Bazaar 100 UMKM dan Pentas Seni Budaya di Lapangan Bangsri Jepara
Baca juga rangkaian acara lannya dari Kongres Ulama Perempuan:
Traveling ke Makam Kalinyamat, Museum Kartini dan Pantai Bandengan Jepara
Bazaar 100 UMKM dan Pentas Seni Budaya di Lapangan Bangsri Jepara
Baca juga rangkaian acara lannya dari Kongres Ulama Perempuan:
Traveling ke Makam Kalinyamat, Museum Kartini dan Pantai Bandengan Jepara
Film Favorit Dian Nafi
Sebagai seorang hybrid writerpreneur, menonton film bagi dian nafi tentu saja merupakan sunnah kalau tidak bisa dikatakam sebagai wajib sih. Hehe. Kalau ada film film baru yang bagus, baik itu produksi luar negeri maupun dalam negeri, aku berusaha menontonnya. Apakah itu menonton di bioskop atau di tempat lain. Baik sendirian, sama anak-anak ataupun kawan-kawan. Lebih senamg lagi kalau pas dapat tugas liputan atau promo film. Karena selain gratisan nontonnya, juga dapat uang kompensasi untuk liputannya. Eaaaa.
Ngomomgin soal film favorit, ada banyak banget lah. Kalau yang akhir akhir ini aku suka film Mencuri Raden Saleh. Bukan karena itu produksinya visinema angga sasongko yanh notabene anak perudahaannya pak Gita Wirjawan yang adalah dosen dan idolaku ya. Tapi memang beneran filmnya bagus banget. Baik dari segi sinematografi alur cerita yang tak biasa, penuh twist dan permainan akting bintang bintang mudanya yang ciamik.
Kalau film luar negeri tentu saja aku suka produksi marvel. Superhero films ini adalah menu wajib yang harus kutonton karena menuruti keinginan anak anak remajaku yang juga penasaran. FOMO fear of missing out alias gak mau ketinggalan tadinya yang menjadi motivasi awal. Tapi setelah beberapa kali nonton spiderman, batman, dan lain lain termasuk endgame, lama-lama nyandu juga. Sadar bahwa film filmnya memang yahud.
By the way anyway busway, aku sebenarnya punya film favorit dari dulu sampai sekarang yang kalau nonton masih suka nangis gregetan. Macam kuch kuch hota hai, kabhi kushi kabhi gam, dan film film shakhrukh khan lainnya. Maklum, ngefans berat hehe.
Film film lain yang mungkin tidak viral atau populer tapi aku suka, ada juga. Biasanya karena direkomendasikan oleh teman, saudara atau kenalan dan kolega.
Masih kepikiran lho sampai sekarang. Kapan ya kira-kira cerita novel atau cerpenku juga difilmkan. Eaaaaa.
Aamiin ya Allah. Ya robbal alamiin.
Kalau kamu, apa film favoritmu?
Whistle Blowing Series by Dian Nafi
Suka Drakor atau Nggak?
Ini pertanyaan yang sungguh sulit.
Masalahnya adalah bukan suka atau tidak suka. Tapi tidak sempat.
Beneran!
Karena suatu kali saat aku sedang berada dalam barisan panjang antrian untuk mengurus perpanjangan surat ijin mengemudi, alias sim, aku terpaku melihat drama korea yang ditayangkan di televisi ruangan kantor polres itu.
Lah ternyata drama korea menarik banget ya. Seru. Pemain pemainnya sangat natural, tidak tampak sedang acting, dan kostum serta setting lokasi juga vibe nya so believable.
Pantesan aja banyak yang suka dengan drama korea. Dua adik perempuanku itu juga fans berat drama korea. Kalau mereka bertemu dan ngobrolin drama korea, pasti seru banget.
Pernah beberapa kali aku mendapati adikku tengah menangis gero gero dan dlewer dlewer di ruang tengah rumah kami, karena dia lagi nonton drama korea.
Trus pertanyaannya kok sampai gak sempat nonton drama korea ki lho ngapain aja?
Ya banyak yang dikerjakan.
Trus pertanyaan berikutnya mungkin adalah tapi kok kalau ada film barat atau film indonesia yamg bagus, dibela belain dan disempat sempati pergi ke bioskop?
Lah ya iya, karena kadang ada kebutuhan untuk merefresh dan menggali kepiawaian telling story nya para film maker tersebut. Atau juga karena ingin keep in touch dengan para pembuat ataupun pemain filmnya. Karena setelah nonton bisa mention mention atau nge tag nge tag.
Sebabnya mungkin dari kecil memang aku sukanya film barat dan film india malahan. Drama korea ini datang kan belakangan pas aku sudah tua ini. Eaaaa.
Eh pernah juga ding aku nonton drama korea yang bikin aku nangis parah, berlinang air mata, sampai kepalaku pusing. Mungkin juga ini salH satu aspek kenapa tanpa sadar aku tidak begitu nonton drama korea. Khawatir nangis nangis lagi yang sampai bikin pening kepala. Mungkin lho yaaa.
Oh ya satu lagi, mungkin aku khawatir bakal kecanduan drama korea kayak yang teman-teman ceritakan di media sosial. Kecanduan yang bisa merampas waktu lain padahal sudah ada alokasi tugasnya, kan ya berabe. Ya kan
Btw aku mau deh coba nonton drama korea lagi. Sini sini kasih judul judul drama korea rekomendasimu
Dian Nafi: Spiritual, Religiousity, Islamic, Deradicalization, Moderation, Tolerance, Humanity
Dian Nafi: Spiritual, Religiousity, Islamic, Deradicalization, Moderation, Humanity
Hj. Dian Nafiatul Awaliyah, ST. MPP.
Attend
2nd Biennale International Conference at Netherland (Theme: Seeking the middle
path (Al Wassatiyyah) articulations of modern Islam), 2019
Attend
the 6th interfaith dialogue NICMCR at Wassenaar Netherland, 2019
Women
Poverty, Polygamy and Radicalism at international conference at Radboud
University, Nijmegen, Netherland, 2019.
Hybrid
Paradox Mode for Resilience at the
Barcelona Conference on Arts, Media & Culture, 2021
Hybrid
Paradox Strategy for Community Engagement at Southeast Asia Conference on
Media, Cinema and Art, 2021
Hybrid
Paradox Approach for Depolarization and Deradicalization at Star Scholars Conference, 2022
Alhikam
Religious Book Insight for Resilience Mindset at the Asian Conference on
Ethics, Religion & Philosophy 2020
Shaping
Religious and Ecologist Youth through Literacy at ICAS 2021
Demak
Coastal Conflict Resolution at
Resolution Conflict Collaboration Journal Padjadjaran University, 2021
Kolaborasi,
Hasfa Publishing, 2021.
Finalist Fellowship TEMPO Journalism Investigation (theme: radicalism)
Speaking
Theme:Collaboration
at Festival Human Rights, 2021
Theme:Democration
at Gusdurian Discussion, 2022
Education
Public
Policy Master (2020-2022)
Alfattah
Religious Boarding School (1990-1994)
AlMunawwir
Religious Boarding School (1994-1999)
Advocacy
Division at Muslimat NU Demak (biggest religious organization in Indonesia),
2021-2025
Activist
at Gusdurian (Tolerance & Interfaith Community) (2021-now)
Head
of Annisa (Religious Women Organization) Technique Faculty Diponegoro
University (1995-1999)
Head
of Annisa (Religious Women Organization) Architecture Diponegoro University
(1994-1999)
Head
of Annisa (Religious Women Organization) Senior High School (1991-1994)
Beberapa hari lalu aku bertanya di twitter.
Bagaimana sih caranya kalau mau bikin teori, establish sebuah konsep, yang kita dapat dari asumsi. ie: hybrid paradox.
Bagaimana cara elaborasinya, bagaimana cara pembuktiannya, validasinya dll
lalu beberapa mutual di twitter berbaik hati memberikan penjelasan.
Secara ilmiah harus dimulai dari penelitian. Penelitian yang sahih harus menggunakan kaedah metode ilmiah. Salah satu perintah dari metode itu adanya hipotesis awal. Jadi teori tidak dibangun di atas pondasi asumsi, tapi di atas hipotesis yang sudah divalidasi.
Dari penelitian itu kita ambil kesimpulan, baik secara induksi maupun deduksi. Kesimpulan dari penelitian yang dipakai untuk menerangkan hal lain inilah yang nantinya dinamakan teori.
Untuk menguji sebuah teori, kita bisa menggunakan metode matematika atau melakukan penelitian kembali. Metode matematika ini membalikkan persamaan (teorema) matematis menjadi angka-angka yang rasional. Kalau ingin menguji penerapannya, dilakukan penelitian ilmiah kembali.
Kalau naratif saja gak bisa ya. Hrs matematis pembuktiannya?
Tidak harus matematika. Kalau teori berbentuk persamaan matematika, pembuktian BISA dengan matematika. Idealnya adalah dengan penelitian untuk membuktikan kebenarannya di lapangan. Penelitian kan bisa kualitatif, ga perlu statistik juga.
Tergantung pendekatan Mba. Ada dua penalaran yg biasa kita ketahui: Metode penalaran induktif atau deduktif. Asumsiku klo "bikin teori" cenderung dgn metode pendekatan induktif: mis Grounded Theory karena berfungsi mengembangkan teori. Selain itu juga bergantung pada argumen awal.
Argumen berdasarkan pengamatan atau pengalaman paling baik diungkaokan secara induktif. Sedangkan argumen berdasarkan hipotesis, hukum, aturan, atau prinsip lain paling baik diungkapkan secara deduktif.
Terus aku yang rebel ini bertanya lagi dong.
Kalau menganalisa, coding, categorizing data berdasar temuan yg ada,tanpa bekal teori/konsep baku yang sdh ada sblmnya sbg pisau bedahnya, boleh apa nggak? Bisa apa nggak?
teman-teman mutual di twitter berbaik hati menyampaikan opini dan masukannya.
Memaparkan temuan bisa berbeda antara kuanti & kuali. Kuanti merujuk tetap pada RQ, dan jgn sekali2 memasukkan bahasa interpretasi di dalamnya. Kuali lazimnya jd satu hasil & diskusi, kita membangun pola dr kata kunci setiap tema, melihat koneksi dgn pisau analisis (teori).
Apakah boleh menggabungkan bbrp teori sbg pisau analisis? Misal teori hybrid, trus teori paradox, dan kita menyebutnya sbg upaya analisis hybrid paradoz approach?
Maksudnya proses sintesis dia teori yg sudah ada, lalu kita mengkonsepkan sendiri? IMHO, tentu saja bisa tp permasalahannya iklim akademik mungkin akan meminta 'surat ijin meneliti' yg diakui utk memvalidasi 'temuan' itu, misalnya harus lulus doktor
*dua, dulu misal, belum banyak konsep soal manajemen komunikasi bencana. Yang ada adalah konsep manajemen dan konsep komunikasi. Lalu melalui perkembangan ilmiah, proses sintesis kedua konsep itu terwujud. lahirlah skrg teori manajemen komunikasi bencana
Betul. Dan ada bbrp versi juga ya pastinya
Dalam riset, ruang itu tersedia Mba di argumentasi novelty dan kontribusi penelitian meski masih melibatkan penelitian2 sebelumnya. Jd selama argumentasi clear brdsrkan kensenjangan, konsep yg coba dikembangkan bisa diterima.
Aku mau dong diajarin bikin dan mengembangkan konsep sekaligus validatingnya
Btw bisa disimak pemaparan Bung Martin ini Mba, kegelisahan kita bersama soal diskusi ini. (aku dikasih link youtube. alhamdulillah)
Harusnya bisa, apalagi analisis kita bisa jadi teori baru ya heuheu. Tapi karena belum dibukukan dan dipublikasi, belum dapat pengakuan, jadi ya tetap kudu pakai konsep/teori yg sudah ada. Maka, jadi gak boleh
Hahaha padahal Geertz (misalnya) juga sebetulnya "salah" dan dikritik ya dg trikotomi santri abangan priyayi. Tapi sempat dipakai terus dan dipercaya. Padahal, kita mustinya jauh lebih tahu dong, salah sendiri gak bikin publikasi.
kalau publikasinya belakangan nyusul gitu gak boleh ya?
Jadinya, balasan. Theory revisited. Kalau di media massa kan ada tuh tulisan opini disanggah dengan opini lain. Banyak akademisi pinter di negeri ini yg bisa bikin teori baru. Tapi jangan cuma diposting di medsos
Iya, musti dielaborasi dan dipublikasikan ke jalur yg seharusnya. Aku ada bbrp abstrak yg ditolak krn ya itu tadi nyoba2 pakai pisau analisis hybrid paradox, yg tentu saja jd pertanyaan hybrid paradox tuh teorinya yg mana (Lah belum kubikin yg formalnya):D
Wah hebaaat. Ntar dirimu pasti sampai ke titik itu, juga karena produktif dan rajin.
(Amiin ya Rabbal alamiin)
Tergantung pendekatan yang kita gunakan...setiap pendekatan memiliki paradigma yang berbeda mengenai data.
Berarti bisa dan boleh ya, asal pendekatan yg digunakan ada argumennya
Hello, my name is Dian Nafi. Founder of Hasfa Publishing & Institute
Learn More →