improving writerpreneurship

Post Top Ad

Tampilkan postingan dengan label Pantai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pantai. Tampilkan semua postingan
September 08, 2016

Masjid Tua, Pantai Sampai Makam Tionghoa

by , in
Masjid Tua, Pantai Sampai Makam Tionghoa



Jalan-jalan di sela-sela melakukan roadshow promo buku maupun mengisi sesi sharing kepenulisan merupakan salah satu hobi yang semakin lama semakin bikin ketagihan. Dan semuanya seringkali dimulai dari sebuah mimpi. Ketika saudaraku bertugas dinas di Medan, aku langsung punya keinginan untuk pergi mengunjunginya. Eh ndilalah aku dapat tugas untuk mengisi seminar di Medan. Bahkan dua kali dalam dua bulan berturut-turut. Pada perjalanan yang kedua saat pesawat transit sebentar di bandara Hang Nadim, tercetus dalam khayalanku semoga suatu saat bisa turun ke tanah Batam. Dan subhanallah mimpi pun terwujud. Begitu seterusnya juga terjadi pada beberapa kota lain yang akhirnya aku singgahi. Termasuk Singapura.


Saat mendengar tentang kota Pangkal Pinang, benak pun mengawang dan mulai bercita-cita. Semoga suatu saat kaki inipun bisa menapaki sudut-sudutnya.

Populasi Kota Pangkalpinang kebanyakan dibentuk oleh etnis Melayu dan Tionghoa suku Hakka yang datang dari Guangzhou. Ditambah sejumlah suku pendatang seperti Batak, Minangkabau, Palembang, Sunda, Jawa, Madura, Banjar, Bugis, Manado, Flores dan Ambon.
Kota Pangkalpinang merupakan pusat pemerintahan, pusat pemerintahan kota di Kelurahan Bukit Intan, dan pusat pemerintahan provinsi dan instansi vertikal di Kelurahan Air Itam. Kantor pusat PT. Timah Tbk. juga berada di sini. Pangkalpinang juga merupakan pusat aktivitas bisnis/perdagangan dan industri di Bangka Belitung.


Pangkalpinang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang merupakan ibukota provinsi. Kota Pangkalpinang terbagi menjadi 7 kecamatan, antara lain: Taman Sari, Bukit Intan, Rangkui, Pangkalbalam, Gabek, Girimaya dan Gerunggang. Tepatnya terletak di bagian timur Pulau Bangka.

Pangkalpinang. Katanya, pangkal dalam bahasa melayu artinya pusat atau awal. Tidak lain karena Pangkalpinang berperan sebagai pusat industri pertambangan timah. Sedangkan kata pinang merujuk pada tempat yang ditumbuhi banyak pohon palem. Pangkalpinang menjadi kota terbesar di Bangka yang menjadi gerbang untuk menikmati seluruh keindahan Bangka Belitung.


Beberapa objek wisata yang ada di Pangkalpinang:
  1. Taman Sari
  2. Taman Merdeka
  3. Museum Timah
  4. Masjid Jami'
  5. Gereja Maranatha
  6. Gereja Katedral Pangkalpinang
  7. Vihara Citra Maitreya
  8. Klenteng Konghucu
  9. Pantai Pasir Padi
  10. Pantai Sampur
  11. Pantai telapak kaki dewa
  12. Pantai batu belubang
  13. Lapangan Golf Girimaya
  14. Chinatown
  15. Makam Belanda (Keerkhof)

Untuk bisa sampai ke Pangkal Pinang kita bisa menggunakan transportasi udara.
Bandar Udara Depati Amir melayani penerbangan 13 kali sehari dari/ke Jakarta yang dilayani oleh Sriwijaya Air 6x, Lion Air 4x,Garuda Indonesia 2x. Sedangkan penerbangan dari/ke Palembang sebanyak 1 kali setiap hari yang dilayani oleh Sriwijaya air. Serta Rute Batam - Pangkalpinang- Tanjung Pandan dilayani oleh 2 maskapai yaitu Sky Aviation dan Wings Air.







Bisa  juga lewat laut. Pelabuhan Pangkalbalam melayani angkutan barang seperti ekspor/impor dan perdagangan antar pulau dan angkutan penumpang dengan tujuan Jakarta melalui Kapal Ferry/Roro dan tujuan Tanjungpandan melalui Jet Foil/Kapal Cepat setiap hari. Pelabuhan Muntok melayani kapal cepat dengan tujuan Palembang. Sedangkan pelabuhan Belinyu hanya disinggahi oleh kapal-kapal Pelni. Masih ada lagi pelabuhan di bagian selatan pulau Bangka, yaitu Sadai yang melayani kapal fery dari Pelabuhan Cigading, Banten.

Dari beberapa destinasi wisata di Pangkal Pinang, berikut pilihan prioritas saya jika mendapatkan kesempatan ke sana.

Masjid Jamik merupakan salah satu masjid terbesar di Pangkalpinang, dibangun pada tanggal 3 Syawal 1355 H atau bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1936 M,terletak di jalan Masjid Jamik, pada 02°07'47² LS – 106°06'44² BT (48 M 0623692 mU – 9764561 mT).
Masjid didirikan oleh penduduk Kampung Dalam dan Kampung Tengah Tuatunu yang pindah ke wilayah Pangkalpinang dan mendirikan kampung dengan nama atau toponim yang sama dengan kampung asalnya di Tuatunu yaitu Kampung Tengah dan Kampung Dalam. Bentuk fisik awal masjid semi permanen, berlantai semen berdinding papan, beratap genteng, bila dilihat dari atas berbentuk seperti piramida. Bangunannya bertingkat tiga, pada bagian bawah dipergunakan untuk sholat dan pengajian. Di bagian tingkat tengah berfungsi sebagai tempat menyimpan kitab-kitab kuning, buku-buku agama, tikar dan alat perlengkapan masjid lainnya, sedangkan di bagian tingkatan atas berfungsi sebagai menara untuk Muazin mengumandangkan azan.

Salah satu keunikan masjid Jamik adalah antara tangga depan (berbentuk setengah lingkaran) dengan atapnya dihiasi oleh tiang penyangga kecil sebanyak 6 tiang (3 tiang di sebelah kanan dan 3 tiang di sebelah kiri) dapat diartikan sebagai Rukun Iman. Masjid memiliki 4 tiang utama sesuai jumlah khalifaturrasyidin, memiliki 5 pintu masuk, 3 di depan dan 1 disamping kiri dan 1 di samping kanan serta terdiri atas 3 undakan atau tingkatan dengan 1 kubah. Masjid Jamik adalah salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang






Kemudian yang eksotis yang perlu dikunjungi juga adalah masjid tua ini. 

Masjid Kayu Tua Tunu terletak di kawasan hutan di Desa Tua Tunu, Pangkalpinang. Kawasan Masjid ini masih berupa kawasan hutan dan kebun masyarakat, namun dilengkapi dengan galeri dan model kampong Bangka di masa lalu. Kawasan ini dirintis dan dikelola Kelekak Community.
 
Untuk menuju kawasan Masjid, dapat mengikuti papan petunjuk arah yang dipasang dari sebuah gang kecil di sebelah Masjid Raya Tua Tunu, Pangkalpinang. Jalan menuju kawasan ini masih berupa jalan kampong yang tidak di aspal dan di beberapa bagian lebarnya hanya cukup untuk 1 kendaraan mobil penumpang. Sepanjang jalan kampong tersebut dapat dilihat kebun-kebun warga seperti kebun sayuran, kebun lada dan kebun nanas, serta melewati sungai yang airnya masih jernih dan sering digunakan penduduk warga untuk mencuci dan mandi.
 
Masjid Kayu Tua Tunu baru dibangun di akhir tahun 2012. Dinamakan Masjid Kayu karena memang bangunan ini seluruhnya terbuat dari kayu. Kayu yang digunakan adalah kayu Cempedak dan Meranti yang diharapkan tahan rayap. Masjid ini mengambil bentuk awal Masjid Jami’ Pangkalpinang yang memiliki 5 tiang kayu di dalamnya.
Suasana yang masih asri dan jauh dari hiruk pikuk kota menjadikan kawasan ini tempat beristirahat yang nyaman. Meskipun demikian, pada hari libur, kawasan ini akan ramai dikunjungi orang serta para pesepeda yang menjelajah alam disekitar Kawasan Masjid.
 
Di dalam kawasan Masjid terdapat galeri yang memuat benda-benda antik dan alat permainan yang sering dimainkan anak-anak Bangka di masa lalu. Terdapat pula contoh rumah panggung yang menjadi ciri rumah-rumah di kebun-kebun di Bangka yang juga dilengkapi dengan Dapuk (tungku berkaki yang sering ditemui di rumah-rumah orang Bangka di masa lalu). Di halaman terdapat sebuah miniature perahu orang Sekak. Untuk menuju rumah, harus menyeberangi kali kecil dengan jembatan bambu yang dililiti oleh sulur rotan.
 
 

 

 Yang tak boleh dilewatkan pula adalah wisata alamnya. Pilihan jatuh pada  Kawasan Pantai Tanjung Bunga.
Kawasan Pantai Tanjung Bunga unik dengan adanya bebatuan pantai yang tersusun indah. Bagi para pecinta wisata minat khusus, lokasi Tanjung Bunga sangat cocok untuk petualangan dengan menyusuri pantai dan alam perbukitan.


Pada bagian arah ke darat Tanjung Bunga memiliki satu kawasan berbukit dengan panorama yang sangat indah kearah laut. Lengkap dengan pemandangan hilir mudik kapal penumpang dan barang, yang keluar masuk pelabuhan Pangkal Balam


Obyek wisata peribadatan terpadu tanjung bunga terletak tidak jauh dari pusat kota Pangkalpinang. Dapat dijangkau dengan durasi waktu tidak lebih dari 30 menit dari pusat kota Pangkalpinang. Sedangkan kendaraan yang bisa dipakai untuk menuju lokasi yaitu dengan taksi atau mobil rental.

Pada saat akhir pekan, banyak warga setempat beserta keluarga mereka datang ke pantai ini untuk menikmati keindahan pantai. Pantai Tanjung Bunga menawarkan keindahan panorama pantai dan bebatuan karang berwarna kemerahannya.




Ada lagi destinasi  wisata yang unik di Pangkal Pinang, yaitu makam Tionghoa berikut rangkaian upacaranya.





Cheng Beng adalah sebuah ritual/sembahyang tahunan sebagai bentuk cinta dan menghormati leluhur. Sangat ramai dan meriah karena seluruh masyarakat tionghoa baik yang ada di Pangkalpinang maupun di perantauan berbondong-bondong untuk berupaya pulang melaksanakan ritual. Ini merupakan bagian dari tradisi masyarakat tionghoa yang menjadi mayoritas masyarakat di kota Pangkalpinang.

Ramainya manusia dan pernak-pernik termasuk persembahan (sesajian) banyak disajikan berkolaborasi. Aneka buah-buahan, ayam/babi, aneka kue, arak, makanan vegetarian, hio/dupa juga lautan uang kertas palsu ada di ritual.

Lembaran kertas yang ditaruh di atas kuburan tersebut menjadi salah satu hal yang menyita perhatian saat puncak perayaan Cheng Beng berlangsung. Serangkaian kegiatan ritual Cheng Beng diawali dengan membersihkan makam di pemakaman tionghoa Sentosa. Kompleks Pemakaman China Sentosa adalah kompleks pemakaman mewah warga Tionghoa yang sudah ada sejak tahun 1935. Pemakaman memiliki luas 27 hektar dan terdapat 11.000 makam di dalamnya.

Makam-makam dibuat dalam bentuk yang berbeda-beda, bahkan ada salah satu makam yang menggunakan batu granit seharga ratusan juta rupiah. Ada juga salah satu Makam yang katanya tertua di kompleks pemakaman tersebut. Makam tersebut adalah milik keluarga Boen Pit Liem yang diperkirakan sudah ada dari tahun 1915.
Pembersihan makam merupakan kegiatan pre-ritual ritual cheng beng. Dilakukan 10 hari sebelum pelaksanaan Cheng Beng dilaksanakan. Sedangkan puncak dari kegiatan Cheng Beng dilaksanakan pada setiap tanggal 5 april (kalender masehi).

Semakin semarak, ritual Cheng Beng dilengkapi dengan banyak lampion, kembang api dan iringan alunan musik Belaz Band atau Tanjidor plus pelepasan lampion bersama. Menurut masyarakat tionghoa sendiri, ritual ini juga momentum reuni. Mempererat tali silaturahmi antar keluarga dan para sahabat. Terlebih mereka datang dari berbagai wilayah, baik dari tanah air maupun mancanegara. Mereka pulang ke Pangkalpinang untuk berziarah ke makam leluhur. Ritual cheng beng bisa di temukan di pemakaman Sentosa yang berada di Jl. Soekarno Hatta, Pangkalpinang.

Seru dan keren ya wisata Pangkal Pinang. Sekarang sih mimpi dulu. Semoga suatu saat benar-benar kesampaian jalan-jalan ke sana. Aamiiin.
Agustus 17, 2016

Kabur Ke Tanah Surga

by , in
Kabur Ke Tanah Surga

Cerpen

Kabur Ke Tanah Surga

by Dian Nafi





Etra melongokkan kepalanya ke luar jendela dan menangkap pemandangan gelap langit yang masih juga tak ada tanda-tanda akan segera terang. Wajahnya kembali tertekuk saat memandangi satu per satu temannya di dekatnya. Ruang duduk di messnya perusahaan tambang minyak dan gas ini terasa makin sesak saja rasanya.
“Kalian beneran masih akan tinggal di sini selama beberapa hari ini?” tanyanya retoris.
Dia sadar bahwa ketiga rekan di dekatnya ini sesungguhnya juga mulai muak dan bosan terkurung dalam mess. Cuaca buruk di luar sana menyebabkan jadual penerbangan mereka ke Halim tertunda. Sejak tiba dari rig offshore di tengah laut kepulauan Natuna kemarin lusa, hanya tidur makan dalam tempat persinggahan sementara di Matak ini yang mereka bisa lakukan.
“Tapi siapa yang berani minta ijin sama atasan?” Slem angkat bicara. Nama aslinya Slamet.
Sekawanan pekerja off-shore tambang minyak internasional itu saling menelisik, saling menunggu.
“Yach, bareng-bareng ayuk lah minta ijinnya,” Faisal bangkit dari tempat duduknya.
Langkah kakinya yang mantap menuju arah ruangan petugas traffic membuat ketiga temannya segera mengikuti. Sudah lama sekali mereka ingin pergi ke Tarempa, pulau Anambas. Olim kebetulan orang lokal Tarempa. Dialah biangnya yang mengompori gerombolan ini untuk punya mimpi ke tanah yang konon katanya salah satu surga di Indonesia. Tapi kesempatannya tak pernah ada. Setiap dua minggu mereka harus tinggal di tengah laut, di atas platform rig off-shore. Dua minggu sisa bulan itu harus kembali berada di rumah tinggal masing-masing, bersama, anak istri. Mau tak mau. Karena kalau yang jatah dua minggu untuk keluarga itupun mereka ambil buat jalan-jalan, bukan saja mereka akan kena complain dan marah, tetapi juga menghabiskan uang yang tidak sedikit.
Dan tiba-tiba kini mereka terdampar di Matak karena cuaca buruk, seperti membuka peluang bagi terwujudnya impian itu. Ya kan?
**
“Sialan nih orang traffic,” keluh Olim.
Teman-temannya yang lain hanya mengangkat bahu. Apa mau dikata, mimpi mungkin tinggal mimpi belaka. Ternyata permohonan ijin mereka tidak diterima.
“Ayolah, ngopi saja di ruang makan,” ajak Etra sambil memberi isyarat dengan tangannya.
“Ya yuk, ngopi ngopi biar nggak bete. Siapa tahu cuaca akan membaik, sehingga kita bisa segera ke Halim,” sahut Faisal, namun suara lemahnya menunjukkan kalau sebenarnya ia tak begitu bersemangat dengan ajakannya sendiri.
“Kalian nggak denger pengumumannya tadi. Menurut perkiraan, cuaca buruk ini akan berlangsung setidaknya tiga hari. Bisa lebih. Aku sih nggak mau lumutan di sini,” Olim mendengus kesal.
“Aku juga mau ngopi saja,” Slem menyahut, menghentikan omelan Olim.
Sesaat hening..
“......tapi ngopi di Tarempa,” lanjutan kalimat Slem membuat mata teman-temannya membelalak. Mereka semestinya tahu kepada siapa sesungguhnya Slem berpihak. Dua orang yang sekilas sangat berbeda itu sama-sama putra daerah Tarempa.
“So.....” Etra berusaha menebak jalan pikiran yang lainnya.
“Kabur lah. Ayo cepat, selagi masih pagi dan belum banyak yang bangun,” sahut Olim.
“Sekarang? Belum mandi, sarapan, packing....” cerocos Faisal terhenti karena mulutnya keburu dibekap dengan cepat oleh Slem.
Dengan pakaian apa adanya di badan, mereka mengendap-endap keluar dari mess. Olim berjalan paling depan memimpin rombongan pelarian.
“Yang penting padha bawa dompet dan ATM. Kalau nggak bawa, ntar aku traktir lah,” Olim memberi petunjuk perjalanan yang pertama dan utama.
Otomatis masing-masing mengecek dompet di celana. Namun dengan tekad tetap akan menagih traktiran. Semua masih dalam keadaan tegang dan baru cair ketika tubuh-tubuh bergelora oleh kenekatan itu duduk di dalam taksi. Bukan taksi juga sebenarnya. Angkutan umum yang dicarter menuju pantai.
“Apa tadi kata orang Traffic?” Olim memancing perbincangan dengan nada terdengar mengolok-olok orang traffic.
“Kalau mau ke sana ya resiko ditanggung sendiri, kalau ada kecelakaan atau apa company ndak tanggung jawab,” Etra menirukan kembali apa yang mereka sama-sama dengar tadi.
Olim tergelak-gelak. Yang lain ikut tertawa.
“Lha wong dipamitin baik-baik kok nggak kasih ijin.  Ya udah akhirnya main kabur saja,” timpal Slem.
Di antara keriuhan tawa, Olim dan Slem gantian merancang apa yang mereka akan lakukan selama beberapa hari di Tarempa nanti. Sehingga tak terasa mereka akhirnya sampai ke bibir pantai.
Untunglah saat itu sedang ada boat yang  siap untuk segera berangkat. Menggunakan  boat, mereka menempuh satu jam perjalanan menyeberang menuju pulau Tarempa. Biaya tujuh ratus lima puluh ribu rupiah pun  dibagi berempat. Nanti akan ada waktunya tersendiri untuk minta traktiran Si Olim yang sudah siap sedia jadi bos penraktir kali ini.
Pemandangan kepulauan Anambas dari kejauhan, laut dan langitnya benar-benar memukau mereka. Bahkan Olim dan Slem yang asli anak sana juga tak bisa menyembunyikan kekagumannya akan lukisan Sang Maha Pencipta keindahan ini.

Sesampai daratan pulau yang dituju, kaki-kaki yang terbiasa menapaki lantai-lantai dingin platform di tengah lautan itu menikmati pasir dan tanah Tarempa. Mereka sama-sama menggulung lengan baju seragam merah menyala andalan. Juga menggulung celana merahnya sampai ke lutut. Langit dan laut yang membiru, pepohonan hijau yang rapat, coklatnya warna tanah dan pasir berpadu dengan rumah-rumah sederhana yang sebagian besar menggunakan bahan alami.
“Nah! Itu dia orangnya,” seru Olim saat sebuah motor datang dengan dua orang berboncengan di atasnya. Dia mengenalkan keduanya kepada kelima rekan pelariannya.
“Kita akan butuh koki dalam hari-hari di Tarempa. Kenalin ini orang-orang yang masakannya bikin ketagihan,” seloroh Olim.
“Pinter ngaduk kopi juga mereka?” selidik Etra.
“Ntar rasain sendiri ya,” jawab Slem.
“Gila nih bawa sepeda motor plat nomernya sudah lewat masanya,” celetuk Faisal sembari memperhatikan kendaraan yang baru datang itu.
“Di Tarempa itu motor gak ada yang plat nomernya masih berlaku.  Gak ada plat nomernya juga banyak. Karena ya dipakai di situ-situ aja.  Motor hilang ya paling besoknya ketemu karena ndak bisa dibawa keluar pulau,” jelas Olim.
Dua koki lokal itu pun, Harun dan Rudi namanya, membawa mereka belanja ikan untuk dibakar di lokasi air terjun yang akan mereka datangi nanti. Tak lupa masing-masing merogoh dompet untuk belanja baju ganti karena mereka tidak mungkin memakai seragam merah itu selama tiga hari di sini. Untung ada ATM sehingga mereka yang uang cash-nya sedikit bisa mengambil uang sesuai kebutuhan.
Selepas belanja, mereka naik boat satu jam lamanya menuju air terjun. Benar kata orang maupun artikel-artikel di web-web maupun blog itu, ternyata pemandangan air terjun itu benar-benar mengagumkan. Surga di depan mata.
Selagi dua teman baru dari lokal yang ditunjuk sebagai koki itu memasak dan membakar ikan, mereka berangkat untuk mandi dan bermain air di seputaran air terjun.
“Argghh!!”  Teriakan Etra mengalihkan perhatian teman-temannya dari keasyikannya masing-masing. Karena itu lebih terdengar sebagai teriakan kesakitan.
“Ada apa, Tra?” Olim mencemaskan laki-laki yang perawakannya paling kecil dibandingkan mereka semua.
Etra meringis, mengaduh sembari mengangkat bagian tubuhnya dari dalam air. Tampak darah mengalir dari kakinya. Teman-teman langsung mengerubunginya.
“Kayaknya kena batu,” duga Etra. Wajahnya cemas karena darah yang keluar lumayan banyak.
Olim dengan cepat berlari mengambil sesuatu dari balik semak-semak dekat air terjun dan kembali menghampiri Etra. Dengan cekatan sebagaimana ia biasanya menangani mesin-mesin di rig off-shore, tangannya bergerak melakukan penanganan pada kaki Etra yang berdarah. Ia membalut kaki Etra dengan dedaunan tanaman. Wajah-wajah di sana melihat dengan penuh perhatian dan keingintahuan. Ajaib memang karena entah bagaimana, darah yang tadinya mengalir banyak lambat laun berhenti dan mampet. Decak kagum ditengahi penjelasan Olim dan rintihan Etra pun bersambung dengan acara bermain air yang sempat tertunda. Dan tentu saja berfoto dengan latar pemandangan air terjun yang seperti tampak dalam kalender-kalender.  Hari itu ditutup dengan acara makan-makan dan ngopi. Aroma kopi yang sangat menggoda membuat mereka sejenak melupakan peristiwa kaki Etra yang berdarah. Bahkan Etra sendiri pun mengabaikan kesakitannya. Mulut-mulut itupun sibuk menyeruput.
**

Malam itu selepas dari bermain air dan mandi di air terjun, mereka kembali naik boat menyeberang untuk menginap di Tarempa. Tubuh-tubuh yang lelah itu pun ambruk dalam penginapan, sudah tak terbalut seragam merah-merah sebab sudah berganti kaos dan celana yang baru saja mereka beli hari ini.
Pagi-pagi sekali bakda subuh, tubuh-tubuh yang kemarin letih itu telah bugar kembali dan duduk di kursi-kursi warung dekat penginapan. Akhirnya momen yang mereka idam-idamkan sejak lama itu terwujud juga. Ngopi di Tarempa. Hidung kembang kempis menghidu harum aroma kopi yang tersaji dalam cangkir-cangkir bergambar sulur dedaunan.  Bibir menyesap dan menyeruput kopi hitam nikmat itu bahkan sampai ke ampas-ampasnya. Berbagai penganan, jajanan juga menemani sarapan mereka di situ. Nasi lemak seperti yang biasa tersaji di Malaysia menjadi salah satu hidangan istimewa pagi ini.
Usai ngopi, sarapan dan mandi, mereka bergegas menuju destinasi selanjutnya. Memanjat, naik ke gunungnya juga. Kepayahan yang mereka harus tempuhi sepadan dengan pemandangan yang mereka bisa lihat dari atas. Keseluruhan pulau Tarempa  tampak semuanya.
Dan ada pula  air terjun yang sangat tinggi. Etra dan teman-teman asal Jakarta tidak berani naik ke batu-batuannya dari bawah. Ada satu temen yang dari Batak. Sepertinya dia sedari  kecilnya memang sudah terbiasa.  Dia naik ke atas sendiri sampai ke hulunya air. Jadi  sampai ke ujung.
Kalau orang lokal jangan ditanya, jelas saja mereka sangat berani. Termasuk Olim dan Slem.
Malamnya mereka kembali menikmati lezatnya ngopi di Tarempa dan makan ikan bakar yang sangat sedap. Tempat makannya ramai dan enak di pinggir pantai. Mereka takkan mungkin melupakan salah satu malam yang indah dan menyenangkan itu.

**
Sayangnya suasana menyenangkan semalam jadi agak rusak pas mereka mau pulang. Pagi itu  jam  tujuh sesuai kesepakatan dan janjian semalam, seharusnya mereka sudah berkumpul di pantai bersama dua teman lokal. Sebab siang itu mereka serombongan harus  balik ke halim dan dua orang lokal ini akan turut serta sebab hendak mengikuti training.
Namun ditunggu sampai jam tujuh lebih, Rudi tak juga nampak. Telponnya  mati. Dicari ke rumahnya tidak tampak batang hidungnya. Dari orang rumahnya, mereka dapat info kalau Rudi  ke rumah orang tuanya ternyata dan agak jauh. Etra mengajak Harun untuk menjemput Rudi dengan naik ojek. Tapi Harun tidak mau.
“Bagaimana ini. Saat ini  susah lho di sini bahan bakarnya. Lagi mimim stock jadi nggak ada boat yang bisa jalan,” kejar Olim.
Infonya barusan membuat teman-teman yang ada di depannya yang tadinya sudah stress karena bisa kena warning, menjadi semakin stress saja.  
“Sekarang cuman ada satu boat akhirnya yang bisa,” lapor Harun.
Mereka kasak kusuk, takut terlambat juga di Mataknya. Akhirnya Rudi pun ditinggal, padahal dia yang sebenarnya guide mereka jalan-jalan dan banyak yang membayar-bayarkan ongkosnya.
Saat sudah mau sampai boatnya di Matak, Rudi  baru telpon dan marah-marah besar. Dia minta boatnya balik karena tidak ada boat lain yang bisa jalan. Dia bilang, “kalian ini tidak terima kasih ya. Aku gak kenal lagi sama kalian ya. Dia terus menyerocos lewat telpon.
Mereka tetap bersikeras sampai Matak karena takut habis juga solarnya nanti kalau balik lagi ke Tarempa. Sampai Matak mereka cari-cari boat yang menganggur.. Untungnya masih ada satu yang bisa. Itupun minim solar dan mereka pakai untuk menjemput. Uangnya dibayarkan dulu.
Mereka pun menunggu Rudi dijemput.
Begitu sampai Matak dia langsung marah-marah besar. Mereka berempat hanya diam aja dan berusaha menenangkannya dengan memberi tahu kisahnya tadi.
Rudi memukul  Harun, temennya yang  sama-sama dari Tarempa itu.  Dia tentu tidak berani memukul teman-teman yang dari Jakarta. Dengan mereka, dia cuma berani mengomel dan marah.
Etra mencoba memisahkan Rudi dan Harun, tapi malah dia dibentak-bentak. Lalu rombongan itu menyodorkan Olim yang paling senior siapa tahu dia bisa luluh. Eh dia tetap marah, sambil bilang,”gak kenal lagi sama bapak, karena bapak nggak tahu terima kasih.”
Akhirnya mereka membawa dua mobil ke bandara Matak. Rudi tidak mau ikut mobil sewaan teman-temannya.  Smenjak itu ramailah berita di off-shore. Sekitar dua bulanan dia tidak mau menyapa gerombolan itu. Tapi lama kelamaan mulai reda. Malahan marahannya dia jadi bahan ledekan di offshore. Kalau lagi padha ketemuan atau guyon, tahu-tahu ada yang  menyeletuk, “eh aku nggak kenal bapak ya. Siapa bapak. Aku gak kenal.” Dan gerrr semua jadi tertawa-tawa ingat kejadian itu. Jadi guyonan akhirnya. Rudi beruntung karena akhirnya dia lolos jadi anggota dewan daerahnya dan resign dari offshore.  
“Kalian beruntung lho bisa ngopi di Tarempa,” ujarnya suatu ketika saat ketemu lagi sama gerombolan pelarian itu.
“Iya, teman-teman yang sudah puluhan tahun kerja di offshore saja belum tentu bisa jalan-jalan kayak kita lho,” aku Etra.
“Yach memang rejeki,” sahut Olim.
“Dan butuh berani untuk nanggung risiko,” imbuh Slem.
“Kalau ketahuan  ada risiko siap-siap ditendang he he,” Faisal terkekeh.
“Kayaknya orang traffic tahu sih tapi kita cuek saja jadi tidak masalah,” kenang Olim.
“Haha, tapi kita tetap kena marahnya Harun,” Etra meringis.
“Eh yang jadi sasaran marah sebenarnya Harun kan, karena mereka sama-sama anak Tarempa yang  mau training bareng ke Jakarta waktu itu,” Faisal meraba-raba.
“Iya,” Rudi menyambar cepat.
“Eh bapak siapa. Saya tidak kenal bapak ya,” celetuk Etra.
Dan semua terbahak-bahak ingat kejadian itu.
“Oh, untungnya ngopinya enak banget ya di Tarempa. Aku sih nggak kapok. Masih ingin ke tanah surga itu,” Faisal menimpali.
Teman-temannya manggut-manggut setuju sembari pikiran mereka menerawang kembali keasyikan saat-saat ngopi di tepi pantai, di tanah Surga, Tarempa kepulauan Anambas.






**

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti
Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan
Nulisbuku.com
Juli 23, 2016

Rembang Bumi Kartini, Pantai Dan Santri

by , in
Rembang Bumi Kartini, Pantai Dan Santri


Saat Ramadan usai, sudah pasti sederetan acara halal bihalal dan silaturahim kita lakoni. Dan tahun ini kayaknya kota-kota yang kami kunjungi tambah lebih banyak daripada sebelumnya. Setelah kemarin silaturahim ke Solo, halbil sekitaran Demak, ke Semarang, Magelang, eh masih nambah lagi ke Rembang nih.

Kali ini supaya refresh, ada tambahan acaranya yaitu...pikniiiiik....

Jadi setelah semalam menginap di rumah saudara, kami jalan-jalan ke wisata bahari pantai Karang Jahe. Pantainya beneran asyik. Macam yang ada di pantai Jepara yang berpasir itu. Jadi kita bisa main pasir, naik boat, berenang, naik perahu, naik delman dan kuda menyisir pantai, minum kelapa muda, makan jagung rebus dan cemilan lainnya. Sembari bercengkerama dan menikmati hari libur terakhir buat anak-anak. Karena hari Senin sudah harus masuk sekolah kembali.



Oh ya, sebelum ke pantai, kami tak lupa bersilaturahim ke rumah salah satu kyai di Rembang yang masih temannya ibu. Sayangnya kami tidak sempat sowan ke ndalem Gus Mus, padahal hanya tinggal menyeberang jalan raya saja sudah sampai lho. Maklum, akunya aja yang pengen ke Gus Mus, tapi yang lainnya kayaknya kurang minat, ya apa mau dikata. Apalagi waktunya memang tidak banyak.

Mudah-mudahan aku dan anak-anak punya kesempatan di lain waktu untuk sowan Gus Mus lagi. Karena yang tahun lalu saat kami ke Gus Mus, beliau sedang tindhak luar kota.

Terima kasih Rembang, sudah melengkapi keceriaan lebaran kami ya :)

Post Top Ad