improving writerpreneurship

Post Top Ad

Tips Menulis Novel: NARATOR

Tips Menulis Novel: NARATOR



sebelum menghidupkan karakter di naskah, karakter perlu dihidupkan dulu di dalam kepala. Sampai, "seakan2" sedang menulis ingatan kita sendiri.
Walau, sbnrnya itu bukan ingatan kita. Itu ingatannya narator. Penulis tidak hidup dlm dunia fiksi. Narator yg hidup di sana.

Narator adalah alat penulis untuk masuk ke dunia fiksi. Jadi, sama sprt tokoh fiksi, narator juga perlu "ditemukan" lewat proses penemuan, semacam eksperimen coba2. Pertanyaan dasarnya: Siapa yg akan menceritakan cerita itu? Narator jg punya karakterisasi, sm seperti tokoh.

Penulis BUKAN Narator. Penulis adalah pembuat cerita, Narator adalah alat yg dipakai penulis utk bercerita. Posisi Narator dlm ceritalah yg kelak menjadi POV.

Apa yang dipercaya Penulis BISA berbeda dengan apa yang dipercaya Narator. Narator juga perlu punya value ttg hidupnya. Ini cara Narator menilai kejadian yg sedang dia ceritakan. Narator bisa sosok bebas, atau terlibat dalam cerita.

Penulis yg maksa masuk ke dlm cara pandang Narator bisa menimbulkan kejanggalan—sering sy temukan di Teenlit Populer. Naratornya Aku remaja. N, akibat penulisnya gak bisa mbatasi diri. Si Narator Remaja itu berubah jd Filsuf dadakan yg sibuk menasehati pembaca ttg arti cinta.

Penulis harus menjaga kesolidan Narator-nya. Walau, kadang2 bertentangan sama kepercayaannya sendiri. Yg penting dlm fiksi BUKAN kepercayaan si Penulis, tapi kepercayaan si Narator. Dalam naskah fiksi, penulis harus MATI dan Narator yg HIDUP.

Kalau Naratornya adalah anak remaja, ya dia akan melihat, menilai, dan menginternalisasi kejadian2 yg dia saksikan (atau alami, jika Narator jg berfungsi sbg tokoh) selaiknya anak remaja. Kalo Naratornya Anak Bocah, begitu juga. Kenaifannya harus muncul.

Misal: Kita bikin cerita ttg seorang koruptor. Narator yg dipakai untuk cerita adalah si Koruptor itu, alias kita menyatukan fungsi naratorial kepada protagonis, MAKA tindakan korupsi itu HARUS dinyatakan sebagai BENAR oleh Narator, walau penulisnya menganggapnya SALAH.

enulisnya pengen menyatakan bahwa korupsi itu salah padahal naratornya Aku Koruptor? Ya, jangan masukin nilai itu lewat suara narator (bisa bikin gak koheren). Masukin nilai itu lewat jalan lain. Misal: Plot. Buat si Aku tertangkap dan dihukum mati.

Jadi, pas mulai nulis, si PENULIS harus SADAR, bahwa: Walaupun, dia bercerita lewat EKSPRESI POV AKU, "aku" di situ BUKAN dirinya. "Aku" dalam naskah adalah si Narator yg HARUS memandang kejadian2 dlm dunia fiksi lewat ideologi n nilainya sendiri, BUKAN PENULIS.

Gimana proses menemukan siapa si Narator? Eksperimen. Pindah2in sudut pandang penceritaan.

Misal: Kita punya cerita ttg seorang koruptor yg tertangkap lalu dihukum mati. Buat dulu sinopsisnya. SELALU buat sinopsis pakai kata DIA (walaupun kelak kita bercerita pakai Narator Aku). Trus, eksperimen deh. Siapa yg akan bercerita? Si koruptor sendiri? Petugas KPK? Anaknya?
Sudut2 pandang itu yg namanya POV. Jadi, saran saya: BUANG dulu tuh keyakinan yg bilang: POV adalah ttg pake kata DIA, AKU, atau apaan lagi. Ini mitos yg menyesatkan. POV bukan ttg kata ganti apa yg dipake.

Namanya aja: POINT OF VIEW. Maksudnya apa sbnrnya? POV adalah CARA narator berdiri dan memandang cerita yg sdg berlangsung. Seberapa dekat si Narator dg cerita itu. Narator sbg pencerita bebas, tentu bakal beda sama Naratornya adalah anak si koruptor.

Mau bikin si Narator sbg pencerita bebas tp masuk cerita? Bisa. Buat si Narator jd salah satu tokoh yg tdk per se terkait cerita, trus nyeritain si Koruptor sbg DIA. Misal: Koruptor diceritakan sm tukang kebunnya. Tukang kebun dijadikan POV. Alias, titik pandang atas kejadian
Trus, stlh coba2 POV, tentuin, si Narator ada di mana. Narator Tukang Kebun, Narator Koruptor, Narator Anak si Koruptor, akan menghasilkan model penceritaan yg beda2. Mau pake smua? Bisa. Suruh gantian cerita. Sinopsis yg sama akn mnghasilkan cerita yg BEDA, klo POV-nya beda

Stlh POV ditentukan, hidupkan si NARATOR duluan sblm tokoh2nya. Buat Narator jd PENGUASA dunia fiksinya. Narator Tukang Kebun punya dunia yg beda dr Narator Koruptor. Artinya? POV adlh batasan si Narator. Posisi Narator menentukan tingkat kesulitan pnyampaian info dlm cerita.

Kita akan kesulitaan utk menceritakan proses si Koruptor melakukan tindakan korupsinya kalau si Narator adalah tukang kebun. Jadi, gimana? Ya, pindahin (atau tambahin) posisi Naratornya, misal: Narator Sopir. Buat si Sopir yg cerita ttg si Koruptor.

Gak mau pusing? Pakai Narator Murni. Dia nggak terlibat dlm cerita. Narator Murni ini bebas pindah2 sesuka dia, bisa masuk kepala siapapun. Ini jenis narator paling minimum bikin kejanggalan klo penulis mau masuk2 k cerita. Walau ttp ga disarankan penulis ikut2an dlm cerita.

Oiya... walaupun suatu cerita disampaikan lewat Narator Murni alias pakai Ekspresi POV Dia, bukan berarti Naratornya tidak punya karakterisasi. Kalau model ini yg dipakai n penulis gak bikin karakterisasi si Narator, BIASANYA yg muncul adalah karakter penulisnya.

Kita bisa aja bikin karakter Narator Murni yg sinis, sarkas, atau apapun yang beda dari karakter kita sendiri sbg penulis. Ini yg bikin pembaca bisa menemukan tulisan nggak secara per se bisa menggambarkan si Penulis. Narator dan Penulis adalah dua sosok berbeda.

Sederhanannya, gw cerita ttg sinopsis cerita gw seakan2 tokoh2 itu memang orang2 yg hidup. Trus, gw liatin mata temen gw. Klo belekan gw suruh cuci muka dulu. Wkwkw. Kidding Klo mrk kek sdg denger cerita nyata, biasanya nanya: Ya ampun, kok dia bisa dipukulin ama pacarnya?








Pertanyaan dr temen2, gw pake buat menguji di mana bolong2nya cerita gw. Dan itu bisa keliatan dr ekspresi tmn2 gw pas denger cerita lisan gw. Klo ceritanya believable, ekspresi mereka bakal menunjukkan itu. Temen: Elu ud ketemu orangnya? Gw: Ya, nggak lah! Itu fiksi!


Aturan dibuat untuk dilanggar
taken from wisnucuit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad