improving writerpreneurship

Post Top Ad

Tampilkan postingan dengan label Karakter. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Karakter. Tampilkan semua postingan
September 18, 2022

Kiat Membuat Plot Twist

by , in
Kiat Membuat Plot Twist
Tali, Lama, Pola, Simpul, Tekstur, Baris

cara membaca fiksi, Pasrah. Menebak ending tidak termasuk.
Ada yg caranya sama, ada yg beda, dan ndak masalah. Karena kita mencari hal2 yg beda dr aktivitas membaca. Dan semuanya benar


Kadang, membaca fiksi perlu pasrah. Sama kek dunia nyata, ndak semua hal dalam dunia fiksi harus, perlu, dan bisa dimengerti. Kita boleh dan bisa ndak ngerti. Yang perlu cuma dilewati, dibaca.
Sering, baru belakangan kita bisa ngerti apa maksudnya. Atau, tidak.

"Menebak Ending cerita" memang bawaan mungkin semua orang. Bukan cuma fiksi, tapi semua kejadian apa pun yg mengandung cerita. Misal: ada temen yg malem ujian main PS semaleman. Sometimes, we can't help but guess "Ini anak bakal gak lulus". Ketika dia lulus: Plot twist

Ini sebabnya saya menduga(-duga saja) bahwa cara kita membaca fiksi (bisa) mencerminkan bagaimana cara kita memandang orang lain juga. Dan ini hal wajar. Karena, sbg manusia, kita selalu berusaha utk memahami dunia di sekitar kita.

Kita adalah makhluk yg antisipatif. Berdasarkan sedikit clue n cue kita mencoba menebak seperti apa kejadian berikutnya. Ini bagian dr insting survival kita. Sbnrnya PLOT TWIST itu TIDAK ADA. Yg ada adalah Kita melewatkan tanda2 yg halus atau subtil atau tidak terlalu tampak.
Contoh dr kasus temen yg main PS semaleman dan ternyata lulus (dg nilai tertinggi pulak!). Kesel nggak, sih? Kok dia santai bisa begitu. Plot-twist-nya akan hilang KALAU berikutnya kita tahu trnyt dia punya catatan kecil yg selalu dia bwa di kantong dan dia baca tiap 30 menit.

Mengapa? Ini tergantung pada clue n cue yg bisa kita tangkap dg panca indra kita. Kalau kita cuma (bisa) melihat saat2 temen "pemalas" kita itu main PS, ya, kita akan cenderung menganggap titik plot berikutnya: "dia tidak lulus". Kalau kita tahu kebiasaan dia ya jd wajar.
Tali, Simpul, Terikat, Twisted, Perahu
Membaca Fiksi juga seperti itu. Penulis sbnrnya (dan seharusnya) TIDAK DADAKAN menaruh plot-twist. Butuh keahlian untuk menaruh tanda2 halus, subtil, dan seakan tidak tampak tapi ada di dalam naskah, sebelum plot-twist dijatuhkan. Bacaan lanjut sila search RED HERRING.
Ketika kita menduga2 hasil berdasarkan sedikit petunjuk, sbnrnya apa yg terjadi? Di saat yg sama, pikiran kita akan fokus hnya pd dugaan & pikiran akan menyeleksi clue n cue yg MEMBENARKAN dugaan & menafikan petunjuk yg tidak sejalan. Inilah penyebab PLOT TWIST yg utama.
Jadi, sebenarnya PLOT TWIST tidak sepenuhnya terjadi di naskah, melainkan terjadi DI DALAM KEPALA PEMBACA. Penulis cuma bisa sampai pada usaha utk membuat clue n cue yg halus, subtil, & tidak terlalu tampak. Apakah akan berhasil jd Plot Twist? Ini tergantung pd pembaca.

Buat pembaca2 yg 'pasrah', plot-twist sulit utk bekerja. Mengapa? Krn tanpa dugaan, pikiran mereka jadi tidak diskriminatif trhdp informasi. Informasi2 yg halus pun bisa tertangkap. Memuaskan pembaca model ini jd sulit. Krn, mereka butuh keseluruhan badan cerita yg solid.

Jadi, walau PLOT-TWIST bisa signifikan meningkatkan kepuasan saat membaca, alangkah baiknya jika Kita tidak terlalu fokus utk mengukur kualitas buku HANYA berdasarkan plot-twist. Melainkan, menikmati cerita sbg keseluruhan pengalaman pembacaannya.

Kalau kita bisa menikmati bacaan tanpa berharap plot-twist. InsyaaAllah, akan tampak bahwa sebenarnya banyak buku yg di-crafting secara luar biasa dr ujung ke ujung. Dan, cerita2 yg dg sengaja diplot-twit-plot-twist-kan trnyta biasa saja. Anggaplah Plot-twist bonus.

Tambahan: Gm pun Plot Twist harus MASUK AKAL. 1. Orang males, lulus ujian: Ini BUKAN plot-twist, ini namanya memgada2.
Tanda silang
2. Orang Pinter, IQ 150, demen main PS, cuma bikin cateten kecil, yg ditunjukkan scr jelss ke pembaca cuma main PS-nya. Lulus: INI plot-twist.

Plot-twist adalah menunjukkan sebagian petunjuk dg cara sangat nyata (sehingga pembaca keliru menebak), dan menyembunyikan petunjuk yg sebenarnya dg membuatnya tidak kentara (tapi tetap ada). Jgn sampai niatan bikin plottwist malah jd adegan gak logis.
Btw, jangan berharap plot-twist bermanfaat klo ketemu pbaca2 kek sy yg nggak menebak2 ending (n nyari spoiler).
Wajah tersenyum dengan mulut terbuka dan keringat dingin





Sengaja nge-plot-twist akan totally useless di hadapan pembaca yg tidak menebak2
Tangan melipat
Saran: Nggak usah kelewat pngen plot-twist. Cukup bikin cerita yg sreg aja.

Yg hrsnga bingung sama keputusan tokoh adlh pbaca, bukan penulis. Penulis TIDAK dlm posisi memilih keputusan sprti tokoh. Penulis SUDAH menentukan keputusan tokoh, lalu bikin sekian pilihan semu, biar pbaca merasa seru aja—tokohnya punya bnyk pilihan. Pdhl mah nggak.

Buat penulis, tokoh cuma punya satu pilihan, satu tindakan, satu nasib, dan satu hasil. Semua percabangan yg muncul di naskah semuanya ILUSIF utk bikin pbaca excited n bersemangat baca. Jadiiii. TIDAK BOLEH ada plot-twist di kepala penulis. Semua harus jelas n terencana.

sumber wisnucuit
Agustus 01, 2020

Prolog dan Epilog

by , in


Prolog dan Epilog

Prolog dan Epilog. Perlu nggak, sih?

Jawaban singkatnya: TIDAK
Sering banget, kan, nemu cerita pake prolog dan epilog? Di Indonesia, banyak banget fiksi yg pake prolog dan epilog.
Pertanyaan pertama: Kenapa nggak langsung Bab Satu?
sebagian (besar?) penulis baru mulai nulis dari prolognya. True? Saya sering nemu naskah2 baru di online yang pas sy buka isinya cuma prolog. Pertanyaan saya: Bagaimana bisa beliau nulis prolog kalau naskah utamanya belum ada?
Memang bnyk fiksi yg pake prolog/epilog, tapi kalau kita bikin prolog/epilog CUMA dengan alasan: Penulis lain melakukannya, kita sudah bikin KESALAHAN BESAR. Apalagi klo alasannya biar keren. Lebih salah lagi. Karena, asas dasarnya adalah Novel TIDAK PERLU pakai prolog/epilog.
prolognya selesai ditulis paling akhir. Awalnya, novel ini tidak pake prolog. Kita baru bisa tahu apakah butuh prolog/epilog KALAU naskah novelnya SUDAH SELESAI. Atau, kita sudah memiliki outline yg sangat ketat dan nggak akan berubah.

Jadi, sebenarnya nggak masuk akal ada naskah belum selesai (bahkan belum mulai!) tapi udah ada prolognya. Why? Karena eh karena (sebenarnya) PROLOG TIDAK BERHUBUNGAN sama cerita. Catat: Prolog dan Epilog BUKAN BAGIAN dr cerita dlm novel.



Prolog dan epilog HARUSNYA mirip kek kata pengantar/sambutan. Kalopun gak dibaca, nggak kenapa2. Alias: sebenarnya, klo pun DIHAPUS nggak ada (dan gak boleh ada) masalah.

Jadi, apa itu Prolog/Epilog? Prolog/epilog adalah (sesederhana) informasi tambahan DI LUAR cerita inti yang penulis pengen diketahui sama pembaca. Makanya, kalo cerita blm selesai, sbnrnya gak mungkin kita bisa nulis prolog (kecuali penulisnya nggak tau prolog itu apa).
Bagaimana kita bisa nulis kisah di luar cerita kalau cerita yang DI DALAM aja belum selesai? Nggak masuk akal, kan? Kalau sampe isi prolog/epilog ada hubungan sama ceritanya, ngapain ditaro situ? Masukin aja ke Bab Satu (atau bab mana pun). Buat apa ada prolog/epilog?

Ya begitu itu. Prolog/epilog-nya gak ada hubungan sama ceritanya. Isi Prolognya, bisa bukan kejadian yg menimpa tokoh, itu kejadian lain di luar tokoh

Pun epilognya.
Kalaupun keduanya tidak dibaca, tidak ada masalah. Gitu.

sumber wisnucuit
Agustus 01, 2020

Kiat Membuat Hook Novel

by , in
Kiat Membuat Hook NovelMerajut, Benang, Diy, Hand Made, Hobi



Kalau masalah dalam novel kita adalah Kue Apem. Mulailah dari kue apem. Jgn mulai dg matahari bersinar cerah, burung2 berkicau dan alam gemah ripah loh jinawi dan tokoh kita gegoleran di tempat tidur. Straight to the point. Mau cerita apa? Mulai dr sana.


5 paragraf awal novel itu kunci pembuka. Ntar kunci penutupnya sama. Awal dan akhir cerita itu kek 2 sejoli. Apa yg muncul di awal adalah apa yg di jawab di akhi

Penjelasan ttg karakter lakukan sambil jalan. Jgn dibubrahbrahbrah di awal. Bisa2 awal novel kita kek laporan medical check-up tokoh. Selalu mulai dg pernyataan masalah yg jelas. Dari kalimat pertama. Eksposisi cerita n penjelasan karakter gak sama dg bikin biografi tokoh.


Yg dieksposisi ceritanya. Ada masalah apa dlm novelnya? Ini sama kek kita kepo spall-spill kok. Bayangin: "Gw mau spill sesuatu nih. Gw mau cerita mantan gw. Dia adlh org yg bangun pagi setiap hari, terus membuka jendela & menyadari dirinya kesiangan." Apa yg di-spill???
Kasih tokoh kita masalah dr awal. Dan jelas, dia mau apa? Mengutip Kurt Vonnegut: "Every character should want something, even if it is only a glass of water."

Hook, Berkarat, Logam, Karat, Lama, Besi
Terkait protagonis yg sedang membuka cerita, keinginan itu perlu dibuat terkait dg keinginan INTI-nya.

Misal: Tokoh kita mau bikin perusahaan kue apem. Buat mslh di awal terkait kue apem. Misal: Emaknya ngejual cetakan kue apemnya buat beli kupon togel. Si Tokoh marah berantem ama emaknya. Kalo setelah itu dia mau gegoleran lagi, seterah. Tapi, "INI masalah Kue Apem" udh jelas.

Di bagian awal, jangan buang2 waktu (dan huruf, kata, kalimat, halaman) buat jelasin yg nggak2. Di awal inilah fondasi CERITA sedang dibangun. Cerita = Kisah tokoh memecahkan masalah. Di akhir bab pertama, sudah harus jelas, kenapa cerita ini harus ada.
Awal cerita ini namanya: HOOK. Sering sy baru fix dg bagian ini paling akhir, setelah ending solid, untuk memastikan bahwa awal dan akhir bisa saling mencerminkan. Apa fungsinya? Utk membangun kesan UTUH.

Rumusan dasar saya utk membuka cerita: 1. Mengandung pernyataan dan voice protagonis. 2. Berisi AKSI 3. Mengandung masalah yg TIDAK membocorkan plot. 4. Mengandung pertentangan, baik dg tokoh lain, dunianya, atau kepercayaan masyarakat.

Paragraf2 awal ini kek abstrak cerita yg memberi gambaran besar ttg keseluruhan isi novel tanpa jadi spoiler.
Jangan disia2kan dg njelasin tai lalet tokoh kecuali masalah tokoh adalah mau operasi tai lalet.
KLISE (alias adegan2 yg udah dipake sejuta umat) jg perlu dihindari.

Tugas penulis adalah melawan klise.
Btw ini cara editor baca cerita kita loh.
Makanya, editor gak perlu baca naskah sampai selesai utk tahu apakah cerita itu layak terbit atau nggak. 1-2-3 bab aja ud keliatan. Klo dr awal udh bertele2, itulah gaya yg cenderung akan muncul sepanjang novel.
Buku untuk acuan menulis
Stephen King - On Writing. Trus lanjut ke struktur, misal: 1. John Truby - Anatomy of Story. 2. Screenplay - Syd Field. 3. Save The Cat - Jessica Brody. 4. Prose Fiction: Introduction of Semiotics of Narrative - Ignasi Ribo 5. Semua buku Narratology.

sbnrnya gak terlalu perlu utk baca buku2 teori, kecuali memang mau mendekati wilayah analisis teoretik. Dr video2 youtube n artikel google aja udh cukup, asal tau kata kuncinya. Teori2 cuma buat wawasan aja. Lagian, utk fiksi gak ada satu pun teori yg bisa menjelaskan utuh.
sumber wisnucuit
Agustus 01, 2020

Karakter Dan Plot

by , in
Karakter Dan Plot


TIDAK PERNAH ngurusin karakter sebelum 3 unsur intrinsik lain (POV, plot, dan setting) BERES.

Karakter adalah hasil rumusan 3 unsur intrinsik lain. Ini Prinsip Keterbalikan.

Apakah sesuatu yg berlaku di dunia nyata, berlaku juga di dunia fiksi? Bisa TIDAK.

Kalau mau cepet belajar nulis fiksi, langkah pertamanya BUKAN belajar nulis atau mulai nulis. TAPI, menebak isi kepala penulis2 sebelum kita.
Klo kita tau pola2 berpikir banyak penulis sblm kita, kita bisa tahu apa yg sbnrnya harus dipelajari.


proses yg buang2 waktu, yaitu: Proses Merumuskan Karakter.
gak ngurusin karakter karena KARAKTER adalah HASIL.

Balik ke Prinsip Keterbalikan Di Dunia nyata, manusia bikin pertimbangan, menghasilkan keputusan, dan muncullah jalan hidup (Plot). Jalan hidup manusia nyata adalah hasil dr pilihan yg dipengaruhi oleh kepribadian/karakter kita. Apakah Fiksi begini juga? Bisa tidak

NGGAK BOLEH bikin titik plot yg bertentangan dg karakter. Klo mau bikin tokoh melakukan sesuatu yg beda, KARAKTERISASINYA HARUS DISESUAIKAN LAGI.

balik lagi ke definisi cerita. Apa itu cerita? Gw menyimpulkan bahwa daftar fitur dan sifat tokoh BUKAN CERITA. Itu BIODATA. Biodata gak bisa gerak. Cerita adlh tentang gerak. Apa yg gerak dr 4 unsur intrinsik? Yup! PLOT!

Kalo kita punya plot, kita punya cerita! Sebelum ada plot, TIDAK ADA cerita. Bener? Bener lah. Nah, apa hubungannya sama karakter? Ini >>> Prinsip Keterbalikan. Dunia Nyata: Karakter menghasilkan Plot. Dunia Fiksi: Plot menghasilkan karakter. How???
Based on pengamatan juga, muncul pertanyaan juga yg makin memperkuat gw utk pake cara ini: Kalau kita dikasih ciri2 seseorang, apa yg membuat kita tahu si A pasti si A? Fiturnya? Benarkah? Mari kita tes.
Ada Perempuan. Suka pake kebaya. Pintar. Cantik. Suka membaca. Peduli pada pendidikan. Siapa? RA Kartini? Salah! Itu nenek gw—guru ngaji Next >>>
Bandingkan: Ada perempuan. Lahir di Jepara. Kirim2an surat sama temennya orang Belanda. Menikah sama Bupati Rembang. Mendirikan Sekolah Putri. Melahirkan satu orang anak laki-laki. Kemudian meninggal. Surat2nya dibuat jd buku. Siapa? Pasti RA. Kartini. How do u know? PLOT.
Ini hubungan antara PLOT & KARAKTER fiksi: 1. Satu jenis plot hanya bisa dijalani oleh satu jenis karakter. 2. Perubahan Plot menuntut perubahan karakter. Pun, sebaliknya 3. Makin rumit/unik Plot, makin rumit/unik karakter. 4. Makin berat konflik dlm plot, makin kuat karakter.

5. Makin detail plot-nya, makin lengkap fitur karakter yg dibutuhkan 6. PLOT yang sama terjadi di SETTING yg beda menghasilkan KARAKTER yg beda juga. 7. Satu Plot yg sama dg POV beda akan memunculkan persepsi KARAKTER yg beda. 8. Makin serupa plot-nya, makin serupa karakternya.

Mari tes lagi. Sebut satu nama Karakter dr cerita ud ada: 1. Si A anak baru. 2. Liat anak lama ganteng 3. Eh, sekelas! 4. Dicuekin anak lama yg jutek 5. Gak sengaja ketemuan 6. Menyelidiki siapa dia 7. Jadian. Sering nemu? Jadi, gak usah heran bnyk cerita karakternya sama.
Bandingkan: 1. Si A anak baru. 2. Liat Anak lama ganteng 3. Eh, sekelas! 4. Dicuekin anak lama yg jutek 5. Gak sengaja ketemu gara2 nyaris ketabrak mobil. Si Anak lama nahan pake tangan kosong. Ajaib! 6. Menyelidiki siapa dia 7. Jadian Siapa si A? Bella - Twilite.


Begitu ada titik plot "nahan mobil ngebut pake tangan kosong" kita bisa nambahin karakterisasi: Protagonis hrs sosok yg BERANI dan punya rasa ingin tahu besar utk menyelidiki siapakah cowok ganteng yg bisa nahan mobil ngebut pake tangan kosong yg ternyata vampir.


Batu, Lukisan, Pemandangan, Tangan, Alam

Makin banyak dan unik titik konflik dan kejadian dalam plot, secara otomatis akan membuat karakter semakin rumit/unik. Kenapa? Karena karakter butuh KAPASITAS tertentu untuk bisa menjalani plot tertentu. Makin remeh plot-nya, makin remeh karakter yg dibutuhin.

Karakter berkapasitas besar dlm plot remeh = LEBAY. Hampir gak mungkin bikin karakter lemah kalau plotnya kuat. Mau bikin karakter punya kekurangan? Sama aja. Buat dia kalah. Misal: Kalah lomba debat. Apa penyebabnya? Buat aja apa, kek. Misal: GAGAP. Karakterisasi, kan?

Q: "Kak, kok karakter saya biasa aja?" A: "Cek Plotnya. Klo plotnya biasa aja, jgn harap muncul karakter luar biasa." Coba aja tambah plotpoin: Tokoh magang di WWF Afrika utk konservasi badak bercula dua. Pasti tuh karakter brubah biar bisa jalanin plotnya. Gak mungkin nggak.

Afrika? SETTING punya peran buat pembentukan karakter. Karakter anak Padang punya CARA berdialog yg beda dg anak Papua. Tokoh ke Cikajang butuh karakterisasi yg beda dg Tokoh dibawa ke Sudan. Ke Sudan jd turis, butuh karakter beda dg tokoh ke sana jd relawan kesehatan.

Tokoh yg jatuh main layangan, beda sm tokoh jatuh dr pesawat antariksa. Buat kejadian2 unik di Plot—yg NGGAK PERNAH DIALAMI ORANG BIASA, kasih POV yg tepat >>> kita otomatis liat karakter yg unik. Klo sampe gak bisa liat karakterisasi berdasarkan AKSi, sbaikny jgn jadi penulis.

Contoh lagi: Tau protagonisnya Twilite? Bella. Tambahin 1 sifat aja: Bella suka melawak di depan teman2nya. Masih bisa jalan nggak tuh plot? Pasti macet karena plot seperti itu memang cuma buat karakter Bella. Beresin Plot, Setting, POV, kita akan dapat KARAKTER.

Cuma 3 hal dlm karakter yg gw siapin di awal: 1. Jenis Kelamin. 2. Usia 3. Pekerjaan/posisi dalam cerita. Fitur lain muncul sbg akibat yaitu fitur2 yg gw perlu dia punya utk bisa menjalankan tugas dr gw di plot. Kek HRD nyari kandidat n bikin training, lah.

Contoh lg deh. Bella pindah ke daerah pegunungan gak ada angkutan umum. Artinya? Artinya bapaknya perlu beliin dia mobil. Artinya? Artinya Bella butuh bisa bawa mobil. Tiap kali ada kejadian, fitur nambah. Karakter makin kompleks. Fisik yg cuma hiasan n seru2an, terakhir.

Gw TIDAK menciptakan karakter bulat (ROUND character). Gw selalu bikin karakter datar (FLAT character) lalu plot gw jalanin. Cemplungin ke setting By process, karakter jd utuh & bulat. Sblm ada Plot/Setting, gw tidak akan bikin karakter yg utuh krn gw blm tau apa yg dia butuh.

Cara ini memungkinkan KARAKTERISASI berubah dlm proses cerita. Alias? DINAMIS. Awalnya bersifat A akhirnya A++. Makin penting peran dlm cerita makin round+dinamis karakterisasinya. Ttg karakter FLAT/ROUND/DINAMIS/STATIS, sila googling, yaaa
Buku, Membaca, Gadis, Orang Orang
Btw, merasa 'kan klo cara ini sama kayak kita menilai temen atau orang baru? Dari mana kita tau sifat/karakterisasi seorng temen baru? Dari tingkah laku dan cerita ttg jalan hidupnya, kan? Cara ini SUDAH kita pake tiap hari.


Makin banyak kita mengetahui perbuatan, tingkah laku, dan pengalaman hidup seseorang, makin jelas karakter seseorang itu di mata kita. Bener, kan?
Jalan hidup luar biasa hanya akan dijalani oleh orang2 yg luar biasa. Setuju?

Bacalah BIOGRAFI. Perhatikan bahwa selalu ada keanehan dlm jalan hidup orang2 besar yg bikin mereka beda dr orang biasa. Sumbernya, ya, dr karakter mereka.

Buat apa karakterisasi luar biasa kalau tokoh kita cuma akan datang ke sekolah utk naksir cowok di sana? Semua orang asal ud akil balig akan melakukan itu
Wajah bermasker kesehatan
Buat tokoh elu bikin demo utk membuka korupsi yg dilakukan kepala sekolah brg cowok yg dia taksir. Pasti dia keren.

taken from wisnucuit



April 05, 2020

Karakter Yang Tidak Hitam Putih

by , in
Karakter Yang Tidak Hitam Putih



Bagaimana membuat tokoh yang tidak hitam putih?

Jawaban sederhana: Berhenti melihat tokoh (dan umumnya manusia) secara hitam putih. Manusia bertindak karena memiliki KEPENTINGAN-nya sendiri dan (apa pun itu) WAJAR.

Asal muasal tokoh yg terlihat hitam putih adlh penulisnya sendiri yang cenderung melihat manusia secara hitam putih. Pd dasarnya, manusia tidak bertindak berdasarkan kebaikan/keburukan. Suka/tidak, manusia bertindak dg asas kepentingan—manfaat & pengorbanan utk mndapat manfaat.

Bahkan saat manusia berbuat baik, di satu titik, bukan karena kebaikan itu sendiri, melainkan krn merasa nyaman/tenang saat melakukannya, atau paling tidak berharap bgitu. Ia ttp mndapat manfaat dr kebaikan yg ia lakukan: (walau sesimpel) Rasa nyaman. Apa hubungannya dg fiksi?

Dalam psikologi, tiap manusia selalu mencari kondisi konsonan (selaras) dan menghindar disonan (tidak selaras). Apa itu konsonan? Konsonan kurleb adalah kondisi ketika seseorang memiliki kepercayaan, nilai2, ide2, dan tindakan yang tidak saling bertentangan

Di luar nilai/kepercayaan/ide/tindakan seseorang dianggap baik/buruk secara moral masyarakat, pilihan tindakan yg bisa membuat seorang konsonan diukur dr dirinya sendiri. Ada orang yg konsonan krn mengalah, tapi ada yg malah jadi disonan (merasa harus menang). Keduanya: WAJAR.

Ketika penulis bersikap naif bhw keputusan manusia dipandu oleh prinsip2 dualisme kebaikan/keburukan, di sanalah ia mulai membangun tokoh2 hitam putih. Seakan2 satu tokoh hanya bisa berbuat/merasa baik saja atau sebaliknya berbuat/merasa buruk saja. Padahal manusia tdk begitu.

Apa sih orang baik? Apa sih orang jahat? Buat saya, orang baik adalah orang yg merasa nyaman ketika melakukan tindakan altruis. Sebaliknya, orang jahat merasa nyaman ketika melakukan tindakan egois. Pun, setiap org punya komposisi. Altruis di satu sisi, & egois di lainnya.

Jadi, sebuah tindakan yg "berkesan" jahat tidak secara langsung menunjukkan bahwa dia orang jahat, pun sebaliknya. Buat saya salah satu indikatornya adalah kemunculan rasa bersalah. Kalau seseorang merasa bersalah setelah melakukan satu tindakan jahat, maka ia sebenarnya baik.

Pun, ini masih terus relatif. Ada org yg merasa bersalah ketika mencontek di kelas, tapi tidak merasa bersalah ketika memaki2 dg kata2 kasar. Artinya: Di satu sisi dia 'baik', di sisi lain dia "jahat'. Ini yg bikin kepribadian manusia jd kompleks n gak sesederhana baik/jahat.

Orang baik juga sama kompleksnya. Ada orang yg rela mengajari temannya utk belajar sampai malam, tapi tidak rela buku catatannya dipinjam utk belajar. Titik keseimbangan tiap orang berbeda2 dan bisa berubah.

Apa yg mengubah sikap manusia? 1. Perubahan Kepentingan 2. Tekanan dari luar. Contoh: Tokoh yg suka memaki2 akan menahan diri saat orang di hadapannya membawa kepentingannya. Misal: Ia tidak mungkin memaki2 Bos krn ada kepentingan. Harganya: dia merasa tidak nyaman (disonan).

Gmn menentukan respon tokoh? Prinsip tindakan minimal ada 2: 1. Besarnya Manfaat 2. Besarnya pengorbanan utk mendapat manfaat. Kalau besar manfaat tidak sebanding dg pengorbanan, tokoh cenderung mempertahankan sikap. Kalau manfaatnya besar, dia akan mengubah strategi.

Contoh: Tokoh baik yg suka membantu orang akan menghentikan tindakannya JIKA ada persepsi ttg risiko yg mengancam hidupnya. KALAU dia tetap melakukan kebaikan itu artinya ada faktor lain dg kekuatan setara yg mendorongnya.

Contoh: Pahlawan yg pasukannya mulai habis. Pilihan: meneruskan atau menyerah. 1. Jika risiko tampak terlalu besar, dia akan menyerah. Misal: Anaknya disandera musuh. 2. Jika ada daya dorong lain, dia akan meneruskan. Misal: Orangtuanya ud dibunuh oleh musuh dan dia dendam.

Jadi, untuk membuat tokoh tidak hitam-putih tidak sesederhana melabeli tokoh dg sifat2. Melainkan: membuat skema2 pilihan respon berdasarkan situasi2 yg menimpanya, dg mempertimbangkan: Kepentingan/Tujuan Tokoh, Besar Manfaat, Besar Pengorbanan, dan prinsip2 moral PRIBADI-nya.

Tiap kejadian yg membuat tokoh mengambil sikap/keputusan sesungguhnya adalah pertaruhan. Ada yg harus dia korbankan utk sesuatu yg ingin dia dapatkan. Dalam hal ini dia akan berhadapan dengan nilai2 yg dia percaya dan tekanan dr luar dirinya.

Tugas penulis adalah membuat pertaruhan2 itu untuk tokoh2nya. Pertaruhan inilah yang terus membuat sikap tokoh atas suatu masalah berubah dan tersesuaikan dengan dorongan pribadi dan tekanan di luar dirinya. Tarik menarik ini yg membuat tokoh terasa wajar sbg manusia.

Jadi, yg disebut dg membuat tokoh yg KONSISTEN tidak sama dengan membuat tokoh selalu mengambil keputusan serupa di setiap masalah (selalu bersikap baik, atau selalu bersikap jahat). Yg harus konsisten adlh strategi tokoh utk mnyeimbangkan tekanan2 itu & mengambil keputusan.

Ada dua dorongan utama dari tiap tindakan manusia: 1. Menghindari rasa sakit 2. Mendapat kesenangan. Keduanya menentukan apa yg kelak bersedia dia korbankan. Keputusan dia terdikte oleh dua dorongan itu Tiap org memiliki ukuran sendiri ttg apa yg disebut "sakit" & "senang".

Menghindar rasa sakit & mendapat kesenangan itulah yg disebut KEPENTINGAN—yg mjadi dasar alias motif umum dr keputusan2 yg dibuat berikutnya. Btw, ini cuma sekilas. Saran saya, baca buku2 psikologi utk memahami pembentukan motif & hubungannya dg kepribadian.

Tokoh baru terlihat tidak hitam-putih (sebaliknya hitam putih) SETELAH dia berhadapan dg suatu masalah yg harus dia putuskan, memaksanya merespon. Di mana respon/keputusan tokoh bisa dilihat? Dalam PLOT dan ADEGAN

Jadi, sbnrnya dg merencanakan plot dan serangkaian adegan, kita akan mendapatkan karakterisasi dari tokoh yg kita buat. Kehitam-putih-abu2an satu tokoh sudah bisa dinilai saat kita sudah punya plot dan beberapa adegan tempat tokoh merespon masalahnya.
Selamat Menulis.


Aturan dibuat untuk dilanggar
taken from wisnucuit

Post Top Ad