajaan milik sesepuhnya, tapi memberi warna baru. Sehingga kecenderungan yang waktu itu Jawa Hindu kemudian menjadi Jawa Islam.
Berbagai tradisi, budaya, upacara, seremoni yang sudah mendarah daging saat itu tidak serta merta dihilangkan. Tapi Sunan Kalijogo dan Wali Songo mengemas dakwahnya sedemikian rupa sehingga masyarakat tak sadar kalau telah disisipi dan pelan-pelan diajak masuk, bergeser dari kepercayaan dan menyembah benda-benda menjadi menyerahkan diri pada Yang Maha Esa dan Kuasa.
Inkulturasi, inklufisme, pendekatan dengan kasih sayang, empati dan penuh cinta. Tak ada keterpaksaan dan arogansi.
Peralihan dengan cara-cara empatik dan bijaksana yang dulu ditempuh Sunan Kalijaga dan wali songo inilah yang tampaknya saat ini jarang digunakan lagi.
Mungkin Grebeg Besar berikut rangkaian acara serta hikmah yang terkandung di dalamnya perlu lebih diblow up dan disebarluaskan lagi agar kita semua bisa mengambil pelajaran darinya.
Bahwa hanya dengan cinta dan empati, kita bisa memenangkan hati.
(Foto-foto dari berbagai sumber)