Menulis SUBPLOT jauuuuh lebih riweuh dibanding Landmark.
Setelah nemu 6 landmark. Then, gw langsung mulai nulis SEDIKIT. Semua landmark yg ada dijadiin adegan singkat. Masih blm detail. Seperti apa kira2 kejadiannya? Kalo ada DIALOG penting, gw masukin. Gw jg bikin karakter2 tambahan.
Jadi, gw lbh mengutamakan PLOT sebelum KARAKTER. Gw mulai dr satu atau dua karakter. Seiring dg proses, karakter2 lain ditambah sesuai kebutuhan cerita. Tips oot: Kalo karakter cuma nongol sekali, mending dihapus, tugasnya dikasi ke karakter lain, atau jangan dikasih nama.
Nah. Skrg ud ada 6 ADEGAN landmark untuk masing2 protagonis (klo protagonisnya lebih dari satu), plus karakter2 tambahan yang juga akan gw pakai di dalam SUBPLOT. Lalu? Diemiin bntr. Ngopi kek. Main gaplek. Gali sumur. Atau apaan, seterah. Intinya: endapkan dulu. Istirohat.
Trus baca lagi: ada yg gak masuk akal? Atau, gak pas? Revisi dulu, Kemungkinan hubungan antar landmark2 (masih) gak masuk akal sangat besar. Karena? Karena kita masih butuh satu langkah lagi terkait outline, yaitu: membuat SUBPLOT.
Subplot = serangkaian kejadian yg jd jembatan antar landmark. Fungsinya bikin apapun yg terjadi di landmark jadi MASUK AKAL. Termasuk jelasin tokoh2 tambahan yg belum ketahuan muncul dr mana. Jgn pernah kepikiran utk masukin karakter tambahan kek malaikat turun dari langit.
bikin 6 landmark adlh bagian PALING MUDAH dr proses PLOTTING cerita. Bagian tersulitnya justru ada di SUBPLOT. Sedihnya, subplot sering dianggap anak bawang yg gak diperhatiin. Pdhl, sbnrnya jalan cerita TIDAK TERJADI di landmark, melainkan di SUBPLOT
If we don't pay attention to the subplot(s), our story will be ruined. Gw sering denger penulis ngeluh: "Gue ud bikin plotpoin, tapi pas nulis tetep mampet n gue gak tau mau kemana lagi." Lah? Gimana, sih? Bukannya udh punya arah, kenapa bisa kesasar?
Penulis yg mampet walau ud bikin "plotpoin" adlh mereka yg (sengaja atau nggak sngaja) meremehkan SUBPLOT. Mereka pikir cerita bisa ngalir gitu aja dr satu titik ke titik lain dg mengandalkan: ILHAM!
Bisa aja sih klo mau mengandalkan ilham, tapi pastikan dulu kalo kita penulis JENIUS atau semacam nabi yg terus2an dibisikin ILHAM sama Yang Mahakuasa Alam Raya. Percaya deh, mostly penulis novel adlh orang biasa n bukan nabi yg punya akses Ilham langsung dr Tuhan.
Mengandalkan ILHAM (so-called INSPIRASI) hanya dilakukan oleh penulis2 jenius (yg jarang ada) DAN penulis2 over-pede yang menulis cerita kek sedang tenggelam dalam melodrama telenovela.
Subplot BUKAN sekadar tempat protagonis muter2 ke sana kemari biar cerita jadi panjang.
SUBPLOT = ARGUMEN yg bikin kejadian di landmark terhubung sbg KURVA sebab akibat yg nyambung.
Kalau cerita = orang: LANDMARK adlh SENDI yg bikin cerita bisa jalan, dan SUBPLOT adlh TULANG dan OTOT yg bikin sendi itu ada n bisa digerakkan.
Sederhananya, Landmark adlh PERTEMUAN minimal 2 (dua) rangkaian SUBPLOT.
Jangan overestimate kejadian penting seakan2 klo udh ditemuin, trus cerita pasti beres n nulisnya lancar jaya. Meremehkan subplot adlh penyebab utama kemacetan menulis. Subplot yg lemah akan bikin landmark (yg seharusnya) penting jadi (selain) gak masuk akal, juga remeh.
Subplot BUKAN kejadian di luar cerita. Subplot adlh sistem dukungan buat cerita n dunia fiksi. Secara ekstrem bisa gw bilang: Landmark cerita berdiri di atas subplot sbg fondasi. Bhkn, Landmark boleh aja diganti gegara subplot.
Argumen2 yg bikin cerita masuk akal sebagian besar terletak di Subplot. Tanpa subplot yg kuat, bangunan cerita akan runtuh dg sendirinya. Inilah sebabnya, jumlah Subplot jauuuh lebih banyak dr Landmark. Bisa 3 atau 4 kali jumlah landmark. Kerumitan cerita ada di Subplot
Dalam konsep 4 ACT STRUCTURE Adam Skelter, terdapat 24 (dua puluh empat) PLOTPOINT yg terdiri dari: 1 Hook; 6 Landmark; dan 17 SUBPLOT (catet!)
Kalo Protagonisnya 2 (dua), ya tinggal kali 2 aja.
Ini hasil ngakal2in sistemnya Adam Skelter. Mengapa perlu diakal2in? Karena eh karena sistemnya Adam Skelter sbnrnya lebih cocok buat naskah pelem, bukan utk novel. Klo mau dipake buat novel, harus ada penyesuaian sedikit.
Subplot terletak di antara semua landmark. Subplot bukan terdiri dari satu kejadian, melainkan bbrp kejadian yg punya hubungan sebab-akibat. Jumlahnya bisa dobel kalo protagonisnya dua. Jd tripel kalo protagonisnya tiga. Dst.
Subplot-lah yg bikin novel jd tebel. So, hati2. Jgn sampe ketebalannya sia2; tebel tp kopong. Subplot bisa bikin penulis kesasar. Hrsny ke Z eh ke Y (atau muter2 di B). Gagal di subplot, gagal ceritanya. Landmark kita bisa keren BGT, subplot babak belur yaaaa ceritanya ancur.
Semua proses perubahan karakter yg terjadi (emosional, perilaku, n kepribadian) dibangun scr GRADUAL di subplot.
Makanya, gw sering ngernyit pas baca cerita yg tokohnya berubah tiba2, smcam patah hati satu kali TIBA2 trauma trus fobia cinta!
Kalau ada 2 Plot kronologis, apakah rentang kejadiannya harus sama persis? Tidak. Ini trgantung dari bentuk cerita yg mau kita sampaikan.
Fiksi adlh permainan waktu. Adegan 5 menit bs jadi 100 halaman n Adegan 100 tahun bisa jd 1 (satu) halaman. Kalo penulisnya mau.
Waktu yg kerja di NASKAH bukan waktu kronologikal tapi WAKTU NARATIF yg berjalan DI ATAS KERTAS (konsep waktu naratif ini wajib dipahami n dikuasai).
Buat nentuin perubahan karakter bisa sampe level mana (emosional, perilaku, atau kepribadian), kita perlu belajar dulu ttg PSIKOLOGI.
Jgn bikin karakter trauma, fobia, depresi, n berbagai gangguan tanpa pemahaman ini.
Semua perubahan dilakukan di SUBPLOT.
Begini cara gw merekayasa Subplot (yg sangat boleh dilanggar).
Ini sederhana banget.
Pertama: Saya lihat adegan2 landmark yg sudah saya reka secara kira2 sblmnya.
Jangan takut untuk mengira2. Semua hal yg muncul dari tindakan manusia selalu berdasarkan kegiatan mengira2. Ini alami.
Tidak ada yg bisa 100% pasti kalau terkait tindakan manusia.
Jangan mencari kepastian.
Kesalahan pertama penulis adalah menganggap Landmark sbg titik yg berurutan, semacam 1 > 2 > 3 > 4 > 5 > 6
Padahal(!), landmark tidak per se urutan. Dalam konsepnya Adam Skelter, urutannya begini
Alias, urutannya adalah: 3 > 6 > 12 > 18 > 21 > 24 Catat: dg asumsi, plotpoin-nya dibuat plek ketiplek kek urutannya Adam Skelter. CATATAN: untuk novel, klo urutan itu diikutin persis sama, hasilnya adlh novel kaku kek tiang bendera!
