Buat gw ending adalah bagian PALING PERTAMA yg dibuat (Setelah gw tau premisnya apa)
Bahkan, gw bisa membuat ending sblm gw tau awalnya apa. Gw memulai semua cerita dr bagian akhirnya. Justru Plot dan semua komponen cerita TUNDUK sama ending. Semua komponen cerita mmng sejak awal didesain utk mencapai ending yg gw rencanakan.
Logikanya sederhana. Apa syarat utk bisa sampai ke suatu tempat? Syarat utamanya adalah kita udh menentukan tempat tujuan. Kita NGGAK akan sampai ke mana2 klo tujuannya "ke mana aja, deh".
Klo ud punya tujuan, mau muter2 dulu, seterah situ. Situ yg nulis, kok.
Misal: Gw mau ke blok M. Rumah gw di Bojiong Kenyot. Trus, mau kek apa? Jalan2 santai? Buru2? Superburu2? Alias, ini akan jadi apa? Cerpen? Novela? Novel? Berapa panjang? 1500 kata? 7000 kata? 40ribu? 100ribu? Based bentuk, gw pikirin, sbrp rumit plot yg diperlukan.
Jadi, hal kedua yang gue tentuin setelah tau mau nulis cerita apa adalah ketebalannya. Bagaimana gw tau pdhl blm ditulis? Dari Premis. Premis sbnrnya nunjukin apakah suatu cerita akan rumit atau nggak. Semakin jauh tujuan tokoh sama resolusinya, makin tebal ceritanya
Halangan tokoh juga menentukan ketebalan cerita. Makin kuat halangannya, makin butuh plot panjang. Gw sering nemu premis2 yg kelewat ambisius. Premisnya kek utk novel, si penulis bilang itu cerpen. 1500 kata pulak. Ya, pasti keteteran. Atau sebaliknya.
Klo jd novel, karakter bisa gw bawa muter2. Bojong Kenyot - Bandung - Ujung Genteng - Tanjung Priok - Blok M. Klo Cerpen jgn jauh2 jalannya. Klo mau jauh, harus buru2. Jgn sharian jalan2 di Bandung, lima menit aja di Setapsiun. Alias: pendekin plot, adegan, kalimat, dsb.
Ke mana aja tokoh dibawa? Ke .... mana pun yang dibutuhin ending. Mis, Ending: tokoh—dokter yg dikirim jd pasukan perdamaian—tewas meninggalkan 1 anak. Maka, dia: Kuliah, koas, daftar tentara sipil, nikah, bikin anak, baru berangkat. Biar tewas? Jgn bikin doi ahli nembak.
Misal lagi: Gw ogah bikin dia mati di perang, gw mau buat dia cuma kehilangan satu kaki, ah. Artinya dia selamat sblm dibawa balik ke rumahnya. Baru deh gw buat plot kehilangan kaki n gmn diselamatkan. Enak, kan? Kagak ada tuh ngecek2 jalan cerita. Kan dr awal ud diklop-in.
Kecil kmungkinan gw mulai nulis cerita yg gw gak tau endingnya. Bukannya mulai tujuannya selesai? Muter2 tanpa tujuan, gak akan bikin naskah selesai. Di tengah jalan baru nentuin tujuan? Bisa2 bingung krn bnyk plotpoint n tokoh2 yg entah tujuannya apa sampai bisa ada di sana
Lagian, apa bedanya sih dg nentuin ending dr awal? Sama aja, malah lebih enak. Toh, buntut2nya bikin ending juga. Lagian, klo berubah pikiran, ya tinggal diubah. Malah, kita bisa jadi antisipatif sama perubahan.
Apa sih komponen Ending? Pada dasarnya Ending adalah adegan penutup yang menjawab 2 (pertanyaan) dasar: 1. Apakah protagonis berhasil mencapai tujuannya? Ya/Tidak. Cek premis. 2. Dalam keadaan apa? Situasi yg dialami Protagonis saat dia berhasil/gagal di akhir cerita.
Pertanyaan Ending yg pertama gampang jawabnya: Kalo gak berhasil ya gagal. Yg agak sulit yg kedua, krn perlu dijawab: 1. Settingnya di mana? 2. Sama siapa doi di sana? 3. Menang total/tidak: Misal: Menang, tapi sahabatnya tewas. Mati tapi dipuja2. 4. Kondisi Emosional. 5. Dsb.
Jangan lupa juga. Yg punya ending bukan cuma protagonis. Tapi, semua tokoh yg ada. Semua Tokoh punya Entrance dan Exit. Kapan dan bagaimana masuk ke dalam cerita, dan kapan/gmn keluarnya. Tokoh2 yg TIDAK muncul di Ending, akan dikeluarkan dr cerita ketika cerita berjalan.
Misal Premis: Seorang dokter relawan perang ingin pulang dengan selamat tapi terjebak dalam pertempuran dua kubu, akhirnya berhasil lolos namun kehilangan satu kaki. Ending: 1. Di rumah pacarnya. 2. Bersama teman 3. Berhasil pulang, tapi pacarnya menikahi orang lain. 4. Kecewa.
Berdasarkan komponen itu, kita bangun dulu adegan dalam ending. Caranya: Sama seperti nulis adegan biasa. Ada entrance dan exit. Entrance: Berangkat ke rumah pacar sama temennya sehabis upacara pelepasan dr markas. Exit: Meninggalkan rumah pacar menuju rumah temannya.
Pas menulis ini prinsipnya adalah bebas. Silakan ubah2 aja sesuai imajinasi. Misal: Ah, gw mau dia kehilangan satu kaki dan pakai kruk. Ah, gw mau dia datang masih pakai seragam. Ah, gw mau sebenarnya dia merencanakan kejutan krn sblmnya dianggap hilang. Dsb.
Berdasarkan ending itu, baru disiapkan KEY MOMENTS: 1. Kapan dia berangkat ke perang. Gmn keputusan ini diambil. 2. Gmn dia akrab sama temennya. Bisa jd krn dia menyelamatkan temennya itu sblmnya. 4. Gmn dia smpt hilang dlm perang. 3. Gmn dia kehilangan kaki. 4. Dsb.
Key moments dan seluruh komponen cerita TUNDUK pada ending. Apapun yang kita mau muncul di ending, dipersiapkan alur kejadiannya dalam plot (dan kelak subplot), dan dijadikan landmark cerita. Berubahnya Ending adalah perubahan semuanya, bahkan termasuk openingnya.
Misal: Krn endingnya adalah dia ditinggal kawin sama pacarnya, maka openingnya adalah pacarnya nggak rela dia jadi tentara dan si Protagonis ngotot. Nah! Siapkan argumennya. Kenapa dia ngotot? Misal: krn ingin memenuhi keinginan ayahnya yg veteran perang juga. Gampang, kan?
Kelemahan cara ini apa? Kelemahannya adalah proses ini sulit dipake kalau akan diposting sebelum naskah selesai. Cara ini sering bikin penulis perlu nulis dg cara gak linear. Ke depan, ke belakang, ke depan ke belakang, ke tengh, ke belakang lagi, dst.
Keuntungannya apa? Kekukuhan argumen2 dlm cerita jd lebih terjamin. Pernah baca novel (terutama daring) yg seperti cuma muter2 gak jelas? Ya sbnrnya krn ini. Dia mmng pas nulis gak tau mau ke mana. Trus, gimana biar bisa langsung posting? Ada solusinya? Ada. >>> Bikin outline
Berdasarkan ketebalan, rencanakan Bab-nya. Misal 40ribu kata dalam 40 bab. Artinya: per bab berisi 1000 kata. Lalu, letakkan LANDMARK di tempatnya dulu.
Kalau landmark ud diletakkan, buat subplot2 & adegan transisi di antaranya. Isi semua bab dg adegan2 transisi & subplot. Kalau trnyata ada Bab yg KOSONG, pertimbangan utk mengurangi Bab. Jangan maksa kalau ceritanya mmng gak support. Kecuali, mau ceritanya muter2 gak jelas.
Next, cek ulang semua Key Moment. Apkh semua sudah ada argumennya? Kalau ada yg belum, siapkan, dan rencanakan akan masuk di bab mana. Kalibrasi semua adegan dg periksa sebab-akibat. Diemin bntr, perika lagi. Klo ud sreg, baru deh nulis n aplot satu per satu.
Saat meng-outline cerita, jangan bayangkan diri kita protagonis atau narator. Bayangkan, kita duduk di depan sebuah panggung sbg sutradara pertunjukan drama.
Pemeran2 kita ada di belakang panggung. Tugas penulis mengatur gmn mereka masuk & keluar dr panggung itu.
Aturan dibuat untuk dilanggar
taken from wisnucuit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar