Saat dulu aku sempat bekerja di kantor riset AC Nielsen, untuk pertama kalinya pemandangan naik taksi menjadi biasa di depan mataku. Dalam bayanganku sebelum itu, orang naik taksi kalau mau bepergian khusus. Misalnya nih orang luar kota yang karena tidak membawa kendaraan sendiri selama kunjungan/traveling, jadi butuh naik taksi untuk sampai ke tujuannya. Atau misal terpaksa naik taksi karena membawa banyak barang or kemalaman sehingga tidak jumpa kendaraan umum lainnya. Contohnya (alm) ayah yang suka naik taksi kalau pulang dari haji dan umroh sebab nggak ada yang menjemput ke bandara. (Idih kok pulang haji/umroh nggak dijemput? Pasti pikirannya gitu ya? Lha wong haji/umrohnya sembilan kali, jadi ada kalanya beliau kadang tluyur-tluyur tiba-tiba berangkat dan lalu tiba-tiba sudah kondhur :D)
Nah, waktu lihat atasan aka leader kami di AC Nielsen naik taksi setiap waktunya, bukan hanya pas berangkat dan pulang kantor tetapi juga kalau mau ketemu klien, dst, aku ternganga.
"Apa nggak boros? Kenapa nggak naik kendaraan sendiri?"
Ternyata menurut beliau, justru tidak boros. Sebab praktis dan efisien. Tidak harus membayar sopir, tidak harus keluar biaya perawatan mobil, tidak harus tegang dan capek karena menyetir sendiri, dst.
"Oooh gitu."
(Beberapa tahun kemudian aku menemukan bahwa bu NH Dini juga memilih berlangganan taksi untuk bisa mengantar beliau ke mana-mana.)
Dan ternyata aku sendiri dan anak-anak memilih bertaksi ria ketika akhirnya sopir pribadi kami (alias ayahnya anak-anak) wafat dalam kecelakaan delapan tahun lalu. Kalau dulu memang ada beliau yang mengantar kami ke mana-mana. Setelah beliau tak ada, aku lebih memilih naik taksi bareng anak-anak kalau bepergian yang tidak memungkinkan naik kendaraan umum. Misal kami jalan dari Pedurungan ke Genuk. Itu butuh berapa kali naik turun untuk ganti bis, angkot dan becak tuh. Hadeuh malah boros dan capek, kalikan saja ongkosnya dengan tiga orang penumpang. Jadi setelah dihitung-hitung lebih ringan biayanya kalau naik taksi. Atau kalau kami mau jalan dari Pedurungan (bagian dalam) ke Puri Anjasmoro (bagian dalam juga). Naik taksi adalah pilihan praktis, efisien, efektif dan juga nyaman.
Ketika kami akhirnya punya hobi jalan-jalan ke berbagai tempat dan kota, taksi juga menjadi pilihan yang paling oke. Ke Ubud Bali, Banyuwangi, Mojokerto, Surabaya, Tuban, Jakarta, Bekasi, Solo, Jogja dll, kami bertiga (Three Musketeers) jadi terbiasa dengan taksi.
Untung sekali sekarang taksi Blue Bird sudah melengkapi pelayanannya dengan aplikasi My Blue Bird. Kita bisa download apps ini di playstore dan menikmati kemudahan dalam pemesanan kendaraan ini.
Kalau sebelumnya untuk memesan taksi Bluebird kita dilayani oleh operator call center Blue Bird dengan nomer telepon (024)6701234, untuk wilayah Semarang. Dengan aplikasi online My Blue Bird memesan taksi jadi lebih mudah yaitu hanya menekan Order dan memastikan wilayah penjemputan maka taksi bluebird akan datang.
Asyik kan?!
Blue Bird rupanya mengikuti tren Digital Life saat ini. Selalu menciptakan inovasi dalam layanannya sesuai mottonya ANDAL ( Aman, Nyaman, Mudah dan Personalize)
Keistimewaan lain aplikasi ini dilengkapi dengan fitur "call driver" apabila pelanggan ingin langsung konfirmasi keberadaan armada yang akan menjemputnya bisa langsung menelepon pengemudi tanpa menghubungi call center. Walau demikian nomer ponsel kita tidak akan terlihat. Jadi keamanan akan terjamin. Aplikasi ini bisa diunduh gratis di smartphone lho. Baik di Google Playstore, Apple Store, Blackbery App World.
Seru ya?! Yuk coba!
Disclaimer: Postingan ini diikutsertakan untuk lomba yang diadakan taxi Blue Bird, tapi yang saya tulis di sini sesuai pengalaman saya sendiri . Disclaimer penuh dari blog ini bisa dibaca di halaman Disclaimer.
blue bird memang keren..jempol deh
BalasHapusyeay! :)
Hapus