improving writerpreneurship

Post Top Ad

April 04, 2020

Tips Menulis Novel: PLOT

by , in
Tips Menulis Novel: PLOT

POLA 6 LANDMARK itu cuma berlaku utk cerita yg alur waktunya satu, satu protagonis, dan satu cerita linear. Kayak film-film hollywood.

Menulis itu BISA sederhana (scr pola) tapi NGGAK sesederhana itu pas dilakukan.

Kita nggak bisa nulis cuma berpegang sama satu konsep, kita butuh banyaaaaak model pemikiran ttg penulisan

4 ACT STRUCTURE yg digagas oleh ADAM SKELTER dalam buku ANATOMY OF CHAOS.


Hampir semuaaaaaa pola2 fiksi yg ada (baik di fiksi tertulis atau film) punya satu ibu kandung yg sama
Punggung tangan dengan jari telunjuk mengarah ke kanan
3 ACT STRUCTURE yg digagas oleh ARISTOTELES ribuan tahun lalu. Termasuk gagasan Adam Skelter ini. Atau THE HERO'S JOURNEY-nya JOSEPH CAMPBELL. Dsb.
Gambar

dah liat 3 ACT STRUCTURE kek apa? Udah liat semacam grafik 3 ACT STRUCTURE yg bentuknya kek gunung yang puncaknya condong di sisi kanan?

Bnyk yg mikir klo eksposisi-rising action-falling action Aristoteles adlh urutan kejadian dlm kehidupan tokoh Gw rasa, maksud dr Aristoteles BUKAN ITU. Grafik itu bukan ttg urutan WAKTU scr linear, melainkan WAKTU NARATIF dan grafik itu adalah alur INTENSITAS EMOSIONAL TOKOH.

Apa itu Waktu Naratif? Waktu Naratif adlh urutan waktu yg muncul dlm naskah pas DIBACA. Jadi, WAKTU dlm grafiknya Aristoteles lebih ttg WAKTU UNTUK PEMBACA, bukan TOKOH cerita. Wlo, bisa aja Waktu Pembacaan n Waktu Tokoh sejalan (misal: dlm cerita2 yg alur waktunya cuma maju)

Apa hubungan Four Act-nya Adam Skelter dengan Three Act-nya Aristoteles? Gini
Punggung tangan dengan jari telunjuk mengarah ke kanan
Begitu kita dapet 6 Landmark cerita. Perhatiin baik2. Jadiin ADEGAN. Seperti apa momen itu berlangsung. Lalu .... perhatikan INTENSITAS EMOSIONAL yg ada dalam tiap adegan/kejadian itu.

Ada adegan/kejadian yg intensitasnya emosinya tinggi n rendah, kan? Kalo semuanya sama, yaaaa dibuat naik-turun. Itu tugas kita sbg penulis. Di proses ini, kamu bisa tukar2 posisi. Yg sebelumnya Klimaks dijadiin Impetus. Yg sblmnya Impetus jadi Klimaks, dsb. Kok bisa?

a, bisa. Krn CERITA adlh TENTANG INTENSITAS kek grafiknya Aristoteles. Jd, adegan APAPUN yg INTENSITAS-nya TINGGI berpotensi jd CLIMAX Ini yg bisa bikin: Tokoh mati di awal cerita, n klimaks cerita terjadi pas tokoh masih kecil. Seakan2 waktu berbalik. Catet: cuma seakan2.

kenapa waktu mundur itu cuma seakan2? Karena eh karena, hukum linieritas waktu berlaku absolut scr subjektif. BAHKAN, terhadap tokoh fiksi.
Mo kek gimana waktu dibolak-balik dalam fiksi, si Tokoh PASTI ngalamin waktunya lurus, maju, dan ke masa depan DIA.

ernah nonton Back To The Future? Apakah waktu mundur buat si tokoh? Tidak. Tokoh kembali ke masa lalu, tapi waktu PRIBADI dia ttp maju. Benjamin Button? Waktu tetep maju, fisiknya dia yg mundur jd muda seiring waktu yg maju.
Lagi2 klo kamu detail memperhatikan, ada 2 PLOT YANG TERJADI DI SEMUA CERITA. 1. PLOT KRONOLOGIS: Plot yg dialami oleh PROTAGONIS yang berurutan waktu secara linear; dan 2. PLOT NARATIF: Plot yg dialami oleh PEMBACA lewat naskah yang urutannya bisa ACAK (klo penulisnya mau).

