improving writerpreneurship

Post Top Ad

Tampilkan postingan dengan label kartini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kartini. Tampilkan semua postingan
Juli 23, 2016

Rembang Bumi Kartini, Pantai Dan Santri

by , in
Rembang Bumi Kartini, Pantai Dan Santri


Saat Ramadan usai, sudah pasti sederetan acara halal bihalal dan silaturahim kita lakoni. Dan tahun ini kayaknya kota-kota yang kami kunjungi tambah lebih banyak daripada sebelumnya. Setelah kemarin silaturahim ke Solo, halbil sekitaran Demak, ke Semarang, Magelang, eh masih nambah lagi ke Rembang nih.

Kali ini supaya refresh, ada tambahan acaranya yaitu...pikniiiiik....

Jadi setelah semalam menginap di rumah saudara, kami jalan-jalan ke wisata bahari pantai Karang Jahe. Pantainya beneran asyik. Macam yang ada di pantai Jepara yang berpasir itu. Jadi kita bisa main pasir, naik boat, berenang, naik perahu, naik delman dan kuda menyisir pantai, minum kelapa muda, makan jagung rebus dan cemilan lainnya. Sembari bercengkerama dan menikmati hari libur terakhir buat anak-anak. Karena hari Senin sudah harus masuk sekolah kembali.



Oh ya, sebelum ke pantai, kami tak lupa bersilaturahim ke rumah salah satu kyai di Rembang yang masih temannya ibu. Sayangnya kami tidak sempat sowan ke ndalem Gus Mus, padahal hanya tinggal menyeberang jalan raya saja sudah sampai lho. Maklum, akunya aja yang pengen ke Gus Mus, tapi yang lainnya kayaknya kurang minat, ya apa mau dikata. Apalagi waktunya memang tidak banyak.

Mudah-mudahan aku dan anak-anak punya kesempatan di lain waktu untuk sowan Gus Mus lagi. Karena yang tahun lalu saat kami ke Gus Mus, beliau sedang tindhak luar kota.

Terima kasih Rembang, sudah melengkapi keceriaan lebaran kami ya :)
April 21, 2016

Habis Gelap Terbitlah Terang

by , in
Habis Gelap Terbitlah Terang


Sudah lama baca dan dengar kalau Raden Ajeng Kartini dulu sempat ngaji dari mbah Yai Soleh Darat. Sebab dulu waktu film Kartini yang pertama itu, bulikku  sempat jadi figurannya. Bersama Kartini mengaji di Demak. Karenanya sempat kuusulkan juga dengan sutradara dan produser Film Kartini yang akan datang, akan dibintangi Dian Sastro, agar mereka tak lupa memasukkan adegan sangat super penting ini. Dan mereka say yes. Jadi kita tunggu saja kru film shooting di Demak ya. Asyiiik. 


Ketika RA KARTINI bertanya kepada KYAI SHALEH DARAT gurunya pendiri NU dan Muhammadiyah...
" Hukum seorang yg berilmu namun menyembunyikan ilmunya"
“Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya. Al Qur’an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Di sini tidak ada yang mengerti bahasa Arab. Orang-orang di sini belajar membaca Al Qur’an tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak mengerti apa yg dibacanya.”
Perlu diketahui, pada waktu pemerintahan Hindia Belanda, umat muslim memang dibolehkan mengajarkan Al-Qur’an dengan syarat tidak diterjemahkan alias hanya belajar baca huruf arab saja (pengaruh ini masih dapat kita jumpai saat ini, di mana belajar Al-Quran dianggap selesai ketika telah mampu membaca Al-Quran dengan lancar sampai akhir, walaupun tidak paham maknanya –khataman-). Dan ini memang taktik Belanda agar orang-orang Indonesia tidak paham terhadap Al-quran dan akhirnya mereka tidak akan angkat senjata kepada penjajah kafir belanda.
Suatu ketika, Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama wanita lain dari balik tabir.
Kartini tertarik kepada materi yg sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Shaleh Darat. Setelah selesai pengajian, Kartini mendesak pamannya agar bersedia untuk menemaninya menemui Kyai Shaleh Darat.
“Kyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?“
...
Pertanyaan ini diajukan Kartini kepada Kyai Haji Muhammad Sholeh bin Umar, atau lebih dikenal dengan Kyai Sholeh Darat, ketika berkunjung ke rumah pamannya Pangeran Ario Hadiningrat, Bupati Demak. Waktu itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga dan Kartini ikut mendengarkan bersama para raden ayu lainnya dari balik tabir. Karena tertarik pada materi pengajian tentang tafsir Al-Fatihah, setelah selesai Kartini mendesak pamannya agar bersedia menemaninya untuk menemui Kyai tersebut.
Tertegun mendengar pertanyaan Kartini, Kyai balik bertanya,
“Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?“
“Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama (Al-Fatihah), dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?“
Ibu Kartini muda yang di kala itu belajar Islam dari seorang guru mengaji, memang telah lama merasa tidak puas dengan cara mengajar guru itu karena bersifat dogmatis dan indoktrinatif. Walaupun kakeknya Kyai Haji Madirono dan neneknya Nyai Haji Aminah dari garis ibunya, M. A. Ngasirah adalah pasangan guru agama, Kartini merasa belum bisa mencintai agamanya. Betapa tidak? Beliau hanya diajar bagaimana membaca dan menghapal Al-Qurâ’an dan cara melakukan shalat, tapi tidak diajarkan terjemahan, apalagi tafsirnya. Pada waktu itu penjajah Belanda memang memperbolehkan orang mempelajari Al-Qurâ’an asal jangan diterjemahkan.
Kartini menceritakan bahwa selama hidupnya baru kali itulah dia sempat mengerti makna dan arti surat Al-Fatihah, yang isinya begitu indah menggetarkan hati. Kemudian atas permintaan Kartini, Kyai Shaleh diminta menerjemahkan Al Qur’an dalam bahasa Jawa di dalam sebuah buku berjudul Faidhur Rahman Fit Tafsiril Quran jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai surat Al Fatihah hingga surat Ibrahim. Buku itu dihadiahkan kepada Kartini saat dia (Kartini) menikah dengan R. M. Joyodiningrat, Bupati Rembang.
Kyai Shaleh meninggal saat baru menerjemahkan jilid pertama tersebut. Namun, hal ini sudah cukup membuka pikiran Kartini dalam mengenal Islam.
Tahu tidak? Sebenarnya ungkapan "Habis Gelap Terbitlah Terang" itu sebenarnya ditemukan Kartini dalam surat Al Baqarah ayat 257, yaitu firman Allah“ …minazh-zhulumaati ilan-nuur” yang artinya “dari kegelapan-kegelapan (kekufuran) menuju cahaya (Islam)”.
Oleh Kartini diungkapkan dalam bahasa Belanda "Door Duisternis Tot Licht". Dan kemudian, oleh Armien pane yang menerjemahkan kumpulan surat-surat Kartini diungkapkan menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Post Top Ad