improving writerpreneurship

Post Top Ad

Tampilkan postingan dengan label success. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label success. Tampilkan semua postingan
Oktober 25, 2017

6 Success Secrets For Enterpreneur

by , in
6 Success Secrets For Enterpreneur



 Saat beberapa minggu lalu bertemu kembali dengan teman-teman lama dan mendapati mereka sedemikian suksesnya, terbit kesadaran bahwa sukses bagaimanapun diraih dengan siasat-siasat, usaha dan kesungguhan, serta meniscayakan kolaborasi.

Berikut beberapa rahasia sukses yang mungkin sudah atau bisa teman-teman juga praktikkan.

Six success secrets: Show up. Speak up. Team up. Don't give up. Lift others up. Look up.

Show up.
Sama halnya dulu waktu aku pertama kali merintis pendirian PAUD aka Pendidikan Anak Usia Dini,
kupikir waktu itu aku tak akan  mungkin berhasil mendirikannya jika aku tidak menunjukkannya. Jadi meski masih tertatih, aku mencari dukungan sana sini dengan menunjukkan terlebih dahulu bahwa ini lho PAUD nya sudah mulai jalan, dan banyak peminatnya. Ayo yuk jadiin dan kembangkan.

Dan teman-temanku yang lebih canggih rupanya mengembangkannya dengan membuka juga pendidikan lanjutan PAUD. Jadi bertahap mereka membuat TK. Lalu tahun depannya lagi SD. Dan beberapa tahun berikutnya membangun SMP.


Speak up.
Siapa sangka jika awalnya semua berasal dari speak-speak alias bicarabicaraku dengan mbok blanjan. Jadi ini juga yang beberapa kali kusampaikan ketika sharing enterpreneur di beberapa tempat. Tempat belanja itu ternyata tempat strategis berkumpulnya ibu-ibu bakal klien PAUD ku.

Lewat promosi mbok blanjan berbekal selebaran dariku, akhirnya PAUD berhasil merekruit 30 murid pertamanya dalam waktu singkat. Wow kan.

Kalau waktu itu aku tidak ngobrol ke mbok blanjan. So speak up!


Team up.
Nah! Ada banyak tangan lain yang membantu keberhasilan PAUD kami, baik yang di Semarang maupun Demak.

Di Semarang, ada almarhum suami yang reputasinya dicintai banyak orang, mertua yang nama besar pesantrennya punya influence, kakak ipar yang kyai dan punya pengaruh, guru PAUD pertama yang membantu menyiapkan semuanya, santri-santri yang kutunjuk sebagai guru pendamping, dan tentu saja guru-guru berikutnya.

Di Demak, tentu saja peran bulikku yang utama sebagai seorang ketua organisasi muslimah terbesar di kota ini, sepupuku yang wara wiri, guru PAUD pertama yang adalah santri bulikku dan kini menjabat kepala sekolah sejak pertama berdiri, serta guru-guru PAUD dan TK berikutnya yang kini berjumlah enam orang.


Don't give up.
Kalau saja kami menyerah ketika murid mulai surut karena sebagian lulus, kemudian murid baru tidak banyak karena ada tetangga yang juga mendirikan PAUD, tentu sekolahan yang dirintis dan berjalan bertahun-tahun itu akan bubar.
Kalau saja kami patah arang karena guru andalan pamit keluar sebab pindah lokasi rumah dan betapa sulitnya mencari guru sepadan, tentu sekolahan tak ada lagi.
Dan masih banyak tantangan lainnya yang niscaya terjadi pada usaha apapun.
Tapi tidak menyerah adalah pilihan yang tepat. 


Lift others up.
Mengangkat guru-guru baru dan mengirimkannya untuk ikut pelatihan. Memberi materi kajian dan pelajaran baca tulis alquran bagi ibu-ibu yang menunggui anak-anaknya sekolah. Mengajak outbound dan rekreasi sesekali. Serta yang terpenting, kalau kata almarhum suami, nguwonge uwong alias memanusiakan manusia.


Look up.
Terus melihat orang-orang serta lembaga-lembaga yang sudah sukses dan belajar banyak dari mereka. Lihat, periksa dan terus perbaiki kinerja kita, tim dan lembaga kita untuk meraih pencapaian dan kesuksesan yang lebih lagi.

Semoga bermanfaat ya catatan kecil ini!



**
Untuk  kerjasama  review, liputan, event, narsum dll
For reservation,  review and any other collaboration
please do not hesitate to contact at 085701591957 (sms/wa)
Line: diannafi57
Email: diannafihasfa@gmail.com
Februari 15, 2016

Wild Dream

by , in
Wild Dream




Kamu pasti nggak pernah kebayang ini, karena dia – that little author lady in black- bahkan juga tidak pernah menyangka bahwa mimpi liar ini akan datang padanya. Setelah tujuh bulan pertemuannya denganmu dan tidak berbuah satu mimpipun tentangmu, tiba-tiba saja fajar tadi bunga tidur itu datang. Dalam mimpinya, grup kalian manggung tapi tanpa kamu- si Ngocol- dan teman akrabmu-Si Bijaksana. Daaan…nggak tahu gimana setelah manggung dan ketemu di backstage, tiba-tiba teman grup Band-mu Si Ganteng Yang Galak itu melumat bibirnya. That little lady in black menikmatinya, tetapi sebelah matanya melirik temanmu yang satu lagi – Si Ganteng Tapi Manyun – dan dia bilang, “please, jangan cerita keSi Ngocol.”

Oh my! Mimpi apa pula itu!  Perempuan mungil itu terbangun dan ketawa nggak jelas. Ki maksude ngimpine ki opoooo…. Ahahaha :D

Btw, that’s just intermezzo, right?

Coz semua orang tahu sebenarnya dua temanmu yang lain itu lebih ganteng dari kamu. Tapi entah karena suaramu yang lebih merdu, atau karena kamu front man, atau karena dirimu yang nyata-nyata lebih kharismatik.
Terbukti tiap kali  pasukan fans alias penggemar band kalian aka fans-mu kumpul untuk menemui kalian, entah itu sebelum atau sesudah manggung (baik di venue/lapangan atau di TV)   selalu mereka tetap setia menunggumu keluar untuk menemui kalian. Menunggu dengan was-was dan excited, karena kamu meski mau kadang terlalu capek atau sakit sehingga tak kuat untuk beraktifitas lebih, berharap kamu akhirnya muncul, memberi salam dan menyempatkan foto bersama-sama   dengan mereka.
Yach, padahal di situ mungkin tadinya sudah komplit semua. Tiga belas orang pasukan perang juga tiga temanmu pemain  Band, Si Bijak, Si Ganteng Tapi Galak dan si Ganteng tapi Manyun.  Mereka masih belum cukup untuk para fans-mu. Kamulah maskotnya, masternya, kamu yang dnanti-nanti.

Meskipun begitu, kamu tetap lembah manah, rendah hati, tidak sombong dan menghargai semua penghargaan yang datang padamu. With most grateful  and thankfulness. Mungkin sebab itulah kamu makin dicintai dan dibanggakan serta diteladani.



Februari 14, 2016

Tergila-gila indonesia

by , in

Tergila-gila Indonesia




Manggung dan konser di banyak kota di seluruh pelosok Indonesia membawa keberuntungandan other privilege. Kamu jadi punya banyak peluang untuk mendatangi berbagai tempat wisata maupun yang bersejarah di sela-sela jadual manggungmu. Seperti saat mengunjungi Kota Blitar, kamu menyempatkan diri untuk berziarah ke Makam Bung Karno. Akhirnya salah satu keinginanmu terpenuhi. Mata dan hatimu terus menelusuri dari sudut ke sudut Museum Bung Karno seusai ziarah. Kebesaran bapak proklamasi itu seakan menyelubungimu. Sayangnya saat kamu mencoba untuk tidur di ranjang orang nomor satu di Indonesia itu, seorang petugas melarang. Memang sedikit kecewa, tapi setidaknya kamu telah melihat langsung kamar pribadi dan peninggalan beliau.
Saat mengambil gambar di Batu Makam Bung Karno yang berwarna hitam, sesuatu mengejutkanmu. Ada gambar kepala singa di batu hitam itu. Bahkan ada lukisan Bung Karno yang jantungnya bergerak.
Meski bisa travelling di sela-sela jadual konser, kamu sesungguhnya suka sekali travelling terutama dengan kerabat dekat karena menurutmu itu lebih nyaman,  sensasinya berbeda,  seru dan momennya benar-benar terasa.
Kamu merekam setiap perjalanan dan persinggahanmu dengan kamera. Selain vespa dan  travelling serta tentu saja menyanyi, memotret menjadi kesukaanmu yang lainnya. Awalnya iseng saja dengan handphone pribadi, lama-lama beranjak ke action cam. Beberapa merk Sony adalah favoritmu.



Kamera Sony Alpha A5100 adalah kamera  terbaru milikmu, Ia merupakan varian unik di jajaran mirrorless Sony, yang dulunya pakai nama Sony NEX. Unik karena Sony saat ini sudah punya A5000 (penerus NEX-3) dan A6000 (pengganti NEX6 dan NEX7), lalu hadirlah A5100 yang bisa dibilang adalah penerus NEX5T dengan beberapa fitur yang diambil dari A6000 (walaupun dari bentuk persis sama dengan A5000). Bingung? Singkatnya, Sony A5100 adalah A5000 dengan sensor 24 MP yang dilengkapi piksel pendeteksi fasa untuk auto fokus sehebat A6000. Kami menguji kamera A5100 ini dengan lensa kit 16-50mm powerzoom dan juga lensa 18-105mm f/4. Simak review kami selengkapnya.
Fitur utama Sony A5100 :
§  sensor 24 MP ukuran APS-C
§  hybrid AF (179 titik deteksi fasa, 25 area deteksi kontras)
§  ISO 100-25600, burst 6 fps
§  layar sentuh (tapi cuma untuk memilih titik fokus dan memotret)
§  built-in flash, bisa di bounce
§  simultan recording full HD dan HD720, ada XAVC S codec
Perbedaan utama dengan A6000 :
§  A5100 tidak ada jendela bidik
§  A5100 tidak ada flash hot shoe
§  A6000 tidak bisa sentuh layar


Kamera mirrorless mungil ini terlihat pas bila dipaketkan dengan lensa 16-50mm powerzoom. Tampak depan ada dudukan lensa E-mount standar Sony, di bagian atas tidak ada roda dial PASM ataupun flash hot shoe, di belakang ada berbagai tombol umum seperti MENU, movie, roda untuk ganti setting, D pad (kendali 4 arah), tombol DELETE dan HELP. Tidak ada tombol Fn di A5100, untuk itu melalui pengaturan menu kita bisa atur kegunaan tombol HELP menjadi fungsi lain yang menurut kita penting. Untuk berganti mode misal Auto, PASM, movie, scene mode dsb bisa menekan tombol OK lalu memutar roda. Agak repot memang, tapi kamera ini memang didesain minimalis dan tidak cocok untuk fotografer yang sering berganti setting dengan cepat.
Tampak depan dengan LCD di flip ke atas dan lampu kilat terangkat. Layar LCD ini punya resolusi tinggi dan aspek rasio 16:9 yang lebih optimal untuk rekam video HD. Foto bawah : tampak belakang.
Dirancang tanpa jendela bidik, maka satu-satunya cara untuk memotret adalah dengan live view melalui LCD utama. Karena layar di A5100 punya aspek rasio 16:9 maka foto dengan aspek rasio 3:2 akan menyisakan baris hitam di kiri dan kanan layar, yang secara jeli dimanfaatkan Sony untuk indikator setting. Dengan demikian sepintas kita bisa meninjau setting kamera sebelum memotret, misal contoh tampilan setting di bawah ini menunjukkan kamera dalam mode P, 1/60 detik, f/5.6 ISO Auto, drive mode Continuous Hi, fokus servo AF-S, WB 4800K, baterai 35% dan masih banyak lagi informasi tambahan lainnya. Bila semua tulisan di kiri kanan ini justru tampak mengganggu, bisa dihilangkan dengan menekan tombol DISP.
Menu khas Sony Alpha cukup berbeda dengan Sony NEX, disini menu disusun mendatar dengan berbagai tab dan nomor. Cukup rapi, walau agak memusingkan di awal. Tidak ada My Menu atau Custom Menu sehingga kita harus hafal setiap setting favorit itu ada di tab apa dan nomor berapa. Tab yang paling pertama adalah Tab Shooting Menu yang terbagi atas 8 halaman (!). Jadi misal anda ingin mengganti WB maka masuklah ke Tab Shooting Menu halaman 5, baris kedua. Untuk mengubah fungsi tombol menjadi sesuai kebutuhan kita, masuk ke Tab kedua (Setting Menu) halaman 5 baris kedua. Disana bisa diatur tombol Center, Left, Right, Down dan Button menjadi fungsi lain semisal AF, WB Image Quality dan sebagainya.
Pengaturan video juga cukup lengkap, dengan opsi format video XAVC S (25p/50p 50 Mpbs, pastikan kartu memori yang dipasang punya spesifikasi tinggi), AVCHD (ini yang lebih umum) dan MP4 (hanya ada pilihan 1440×1080 12Mbps dan 640×480 3 Mbps). Untuk AVCHD kita bisa memilih berbagai frame rate seperti 25p (FH 17 Mbps dan FX 24 Mbps), 50i (FH 17 Mbps dan FX 24 Mbps) dan 50p (PS 28 Mbps). Perhatikan kalau di format XAVC S tidak bisa memakai fitur Dual Video REC karena tingginya bandwidth video.
Pada Shooting Mode kita bisa beralih dari Intelligent Auto, Superior Auto, P, A, S, M, Movie Mode (didalamnya juga ada pilihan P,A,S,M untuk movie), Sweep Panorama dan Scene Selection yang berlimpah (Portrait, Sports Action, Macro, Landscape dll). Yang kami suka dari Scene mode ini disertai penjelasan dan contoh fotonya sehingga membantu untuk pemula. Contoh dibawah ini adalah tampilan di LCD saat mengakses Scene Handheld Twilight.
Kinerja kamera A5100 terasa responsif, tidak terasa ada shutter lag, auto fokus juga cepat seperti prediksi kami. Dengan kemampuan tembak hingga 6 foto per detik maka kamera pemula ini sudah menyamai DSLR kelas semi pro. Saat kami uji menembak cepat kamera ini sanggup meladeni tanpa kesulitan. Suara shutter terdengar lembut sehingga meski dipakai menembak kontinu suaranya tidak terlalu berisik. Pada playback mode, roda belakang sangat berguna untuk melihat banyak foto bergantian secara cepat. Kemampuan lampu kilat memang terbatas, paling hanya untuk menerangi obyek yang jaraknya 2-3 meter saja, untungnya flash di kamera ini bisa dipaksa ke atas untuk bounce ke langit-langit.
Urusan sensor 24 MP di kamera ini tentu sudah setara dengan kamera modern lain yang punya ciri kualitas ISO tinggi yang baik sampai ISO 1600 dan bisa menjaga noise tetap minimum di ISO diatasnya. Kami menguji berbagai setting dari ISO 100 sampai ISO 25600 dan terlihat memuaskan, warna dan detail tetap terjaga di ISO 3200 sampai ISO 6400. Berikut contoh berbagai ISO selain ISO dasar, mulai dari rentang yang aman (ISO 200-1600) dan rentang yang tinggi (ISO 3200-25600). Cek juga file aslinya di flickr untuk memastikan dalam tampilan 100
auto fokusnya sudah memakai sistem hybrid AF, perpaduan antara deteksi kontras dan deteksi fasa. Secara teori sistem ini menggabungkan dua keunggulan dari masing-masing cara, deteksi fasa untuk kecepatan dan deteksi kontras untuk akurasi fokus. Hanya bila kondisi agak gelap barulah kamera ini bergantung pada deteksi kontras saja. Di A5000 (kamera  sebelum A5100) tidak ada sistem hybrid AF, yang ada hanya deteksi kontras layaknya kamera non DSLR pada umumnya. Sony A5100 diberikan fitur hybrid AF yang persis sama dengan milik Sony A6000 yang mana kami akui merupakan peningkatan yang signifikan untuk ukuran kamera pemula.
Untuk mode AF-C yang khusus dirancang mengikuti fokus pada subyek yang bergerak, kamera A5100 ini dengan baik bisa menjaga fokus pada subyek yang bergerak, khususnya mendekat atau menjauh dari kamera. Contoh foto di atas diambil pakai pode fokus AF-C, dengan lensa 18-105mm f/4. Hal ini tidak lepas dari adanya fitur hybrid AF, tidak terlihat adanya  focus hunting saat mencari fokus ke benda yang bergerak. Kami menguji juga bagaimana kamera ini bisa melakukan auto fokus kontinu saat kamera dipakai untuk memotret berturut-turut. Kombinasi antara 6 fps dengan hybrid AF tentu membuat penasaran apakah kamera ini bisa menyamai kinerja DSLR kelas cepat?
Dalam pengujian di lapangan, kamera ini dalam mode AF-C mampu mengunci gerakan sepeda atau anak-anak yang bermain bola yang arahnya mendekati kamera. Dengan memakai mode burst 6 fps bisa dianalisa rasio sukses dan gagalnya. Dari beberapa kali pengujian umumnya kamera A5100 berhasil menjaga fokus pada subyek utama, walau kadang juga fokusnya meleset ke belakang.

Menjadi kamera pemula tidak berarti kompromi pada performa. Sony A5100 menunjukkan bahwa kinerja cepat dengan auto fokus yang modern bukan hanya milik kamera kelas mahal saja. Sebagai kamera modern, kita juga akan menikmati sensor 24 MP yang detail, kemampuan ISO tinggi yang masih layak, fitur WiFi dan NFC serta prosesor yang cepat. Adanya sistem layar sentuh merupakan bonus menarik, walau kami akan lebih senang andaikata bisa mengatur setting dengan menyentuh layar. Sayangnya layar sentuh di A5100 ini hanya bisa untuk memilih titik fokus dan untuk memotret saja. Memang karena ukurannya yang kecil kita harus kompromi pada hal-hal lain seperti jendela bidik, flash hot shoe, roda dial PASM dan tombol Fn yang semuanya absen di kamera ini.
Fitur lain yang cukup mengejutkan untuk kamera A5100 adalah kemampuan videonya, dimana kita bisa mengatur eksposur secara manual saat rekam video, juga memilih format pro XAVC S dan ada dual recording di mode AVCHD. Dengan hybrid AF, rekaman video juga lebih terbantu dalam hal auto fokus yang mulus dan tidak hunting. Sayangnya saat sedang merekam video, kamera ini tidak bisa ‘dipaksa’ untuk mengambil foto juga (dengan menekan tombol shutter). Memang tidak banyak kamera yang bisa memotret saat sedang rekam video, Sony A5100 ini salah satu yang tidak bisa. Kekurangan kecil lain yang tergolong lumrah adalah dalam hal baterai dimana selain ukurannya yang relatif kecil, juga cara mencharge baterai yang seperti ponsel (mencolokkan kabel USB ke kamera maka baterai akan terisi) repot kalau kita ingin mengisi baterai cadangan.
Tapi dengan segala kelebihannya, Sony A5100 memberi ‘warning’ pada produsen lain bahwa teknologi terus berkembang dan bukan hal yang sulit untuk menerapkan semua hal baru di kamera pemula sekalipun
Berbekal kamera sony alpha ini kamu menjelajah banyak pantai, juga hutan-hutan, perbukitan, pegunungan, padang pasir, padang rumput, danau-danau, sungai-sungai besar dan banyak tempat lainnya. Membuatmu makin tergila-gila dengan Indonesia.

Februari 13, 2016

Totem

by , in


TOTEM


Meski wajahnya bundar dan pesek, kalian sepakat menamai burung hantu di tengah hutan pinus Imogiri Jogja ini dengan julukan Si Ganteng.   Konon katanya ia tidak bisa memutarkan bola matanya yang besar. Oleh karena itu untuk mengikuti pergerakan mangsanya, ia harus memutar kepalanya seratus delapan puluh derajat.

Kamu mengamati selaput bening yang melapisi seluruh bagian bola matanya. Kemampuan melihatnya konon seratus  kali lebih hebat dibandingkan dengan manusia. Sehingga meskipun terbang dalam pekat malam ia tak mungkin menabrak. Sayang sekali Si Ganteng ini tak lagi sama. Entah siapa yang tega melukainya.

Kamu elus bulu sayapnya yang sangat halus. Begitu halusnya sehingga saat ia terbang nyaris tidak menimbulkan bunyi.
“Yups, arah sana, Zal!” temanmu meneriakimu, si Ade sahabat kentalmu yang juga suka fotografi.
Kamu mengikuti arah telunjuknya. Rupanya supaya pandangan matamu sama dengan arah pandangan Si Ganteng. Sekilas kamu lirik kedua  bola matanya yang terletak di bagian depan, mirip dengan posisi matamu.  Kamu amati wajahnya yang terlihat rata.
“Mateeeek! Keren abis, Zal. Cakeep!” Ade mengacungkan jempolnya ke arahmu, sementara tangan satunya menempelkan kamera ke bahu. Mungkin dia akhirnya lelah setelah seharian ini hunting shot-shot bagus.
Kamu sendiri masih tak hendak menurunkan Si Ganteng dari lenganmu. Mungkin karena meskipun dia predator tapi tidak memiliki gigi sehingga kamu merasa aman.
“Kalau tak  punya gigi, gimana ia makan?” tanyamu pada guide  tour yang mengantar kalian akhir pekan ini menikmati pojok Jogja.
 “Ia akan menelan bulat-bulat mangsa kayak tikus, kadal, kodok dan semacamnya setelah dicabik-cabik dengan paruhnya. Bagian-bagian tubuh mangsanya yang tidak bisa dicerna, seperti bulu dan tulang, akan dimuntahkan kembali melalui mulutnya,” jelas guide tour yang sebenarnya adalah fans-mu dan sukarela mengantar kalian berkeliling kota eksotis ini.
Tiba-tiba saja kamu terpikir untuk menjadikan Si Ganteng ini sebagai totem-mu. Kamu pernah membaca sebuah artikel, katanya ada lebih dari 150 spesies burung hantu di dunia. Ia bisa ditemukan di semua habitat yang berbeda di seluruh dunia kecuali Antartika.
“Apanya yang sama?” tetiba kamu lemparkan tanya pada Ade.
Kamu perhatikan  telinga Si Ganteng asimetris, berbeda ukuran dan ketinggiannya di kepalanya.
“Posenya yang sama. Gantengan kamu lah,” sahut Ade,”sedikit…hahaha.”
“Kapang! Perhatikan tuh telinganya nggak sama.”
“Oh justru ini yang membuat pendengaran Si Ganteng unggul dan memiliki kemampuan untuk menentukan posisi mangsa, bahkan ketika ia tidak dapat melihat mangsanya,” si guide tour menjelaskan.
Kamu belai jumbai “telinga” di kepala Si Ganteng yang sebenarnya bukan  telinga.
“Jumbai bulunya  ini bisa menunjukkan mood Si Ganteng, membantunya dalam kamuflase, atau menunjukkan agresi,” Ade dengan gaya sok tahunya nimbrung.
Kelak kamu juga membaca kalau ternyata bentuk muka rata dan bulat burung hantu mampu menyalurkan suara ke telinga burung ini dan memperbesarnya sebanyak sepuluh kali lipat untuk membantunya mendengar suara-suara yang tidak dapat dideteksi manusia.
“Melotot terus  dia,” pandangmu tak henti-henti takjubnya.
“Ada soket mata bertulangnya sehingga dia tidak dapat mengerlingkan mata,” sahut Ade.
“Wow!” decakmu kagum saat Si Ganteng  memutar kepala mereka hingga 270 derajat.
“Gimana tidurnya kalau melotot gini mulu?” kamu membawa Si Ganteng pindah dari sisi lengan kananmu ke lengan kiri.
“Ada tiga kelopak matanya,  satu untuk berkedip, satu untuk tidur, dan satu untuk menjaga mata tetap bersih dan sehat. Yuk sambil ngopi di sana,” ajak si Guide Tour sambil menunjuk saung di dekat pohon pinus besar.
Hutan pinus Imogiri  Jogja ini serasa oase setelah kamu sebulan penuh kemarin konser di berbagai kota dan pulau  tanpa henti. Kakimu melangkah menapaki bumi yang tertutup ranting-ranting dan dedaunan juga biji pinus yang berjatuhan.
Sementara kalian ngopi, si Guide Tour terus bercerita tentang Si Ganteng seolah menjawab seluruh keingintahuanmu.
“Yang jenis barn owl bisa makan hingga 1.000 ekor tikus setiap tahun, sehingga banyak petani mencoba mengundang burung ini untuk membantu mengendalikan populasi tikus di lahan pertanian.”
“Tikus ya?”
“Yups, tapi dia makan serangga nokturnal, ikan, dan burung lainnya juga.”
“Ini apa nih?” kamu menemukan sesuatu di dekat kaki.
“Oh Si Ganteng biasa memuntahkan pelet keras yang terdiri atas serpihan tulang, bulu, gigi, dan material makanan lainnya yang tidak bisa dicerna.”
Sementara Si Ganteng duduk manis bertengger di pinggiran saung, kamu memperhatikannya lebih detail.   Dua jari-jari kakinya menunjuk ke depan dan dua jari-jari kaki yang lain menunjuk ke belakang. Kelak kamu tahu itu namanya kaki zygodactyl  dan konfigurasi ini memberikan cengkeraman yang lebih kuat sehingga mereka dapat menjadi predator yang efektif.
“Yang ini jantan ya?”
“Lhah namanya saja Si Ganteng, bray,” Ade menepuk bahumu sambil terbahak.
“Tahu nggak kalau yang  betina justru lebih besar, lebih berat, dan lebih agresif dari pejantan.”
“Wow!” tiba-tiba kamu ingat seseorang, salah satu mantan.
“Yang betina sering memiliki warna yang lebih kaya.”
“Ya iyalah. That’s woman, pesolek,” gurauanmu memancing tawa yang lain.
 “Dia pergi pagi pulang pagi kayaknya,” candamu lagi.
“Oh kayak kamu bahkan dia berpindah ke sana sini, nomaden untuk mencari sumber makanan terbaik,” seloroh Si Guide Tour.
Dia pun bercerita kalau fosil burung hantu telah ditemukan berumur hingga 58 juta tahun yang lalu. Fosil burung hantu terbesar, Orinmegalonyx oteroi, memiliki tinggi sekitar tiga meter.
“Termasuk binatang langka ya dia. Kayaknya nggak banyak jumlahnya,”  matamu mengamati sekeliling hutan yang sepi.
“Yups. Ancaman terbesar baginya adalah hilangnya habitat. Banyak  pestisida yang meracuni burung dan persediaan makanan mereka, bahkan ada orang yang tega menganiayanya karena kepercayaan negatif.”
Memang banyak kepercayaan yang mengaitkan burung hantu dengan nasib buruk, kematian, dan lain sebagainya dalam banyak kebudayaan.
“Padahal dia menjadi simbol budaya dan telah ditemukan pada lukisan gua di Perancis, dalam tulisan hieroglif Mesir, dan bahkan dalam seni suku Maya.”
Kamu membelai  kepala dan bulunya, merasai luka dan  ketakutannya, serta seolah menemukan kesamaanmu dengannya.

Februari 12, 2016

Dia Mengalir Di Dirimu

by , in
Dia Mengalir Di Dirimu








Ada satu lagi kunci sukses yang sepertinya kalian miliki. Kuncinya kunci, restu orang tua dan doa. Relijiousitas tampak sekali terpancar, terutama gitaris yang seringkali pundaknya menjadi tumpuan lelah dan resahmu. Kamupun sama relijiusnya, hanya sering tak kau tampakkan.
Paduan kerja keras lahiriah dengan doa sebagai bekal batiniah dan spiritual menjadikan langkah-langkah kalian mantap, melaju percaya diri
dan itulah yang menjadikannya magnet bagi penggemarmu. Kalian melakukan pekerjaan kalian dengan penuh cinta,sehingga cinta jugalah
yang berjalan menuju kalian. Hati dibalas hati, jiwa dibalas jiwa. Kalian menyadari ini dan mempertahankannya dengan terus tetap merunduk.
Berendah hati bahwa ini semata karunia. Kalian hanya ingin berkarya sepanjang nafas dan memberikan persembahan terbaik bagi kehidupan.
Sesederhana itu sehingga tak mengeluh juga jika tersebab kerja dengan rombongan sangat besar itu menjadikan masing-masing bagiannya jd sedikit.
So kamu masih belum geser dari bervespa. Bisa saja kamu ambil kredit untuk motor besar atau mobil mewah, tapi kamu memilih apa adanya,sdrhn.
Meski relijius, kalian tak bisa menolak undangan-undangan manggung di pub. Dan sebagai front man, kamu yang berusaha menyesuaikan diri. Kadang melakukan sesuatu yang bagi penggemarmu adalah sesuatu yang keliru. Seperti saat di pub jogja dan kamu terlihat menenggak dari botol bir saat bernyanyi. Spontan para penggemarmu protes. Mungkin di venue alias spot, juga di sosmed. Mereka kecewa kamu 'minum'. Meski ada juga.
yang membelamu dg bilang eh siapa tahu isi botolnya sudah diganti air mineral. Ada yang membela dengan bilang yach kamu kan harus sesuaikan diri
Sering kau sematkan doa dalam status dan postinganmu, salam juga tutur relijius pun acapkali kau lontarkan ketika manggung di mana-mana.

Mungkin itu pula yang membuat banyak orang jatuh hati dan simpatik padamu. Perpaduan antara gaya cool vokalis dengan kesalihan pribadi dan social
Suatu kali saat liburan di sela kerja manggung di Bali, kamu menemukan seorang bapak tua menepi di ceruk dekat pantai tempatmu refreshing.
Kau tak bisa menahan ketakjubanmu. That's best momen on your holiday, menyaksikannya ruku dan sujud dengan khusyu. Sehat-sehat ya pak, doamu.
Semoga aku juga bisa sepertimu pak tua, katamu. Meyakini bhw segala sesuatu ada di tanganNya membuatmu merasa tak perlu jumawa. Just like dust.
Bagimu bermusik adalah juga ibadah. Darinya kamu bisa menafkahi keluargamu dari jalan yang halal. Lewat music kamu menghibur dan  membawa bahagia bagi banyak orang. Kesadaranmu akan keajaiban ilham dan inspirasi yang Dia percikkan pada kalian, membuatmu makin mengagumiNya.
Maka ketika the little lady in black memberimu buku-buku yang membukakan kembali mata hatimu setelah sempat ‘tersesat’ kamu seakan  memperoleh setitik cahaya dan menemukan dirimu kembali. Seolah Dia mengirimnya untuk tidak semakin jauh dari rel yang semestinya. Meski kamu tak yakin akan ada apa lagi atau siapa lagi setelah kamu memutuskan untuk menepi.





Post Top Ad