Jadi, klo plot dalam naskah ada 2 (dua). BUKAN berarti dr awal perlu dibuat acak2an or ganti2an.
Wajah netral
Awal semua plot selalu KRONOLOGIS. Baru dijadiin PLOT NARATIF dg mempertimbangkan INTENSITAS EMOSI dalam kejadian/adegan yg ditulis.

Plotnya 10? Protagonisnya 20? Ada 30 alur waktu? Hukumnya selalu sama. Semua berawal dr plot kronologis yg berlaku secara masing2, untuk kemudian disatukan dalam Plot Naratif yng urutannya terkait intensitas emosional.
Patuhi grafik Aristoteles dr sisi emosional. Linieritas WAKTU boleh banget dilanggar. Akibatnya memang: 6 Landmark yg disusun jadi seperti NGGAK NYAMBUNG. Daaaaaaan Inilah gunanya SUBPLOT dan TRANSISI: membuat ketidaknyambungan itu jadi secara ILUSIF terasa nyambung.

Kalo urutan waktunya ACAK bagaimana pembaca bisa paham? Inilah dosa banyak penulis: "Meremehkan Kecerdasan Pembaca utk Memahami Cerita" apalagi kalo menganggap dirinya lebih cerdas dari pembaca. Segeralah bertobat.

Asal CLUE dan CUE-nya jelas, Pembaca akan selalu bisa memahami jalan cerita secara KRONOLOGIS, mau tuh cerita urutan waktunya diacak2 kek mana. SEMUA yg CHAOS akan dijadikan ORDER di dalam kepala pembaca.

Ttg gmn manusia mempersepsi kejadian chaos ini, sila googling: GESTALT PSYCHOLOGY yg digagas oleh Max Wertheimer, Kurt Koffka, n Wolfgang Kohler. Ini salah satu teori penting buat penulis yg mau CERITANYA MENGALIR.
Wajah dengan air mata bahagia
Percaya: mengalir2an ini cuma ilusi yg dibangun penulis.

Gw setuju ama Adam Skelter mengenai hubungan Chaos-Order dalam cerita. Tugas penulis adalah "Giving an anatomy to the chaotic incident(s) so it becomes order". Kurleb gitu lah.

Kok, cerita gue simpel banget? Gini doang? Weits! Jangan macem2 sama kesederhanaan. Old Man and The Sea-nya Ernest Hemingway sederhana juga plot-nya. TAPI, doi menang NOBEL, tuh! Sebaiknya, ide cerita bagus = tidak bisa ditebak = ide cerita rumit. Dihapuslah saja

Yoi! Bener! Cerita memang ttg si Protagonis. Tapiiiiii, tokoh dalam cerita bukan cuma doi. Ada tokoh2 lain yang kita sadar atau nggak sadar juga punya alurnya masing2.

protagonis adalah POV utama cerita yang gunanya sebagai saringan kejadian/adegan yg layak masuk ke dalam cerita.
Adegan/Kejadian yg nggak berhubungan sama Protagonis mending disimpen aja.

permasalahan Plot Kronologis Vs Plot Naratif inilah yang SERING dilewatin sama Penulis. Mereka ujug2 nulis cerita yang lompat ke sana kemari, tanpa paham KRONOLOGIS kejadian sbnrnya yg dialami si protagonis. Alias: keburu mengada-ada sblm bener2 paham ceritanya apa.

Jadi ... sebelum mulai bikin cerita yang alur waktunya acakan2 atau lebih dr satu protagonis. BUAT dulu PLOT KRONOLOGIS utk masing2 tokoh. Buat 6 Landmark utk tokoh2 kunci. Lalu, PILIH. Landmarks yg produktif utk ceritanya si Protagonis. Masukin hanya yg berguna.
Jadi, kita perlu bikin bbrp PLOT KRONOLOGIS seiring dg jumlah protagonis n tokoh kunci dalam cerita. PLOT NARATIF adalah tempat kita menyatukan semua plot kronologis itu jd satu ke dalam urutan tertentu yang kelak kita tulis jadi novel. Jangan lupa, perhatikan intensitasnya.

Ini sebabnya gw TIDAK PERCAYA klo ada PLOT Non-linier. PLOT PASTI LINIER (krn pembaca pasti bc scr linier dr hlmn ke hlmn). Yg bisa TIDAK LINIER adlh SETTING WAKTU. Gmn jg Plot Kronologisnya, hasil yg muncul di naskah PASTI Plot Naratif yg secara intensitas emosi ttp urutan.

Bisakah intensitas emosi adegan/kejadian dlm fiksi ini dibuat tidak urutan? Bisa dan BOLEH. Hasilnya kemungkinan besar Anti Klimaks dan kalau memang itu tujuan menulisnya, ya, terserah aja. Antiklimaks nggak berarti jelek, kok.


sederhananya: Kita sebagai penulis HARUS melihat dulu pola paling sederhana dari sebuah cerita, SEBELUM membuatnya jadi rumit.
Jangan merumit2kan cerita sebelumnya waktunya. Buat cerita jadi rumit kalo cerita memang butuh kerumitan alias perlu pake banyak argumen.

Argumen dalam cerita fiksi bakal banyak muncul lewat SUBPLOT

Dua pemahaman mendasar ttg PLOT CERITA yg kelak kita jadiin outline adalah cara kerja PLOT KRONOLOGIS dan PLOT NARATIF yang merupakan hubungan antara kejadian, emosi, dan waktu.


Tertawa berguling di lantai



Aturan dibuat untuk dilanggar
taken from wisnucuit


April 04, 2020

Tips Menulis Novel: PREMIS

by , in
Tips Menulis Novel


PREMIS
peng-ide-an. Kenapa Pengidean? Karena ide juga hasil proses. Jadi "Ide" adlh hal terbuka yang bisa berubah seiring proses. Salah satu hal penting yang harus dikuasai adalah membedakan, mana yg disebut ide, bibit-ide, atau malah nyampah doang.

Contoh: Ah, gue mau cerita tentang cowok patah hati yang mo nyelesaiin skripsi. Buat gue, itu
Punggung tangan dengan jari telunjuk mengarah ke atas
BUKAN ide. Itu cuma celetukan yang BISA jadi ide. Nah! Celetukan itu harus diuji feasibility-nya utk jadi Ide. Caranya?

Masukkan celetukan itu ke dalam kerangka Premis Cerita. Kalau celetukan itu nggak bisa jadi Premis, celetukan itu bakal gw buang ke tong sampah. It's almost useless!


Ide Cerita harus selesai. Like, SELESAI. Cerita utuh dari awal sampe akhir cuma dengan 1 (satu) kalimat Premis. Percayalah, kalau kita gagal menjelaskan cerita kita dalam satu kalimat singkat, 50ribu kata nggak akan ada gunanya buat bikin ide itu jadi jelas

Celetukan yg gagal masuk premis jangan dilulusin. Catet aja di mana kek, kali aja kelak berguna. Kalaupun celetukan itu 'Selesai' hasilnya paling2 cuma cerita ngalor-ngidul ke sana kemari yang nggak ngiket n gak jelas arahnya


Kalimat premis sesederhana ini: Ada tokoh (dg karakterisasi xxx mengalami initial occurance) ingin mencapai (tujuan tertentu) tapi terhalang (sesuatu) sehingga akhirnya dia (berhasil/tidak-berhasil mencapai tujuannya dalam keadaan xxx).

Kalau celetukan itu tidak berhasil jadi kalimat, saran saya jangan coba2 mulai nulis. Bukan nakut2in. Tapi, kemungkinan besar mampet di tengah jalan. Trus? Gw buat beberapa keputusan utama tokoh yg bikin dia sampai (atau tidak sampai) ke tujuan. Ini namanya Key Moments.

Keputusan2 itu tergantung pada Halangan tokoh yg ada dalam premis yg sblmnya ud dibuat. Keputusan2 ini berisi rencana TINDAKAN NYATA yg dilakukan tokoh untuk menyingkirkan halangannya. Jumlahnya palingan 5-6 keputusan. Bahkan bisa lebih sedikit. Sya bikinnya urutan.

Stlh dapet Key Moments, trus? Saya akan mulai membuat 2 (dua) tiang pertama cerita. Apa itu? Opening dan Closing cerita.

Protagonis yg ada di premis langsung gw masukin ke dalam SETTING. Jadi di proses ini gw belum bener2 tahu karakterisasi si Protagonis akan macam apa kecuali hal yg mendasar (jenis kelamin, umur, pekerjaan/posisi dalam cerita).

Bentuk Opening n Closing ini adalah adegan bermasalah; BUKAN cuma deskripsi2 pemandangan, apalagi adegan dia bangun tidur sambil goler2. Melainkan, Protagonis langsung saya hadapkan sama masalah yang harus dipecahkan.

Ending juga bentuknya adegan setelah tokoh menghilangkan HALANGAN-nya (either dia berhasil ato nggak). Di akhir cerita HALANGAN pasti hilang. Bukan berarti karena dia brhasil. Bisa aja krn dia gagal atau malah mati. Orang mati gak bakal punya halangan lagi, kan?


Catat: Menghilangkan halangan tokoh TIDAK SAMA dengan doi berhasil mencapai tujuan.

Dari nulis Opening dan Ending, saya akan dapet KARAKTERISASI protagonis secara psikologis. Apa yang sy cari? Cara tokoh merespon masalah. Catat: Karakterisasi adalah totalitas respon karakter atas masalah dan kejadian yang muncul di dunianya.

HAPUS tuh ide2 yg bilang karakterisasi kek serangkaian ajektif (baik, ramah, senang membantu ibu, blablabla) plus hobi, potongan rambut, zodiak, makanan favorit, blublublu. Nyaris ga ada gunanya bikin begituan.

Sama kek manusia, KARAKTER harus dialami, karakterisasi muncul sebagai keputusan dan tindakan. Dari proses penulisan Opening dan Ending saya jg mulai merencanakan STILISTIKA, alias gaya tulisan yang akan saya pake (pertimbangan lain: pangsa pembaca).

Habis itu gw akan membuat LANDMARK cerita. Apa itu Landmark? Landmark adalah titik2 poin perjalanan tokoh ke arah tujuan. Ada 6 landmarks utama: 1. Impetus 2. Dramatic Question 3. Midpoint 4. Lowpoint 5. Climax 6. New World

IMPETUS: Kejadian awal yg menimpa tokoh; mendorong doi utk keluar dari hidup monoton sblmnya. Bentuknya bisa ancaman atau kesempatan. Misal: Diancam DO kalo skripsi gak selesai dalam 2 bulan. Kesempatan Beasiswa ke luar negeri. Dsb.

Impetus pada dasarnya adalah dorongan yang membuat protagonis memiliki TUJUAN (sudah dibuat sejak premis). Tp, Kesempatan/Ancaman gak berguna kalo tokohnya gak mau menyambut, kan? Mau diancam DO kek, klo tokohnya gak mau ngerjain skripsi ya cerita selesai!

Maka, muncullah: DRAMATIC QUESTION: Tokoh menyambut ancaman/kesempatan yang datang walau dia tidak tahu pasti apakah dia sanggup atau nggak. Pokoknya, tokoh pede aja buat lanjut. Harus. Harus. Harus.

MIDPOINT: Tokoh yang awalnya merasa kalo dia mampu melewati halangan malah menemui kegagalan. Perasaan kalo dia akan berhasil ternyta cuma harapan palsu. Hiks. Midpoint bisa dimanfaatkan utk menunjukkan bhw masalah kecil yang dia lihat ternyata menyembunyikan masalah besar!

Like: tokoh awalnya penelitian buat nyelesaiin skripsi biar nggak kena DO, tapi TERNYATA penelitian itu menunjukkan bahwa ada KORUPSI di kantor itu! Wataw! Tokoh dikejar2 buat dibunuh!

Intinya: Midpoint membuat cerita belok dan mendorong tokoh utk mengganti strateginya. Strategi awal yg cuma buat nyelesaiin skripsi berubah jadi strategi menyelamatkan hidup. Bangkek, kan? Tapi gimanaaa? Dia terjebak!

LOWPOINT: Tokoh yang sudah mengganti strateginya malah makin hancur lebur. Dihajar sana-sini. Sampai ... si tokoh kehilangan semuanya. Muncul pertanyaan: Gue lanjut apa nyerah aja, ya???? Intinya: dia kehilangan semuaaanya.

Boro2 lulus sidang skripsi, keluar dari situ dalam keadaan hidup aja udah syukur! Njrit! Mati gue! Di titik inilah tokoh menjalankan strategi hidup-mati. Like: ya udah deh. Gimana lagi? Nyerah atau nggak nyerah, kemungkinan matinya gede banget! Mari kita bertaruh segalanya!