Adam Skelter yg udah bikin urutan aja, trnyata menghasilkan landmark yang nggak bener2 urut. Jd, kalo penulis nganggap landmark itu urutan, kemungkinan besar cuma bingung sendiri.
Kesalahan yg kedua adlh menganggap: angka2 yg berurut perlu dikerjain urutan by number jg. Alias dari 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5 ke 6, dst. Inilah salah satu yg bikin subplot malah kesasar. Catat: Kejadian hidup mmng urutan, tapi NOVEL bukan kehidupan. Itu cuma tiruan taksempurna.
Walaupun angka itu urutan, bukan berarti cerita itu berisi 1 (satu) kejadian. Minimal terjadi 6 (enam) URUTAN KEJADIAN. 1-3 3-6 6-12 12-18 18-21 21-24 Yang TERPISAH-PISAH. Maksudnya bijimana? Bukannya itu satu cerita?
Iya. Bener. Itu satu cerita. Tapi, bukan berarti kejadiannya sama kek berangkat ke pasar trus balik ke rumah. Itu adalah 6 Kejadian yg berbeda. Jadi, bisa aja dikerjakan secara RANDOM dan melompat2.
(Inget ya gw mulai nulis awal-akhir cerita duluan, bahkan sblm outline). Berdasarkan 2 tiang pertama cerita itu, gw mulai merangkai subplot dr BELAKANG. Gw mulai di titik (18-21). Plot (21-24) adlh HASIL yg bisa dianggap TETAP. Begitu pula kurva (1-3) yg jadi titik berangkat.
Titik 21 adlh CLIMAX cerita. Gw mulai proses pembuatan Subplot dr titik CLIMAX. Kemudian, gw cek titik 18—LOWPOINT (titik tokoh kehilangan semuanya tp dpt semacam kekuatan utk gerak ke Climax).
Skrg gw punya 2 (dua) titik tempat Protagonis berdiri di tempat berbeda dalam WAKTU Kronologisnya, antara Climax dan Lowpoint. Artinya, gw punya 2 (dua) titik kosong yaitu 19 n 20. Inilah titik Subplot yng membuat Lowpoint bergerak ke Climax
Karena ADEGAN dalam Climax sudah gw ketahui jelas (inget, klo gw langsung ubah landmark jd adehan), termasuk SETTING-nya, maka IMAJINASI gw tidak berjalan dg liar dan seenaknya. Gw bisa memperkirakan kejadian2 apa yg mungkin terjadi sebelum klimaks.
Pertanyaan pertama adalah: Apa PENYEBAB langsung KEJADIAN di CLIMAX? Selanjutnya: Terjadi di mana? Adakah tokoh lain yg mendorong? Dengan cara apa? Proses ini menuntut Kreatifitas, krn jawabannya ada di "Out Of Nowhere" yaitu: IMAJINASI.
Minimal ada 2 penyebab tindakan tokoh. Pertama, penyebab langsung (kejadian yg mendorong tindakan FISIK yg dilakukan tokoh). Kedua, penyebab tidak langsung (serangkaian kejadian yg menimbulkan MOTIVASI dalam benak tokoh).
Bnyk penulis lupa sama MOTIF tokoh. Mereka sangka, satu kejadian cukup. Padahal, tidak. Klopun cuma gegara satu kejadian, Respon tokoh BUKAN HANYA dipicu kejadian melainkan KEPRIBADIAN-nya yg nggak bisa muncul di satu kejadian. MOTIF dlm CLIMAX dibangun sejak awal tulisan.
Proses pembuatan Subplot adlh proses tarik menarik intensitas yg muncul antara titik2 landmark yg sdg disambung. JANGAN bikin semua adegan berintensitas tinggi. Kecuali mau bikin: Novel yg "teriak-teriak" n bikin pembaca pengang. Kek pelem yg sound-effect-nya bikin budeg.
Setelah itu, gw lanjut lagi utk menyeberangkan titik 19 ke 18. Begitu seterusnya. Mampet di titik 18? Nggak bisa lanjut ke titik 17? Gak usah khawatir, pindah aja ke bagian kurva yg lain. Jangan maksa. KREATIVITAS nggak bisa dipaksa. Tapi, jangan berhenti dulu.
Misal: lanjut ke titik 6-12 (ini titik antara DRAMATIC QUESTION dan MIDPOINT). Lagi2, krn gw udh bikin adegan di dua titik itu. Gw tinggal nyeberangin aja.
Prosesnya sama: dirangkai dr belakang dg pertanyaan yg sama: APA PENYEBAB DIA MELAKUKAN INI? Apa motifnya? Apa yg mendorongnya?
Artinya, makin lama motif tokoh di Climax makin lengkap n rumit. Alias, Protagonis yg awalnya berkarakter FLAT-STATIS perlahan2 jadi ROUND-DINAMIS.
Gak usah dijelasin yak apa itu karakter flat-round, statis-dinamis? Googling aja.
Yg jelas, proses ini yg bikin kita gak perlu bikin KARAKTERISASI di awal kek lagi bikin laporan medical-checkup
(Hampir) Semua terjadi di proses.
Proses ini terus dilakukan sampai semua titik subplot terisi.
Catat: Nggak perlu urutan. Makin dipaksa urutan, kemungkinan kena MITOS writer's block jg makin tinggi. Kreatifitas tidak linear, tapi lateral.
Proses ini butuh IMAJINASI yg sangat memeras otak
Catatan: Novel beda FORMAT ama FILM. Jadi, nggak semua titik subplot ala Adam Skelter harus diisi. Bisa dikurangi atau ditambah, sesuai dg kebutuhan cerita. Klo Subplot terasa kepanjangan, ya buang titik yg gak perlu. Klo kurang: tambahin.
Pertimbangannya: KECUKUPAN ARGUMEN.
Kecukupan (atau kekurangan) Argumen sering baru disadari n terasa setelah DRAF PERTAMA selesai. Jadi, jangan terlalu diribetin di fase ini. Follow-your-gut aja.
Alias: yakin aja dulu.
Termasuk yakin aja klo trnyata kelak harus menghapus bagian yg gak perlu
Bagian paling AKHIR yang gw kerjain di manuskrip awal ini malah Plotpoin 1 alias HOOK.
Mengapa? Karena HOOK sebenarnya adalah RINGKASAN isi novel yang TIDAK BOLEH sampai membocorkan jalan cerita.
Temen gw pernah bilang: Penulis adlh salah satu pekerjaan paling tidak natural krn penulis menghasilkan "sesuatu" yang bahannya adalah nggak ada kecuali pengetahuan dia sendiri.
Catat! PENGETAHUAN.
Pengetahuan adalah cuma pengetahuan, yg TIDAK ADA GUNANYA sampai pengetahuan itu dipakai. Ini saatnya pengetahuan bener2 dipakai.
Pengetahuan dapat dari mana? PENGALAMAN dan BELAJAR.
Pengalaman adlh sumber terbaik utk dpt kemampuan kreatif, TAPI pengalaman jg TIDAK BISA diandalkan dlm proses menulis. Lho?
Iya. Manusia terbatas, nggak mungkin mengalami semua hal. Klo cuma mengandalkan pengalaman utk nulis bisa2 kita cuma nulis itu2 lg, atau nggak nulis apa2.
Inilah manfaat RISET.
Kita BELAJAR lewat RISET.
Lewat riset, kita bisa tahu ttg setting dsb. Setting adalah AKAR dari kejadian dalam ADEGAN. Bahkan PLOT. Bukan cuma latar.
Kemampuan bikin SUBPLOT trgantung sama kemampuan RISET.
Tanpa setting, ndak ada satupun adegan yg bisa berlangsung. Setting WAJIB ada.
Klo nggak bikin setting, pembaca-lah yg akan bikin sendiri, yaitu: RUANG HAMPA.
Kecuali, tujuannya mmng itu.
Hubungan setting n adegan fiksi adlh Romeo-Juliet. Cinta yg ndak mungkin dihalangi
Proses pembuatan subplot ini bisa lama, bisa sebentar. Tapi, jelas, buat gw ini proses yang paling banyak memakan pemikiran, karena ...
Proses ini adalah proses PEMBANGUNAN ARGUMEN.
Apakah subplot wajib ditulis di outline)?
Tidak.
Ada penulis2 cerdas yg "seakan2" nggak nulis subplot. Dia cuma punya titik2 penting cerita.
Tapiiii, itu krn mereka cerdas! Ingatan n logika mrk bekerja dg baik utk nggak perlu detail nulis outline sblm mulai nulis naskah.
Bersyukur aja klo kita termasuk penulis Cerdas. TAPI, klopun BUKAN (saya trmasuk yg bukan), jadilah PENULIS PEMBELAJAR yg mencatat n menganalisis outline.
Semoga, kita adlh PENULIS PEMBELAJAR yg CERDAS
Stlh semua landmark n subplot selesai dirangkai. Peram lg. Isilah waktu dg nonton Drakor, komedi Thailand, atau bikin stok rendang buat setahun. Lalu?
Baca ulang.
Periksa, adakah bagian yg sebab-akibat-nya nggak logis? Semua kejadian penting HARUS ada sebabnya
Kejadian nggak penting, yaitu kebiasaan manusia yg berterima secara umum, misal: Cuci kaki sebelum tidur, gak perlu diterlalu dipikirin: Astaga! Kenapa dia cuci kaki???
Klo semua2nya dijelasin, itu bukan novel, melainkan tutorial make-up.
Kalau ada titik plot yg gak jelas hubungan sebab-akibatnya (terutama ttg protagonis): Revisi dan BONGKAR. Jangan khawatir. Ini demi kebaikan. Proses bongkar pasang ini TIDAK TERJADI sekali dua kali. Bisa terjadi bongkar pasang ratusan kali
Bisa ratusan kali bongkar pasang! Sampai, semua kejadian dan plotpoin dalam outline novel kita "terkunci" ketat dan terkait.
Nah! Setelah semua faktor sebab-akibat terkait dan terkunci, mulailah menulis dg merencanakan semua adegan di dalam setting. Tulis sampai selesai.
Dengan merangkai semua ini, kita cuma baru akan mendapatkan DRAF PERTAMA yg fungsinya CUMA menunjukkan apakah kita paham sama ceritanya atau nggak. Hasil dari proses ini cuma untuk penulisnya sendiri.
Penulis jg bisa nggak paham ama ceritanya sendiri n cerita jd masuk akal (alias: argumennya gak jelas). DRAF PERTAMA adlh utk menguji apkh kita benar2 paham sama ide cerita n FORMAT penceritaan yg dipake. Apa itu memahami cerita?
Memahami cerita adlh mampu melihat dan merumuskan hubungan sebab-akibat atas semua kejadian dlm cerita yg kits tulis sendiri. Apakah benar kejadian A bisa memicu kejadian B dan seterusnya? Kemungkinan proses ini gagal: SANGAT BESAR. Tapi, gagal bukan akhir dunia, kok.
Nggak sreg dg draf pertama? Misal: adegan yg sia2, kekeliruan POV (kpn2 kita bahas POV), kesalahan naratif (mis: di satu titik tokohnya berenang, eh di lain waktu ada tulisan dia gak bisa berenang), dsb. Inilah gunanya: REWRITING. (proses ini nyebelin, tapi seru
Semua yg gak pas TULIS LAGI. Bisa berkali2 sampai kita merasa selesai.
Udah selesai rewriting masih salah? Rewriting lagi.
Ud ditangan pembaca n masih ada kesalahan. Ya, udah. Jadi pbelajaran buat novel berikutnya aja biar lebih okeh.
Jadi jangan heran kalo nulis novel bisa makan waktu berbulan2 atau bertahun2.
Makanya! JANGAN BELI BAJAKAN.
Aturan dibuat untuk dilanggar
taken from wisnucuit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar