Tips Menulis Novel: ADVERBIA
Dua unsur dalam tulisan yg sering (secara tidak sengaja) jadi penghalang terbangunnya adegan:
1. Adverbia
2. Tanda seru (terutama di paragraf eksposisi)
Sebisa2nya kita irit dalam menggunakan keduanya.
Keduanya bisa (secara tidak sengaja) merusak pola pikir kita dlm membangun adegan.
1. Tanda seru punya efek mengeraskan 'suara'. Akibatnya, kita bisa tgantung pd tanda ini utk melakukan penekanan adegan. Instead of mbuat adegan yg signifikan, kita malah mhambur2kan tanda seru.
Tanda seru (apalagi sampai lebih dr satu) bisa menjadi tanda kegagalan kita dlm membangun eskalasi intensitas adegan.
Cara tes: Hapus tanda seru pd kata/kalimat eksposisi yg hndak kita keraskan. Klo bagian 'keras' itu jd gak sekeras yg kita mau, artinya adegan nggak efektif.
Tanda seru yg kebanyakan dlm paragraf eksposisi cuma mnunjukkan kalo narator (yg dipakai penulis) gemar berteriak2.
Adegan belum tentu jadi baik, tapi jelas berisiko membuat pembaca merasa 'pengang', kek film dg efek suara yg bikin penonton budeg.
Apah kamu bilang?!!! TIDAK!!!
Secara pribadi, sy memperkenankan menggunakan (!) dalam dialog. Itu pun lewat prtimbangan. Fungsi utamanya hnya utk "efek suara", bukan utk penekanan makna. Paragraf paparan hampir tdk prnah ada tanda seru.
Kecuali (selalu ada pengecualian dlm aturan apapun): tiruan bunyi.
Lagi2, pake tiruan bunyi (Brak, Dug, Plak, dsb) jg harus hati2 (sbaiknya dihindari kecuali ada SKEMA ESTETIS yg sdg dibangun)>
I hold a gun. Click. I put it on his forehead. Click. Click. Maybe, he was lucky to be alive. Click. Hmm. Click. Bang! His brain shattered on the wall.
2. Adverbia (seperti namanya) adalah keterangan untuk verba. Tanda paling terlihat: "dengan + kata sifat".
Menyanyi (dengan merdu); berkata (dengan tenang); dan bersuara (dengan keras) adalah bbrp contoh.
Adverbia bisa mencerminkan kegagalan penulis utk "menggambarkan" adegan.
Instead of menggambarkan merdu, tenang dan keras, kita malah cari jalan pintas dengan menempelkan adverbia setelah verba.
Kita gagal mencerminkan kemerduan, ketenangan, dan tingkat keras dr verba. Hapus adverbia itu.
Kalaupun(!) adegannya berhasil, adverbia itu jd sia2.
Perlu diwaspadai: Penggunaan SIMILE—majas perbandingan yg pakai kata2: seperti, laksana, serupa, bak, dsb.
A. Simile bisa menjebak penulis pada metafora2 klise: suaranya seperti halilintar, cantik seperti mawar; dsb.
Kalau pakai Simile, pastikan tidak klise.
B. Simile sering digunakan penulis utk mgambarkan sesuatu yg sulit dibayangkan. Cara kerja Simile adlh mensejajarkan objek yg sedang digambarkan dg kerangka referensi lain.
Ini cara ngeles YANG kalau keseringan jd menunjukkan ketidakmampuan penulis menggambarkan adegan.
Ini seperti membuat 'dosa' dobel:
~"Hai," ia menyapa dengan suaranya yang seperti buluh perindu.~
Pertama: Itu cuma perluasan adverbia menggunakan Simile, alias: adverbia diganti simile (yg sbnrnya sama saja). Kita tetap gagal menggambarkan adegannya.
"Seperti buluh perindu" tidak lebih dr mperluas kata "merdu" jd tiga kata yg, toh
Kedua: udh dipakai oleh berjuta umat sblumnya alias menjurus pd klise alias basi. Adegan "merdu" tetap tidak terbangun.
Lagipula, sbrpa perlu "merdu" ada di situ?
So what klo hai-nya merdu?
Kita sedang menulis CERITA (artinya menulis URUTAN ADEGAN yg memiliki hubungan sebab akibat), keberhasilan pembangunan adegan jd sangat krusial—tidak bisa digantikan oleh kehadiran tanda seru & adverbia.
Adegan harus jadi senjata pertama, krn ini unsur utama perwujudan cerita.
Nah, salah satu latihan penting utk menulis adegan yg efektif: HINDARI adverbia dan tanda seru.
Apa itu adegan? Adegan pada dasarnya adalah perwujudan dari sebuah skema aksi yang memiliki urutan sehingga dapat dipahami, diduga, dan disimpulkan hubungan sebab-akibatnya.
Adegan adalah bagian terkecil dari naratif yg masih mengandung potongan cerita/urutan kejadian yg saling terkait.
Struktur adegan kurleb sama kek cerita: ada eksposisi/opening, konflik, klimaks, dan resolusi/closing.
Panjangnya: terserah.
Adegan adalah pertemuan antara Karakterisasi dengan Plot.
Adegan adalah alat untuk memasukkan karakterisasi tokoh ke dalam plot cerita.
Semakin baik adegan(-adegan) dibangun, (seharusnya) semakin baik pula cerita menjadi alat penggambaran karakter.
Lupakan saja ide: Show, Dont Tell.
No, darling. Dalam cerita, kita butuh keduanya dlm proporsi tepat: showing di satu bagian, dan telling di bagian lain.
Buat saya, prinsip bercerita:
DEMONSTRATE. DO NOT LECTURE.
(Demonstrasikan (adegan) pada pembaca, jgn mengajari mereka)
Telling berguna saat kita akan "mengkontraksi waktu", misal:
"Setelah 2 kali dikeluarkan dan 1 kali diusir dari sekolah, si Mumun lulus SD dengan peringkat tidak terhormat".
Adegan 8 tahun SD itu dipersingkat krn tidak penting utk plot cerita.
Showing berguna utk menggambarkan adegan2 yg butuh detail untuk menggambarkan key-moment dlm hidup tokoh.
Sila cari contoh sendiri saja, karena showing cenderung panjang.
Alias: kalau semua dibuat showing, novel kita akan panjang dan isinya nggak jelas.
Proporsi = KOENTJI.
MODEL SITUASI adlh INTI adegan
Kita perlu cari persamaan "model situasi" yg mampu menggambarkan adverbia/ajektifa yang hendak kita gunakan. Misal: Dermawan.
Hindari kata "dermawan" sampai skema adegan terbangun jelas. Lalu, prtimbangkan apkh masih perlu pakai kata "dermawan"?
Contoh salah satu "Model Situasi" yg bisa menggambarkan "Dermawan":
A makan di warung > pengemis datang > A menengok > A membuka dompet > A memberikan uang > Pengemis pergi dan A meneruskan makan.
Isi benak si A akan menjelaskan apakah A benar dermawan atau malah org sinis.
Model Situasi adalah urutan kejadian yg baku hampir di segala situasi serupa & bisa dimodifikasi/ditumpuk2.
Misal: Model Situasi Pengemis ditumpuk dg Model Situasi Makan di Warung.
Model Situasi Pengemis punya kesamaan dg MS Pembelian: Buka dompet > Bayar > dapat 'sesuatu'.
Isi benak tokohlah yang kemudian akan memberikan sifat pada model situasi yang terjadi. Berfungsi serupa ajektifa/adverbia.
Model situasi Pengemis + Isi benak kasihan = dermawan/mudah terharu/dsb.
Model situasi Pengemis + Isi benak kesal = pelit/sinis/dsb.
Ini sedikit gambaran bahwa: Karakter, Plot, Setting, & adegan sesungguhnya adalah satu kesatuan yg tidak terpisah dlm cerita.
Bercerita adalah keahlian mengurutkan adegan dan memodifikasi model situasi, BUKAN kemampuan menghambur2kan adverbia dan tanda seru.
Selamat Menulis.
Aturan dibuat untuk dilanggar
taken from wisnucuit
New
Tips Menulis Novel: ADVERBIA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar