foto by dian nafi |
Demak Raya itu kurang apa coba?
Secara sejarah dan relijiusitas, Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Punya Masjid Agung Demak (MAD) yang sebagian besar orang mengakui kemagisannya dalam tampilannya yang sangat sederhana dan membumi. Secara arsitektural, masjid ini memakai konsep arsitektural tropis, bagian-bagian dan keseluruhannya penuh makna filosofis.
Masjid Agung Demak yang sudah ratusan tahun ini usianya, jelas merupakan salah satu daya tarik terbesar yang bisa dijadikan icon dan magnet bagi wisata dunia. Tinggal bagaimana kita mengemukakan brand story yang sesungguhnya sudah ada ini. Hanya saja kita ini kurang kreatif dan kurang gigih, serta mungkin kurang percaya diri saja. Sehingga potensi wisata sebagus ini tidak mampu kita angkat, perjuangkan dan sajikan ke dunia.
Saat kini trend dunia mulai melirik para muslim berpengaruh yang akan menjadi salah satu penggerak dunia, mbok yao Demak ambil bagian. Apalagi setelah beberapa kali isu toleransi mengemuka sebagai solusi perdamaian dunia. Demak kan sudah menjadi contoh nyata wujud akulturasi dan toleransi pada jamannya dulu. Jadi yach kini saatnya muncul kembali. Mendunia. Menjadi solusi dan berkontribusi.
sumber: internet |
Secara perayaan, adat, tradisi, budaya, Demak itu punya banyak sekali event.
Ada grebeg besar yang berisi rangkaian upacara dan acara-acara yang sungguh unik dan asyik jika diikuti dan ditampilkan ke khalayak ramai, ke muka dunia. Tapi yach, makin ke sini-sini, sepertinya semangat orang-orang makin luntur saja. Pemerintah daerah bukannya mengupayakan agar grebeg besar ini semakin sugreng dan meriah, tetapi malah cuma kepikiran gimana caranya menarik uang sewa dari para penjual di arena grebeg besar, serta uang retribusi pengunjung. Walhasil, pendatang baik yang jualan ataupun pembeli serta pengunjung pun jadi makin surut. Grebeg besar jadi sepi, jadi kecil. Duh duh, sediiih...
Belum lagi, ada Maulidan, Suronan, Posonan, Syawalan, dan yang baru kemarin dirintis ada juga Festival Mahrajan Wali Jawi. Nah, kalau di kota-kota lain, tradisi kayak gini ini sudah langsung dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi 'jualan' yang menarik wisatawan. Lihat saja di Dieng, Banyuwangi, Jember dan banyak lagi lainnya.
Sebagai pelengkap kunjungan wisata di Demak, kita punya cluster kerajinan batik, kerajinan rebana dan bedug, cluster kerajinan oleh-oleh dan craft.
Lalu ada wisata agronomi Jambu dan Belimbing yang menjadi ciri khas Demak. Juga wisata pantainya yang lengkap dengan upacara dan tradisinya pada hari tertentu. Oh ya, ada juga wisata mangrove yang eksotis banget, bahkan membuat warga Demak sendiri tercengang karena nggak menyangka ada yang seperti itu di daerah mereka.
Jadi, mau tunggu apalagi? MEA makin dekat. Tinggal kolaborasi yang apik dan sinergis dari semua pihak untuk bisa menduniakan Demak Raya. Ayo ambil bagian!
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah (www.twitter.com/visitjawatengah);
Demak, kota yang sudah lama tertanam di memori karena ada di mata pelajaran sejarah sejak SD. Sejarah Islam maupun sejarah nasional selalu menyinggung-nyinggung Demak. Sayang, saya cuma sekali lihat Masjid Demak. itupun cuma lewat saja pas dalam perjalanan Kudus-Pemalang. Lain kali harus mampir.
BalasHapusayo musti ke Demak nih kapan-kapan.
Hapus