CLIMAX: ini adalah pertarungan terakhir tokoh alias konflik terbesar yang akan menutup cerita. The Final Battle. Penentu apakah tokoh berhasil atau gagal. Ingat! Climax tidak terjadi dadakan. Intensitasnya harus dibangun sejak awal. Like? Sejak mulai ngetik.

Hati2! Di Climax sering terjadi deus-ex-machina. Apa itu: KEAJAIBAN mbantu tokoh yg putus asa utk keluar dari masalah. Keajaiban mungkin ada di dunia nyata, tapi di dunia fiksi, deus-ex-machina BISA merusak cerita.

Sering, Alih2 menunjukkan karakter yg putus asa, deus ex machina malah yg lebih memperlihatkan kalo si penulis putus asa n gak nemu akhir cerita.

Contoh deus-ex-machina: entah dari mana datangnya TIBA-TIBA dateng petugas KPK menyelamatkan dia! Wedezig! Kalo mau ngelibatin petugas KPK, harus dari awal dikasih tanda2nya. Jangan makjreng turun dari langit!

NEW WORLD: Halangan tokoh hilang. Tokoh masuk ke hidupnya yang baru, entah dalam keadaan berhasil atau gagal. Misal: Tokoh gagal skripsi n di-DO, TAPI dia direkrut jadi agen KPK!
Wajah dengan air mata bahagia

Nah! Pola di atas adalah pola yg dimiliki hampir semuaaaaaaaa cerita di permukaaan bumi. Entah kenapa bisa begitu.
Wajah berpikir
Akhirnya, yg mbedakan satu cerita dg cerita lain adalah: STILISTIKA dan VOICE pribadi milik penulis. Being Authentic is bloody important.





Aturan dibuat untuk dilanggar
taken from wisnucuit
April 03, 2020

It isn’t 10,000 hours, but 10,000 iterations.

by , in
It isn’t 10,000 hours that creates outliers, it’s 10,000 iterations.




It isn't 10,000 experiences that creates wisdom, its 10,000 reflections.

We want the invention without the iteration, wisdom without the wrinkles, the triceps without the try...

10,000 hours with the wrong approach is a vanity metric.

And what happens when you focus on the vanity metrics?

Observe this problem magnified on an institutional level. We value clicks, likes/retweets over privacy. President values ratings over public health.

We’re driven by lagging indicators & then debate if it’s the 🐓 or the 🥚

Agreed. It's a shame that likes ect are portrayed as being valuable. They reflect your reach but not your character.

Unfortunately it's reach and not character that institutions will typically reward with status, perpetuating a cycle of chasing and promoting vanity metrics

It isn't 10,000 books that creates knowledge, its 10,000 interpretations

you can have 10K experiences without that much reflection and that's the delta.

Reflection, crucially, is about observation before judgment.

It isn’t 10,000 hours or experiences, but 10,000 reflections iterated.

It’s both experiences and reflections. Stop saying things that sound profound but aren’t

Reflection is embodied.

"I fear not the man who has practiced 10,000 kicks once, but I fear the man who has 10,000 legs." - Bruce Lee

Mindless practice is time wasted.

Mindful practice is happy time.


As someone who has tried to learn music this way, I agree wholeheartedly. Without mindful and clear observation and practice, we don't complete the vital feedback loop required for effective learning.

Practice done for practice's sake is futile.

In order to learn from experience, two ingredients are necessary:

- Frequent practice
- Immediate feedback

Look for feedback loops to make adjustments and thus improve.

I see you make music:
- Put your ideas on the internet, even if they are not finished
- Ask for opinion
- Networking and send them your recordings
- Self edit and publish demos
...

It is not the hours of the work but the work in the hours.

Iterate, don't repeat.

What if you can find the answer in 5000 iterations, are you lucky?

No you're not. You learned fast

If there's only one answer, then no, you just learned faster.

If there's more than one answer, you are learning fast but keep going.

... Keep going anyway.

You probably know the answer! Genetics, quality of coaching, social support, and health habit factors.

Human performance is what I do.

You have to approach perfection to realize you cannot approach perfection.

Perfection is a resolution fallacy, and resolution is experience.

This is why visualizations are so powerful. Can conceive many of the iterations simply mentally.

Visual simulation

10,000 mindful iterations to mastery

Iteration >>>>> mere repetition

(Where iteration = repetition * feedback)

Once had a wrestling coach tell me, 'It's not practice that makes perfect, perfect practice makes perfect.' Not how I would put it, but it makes sense. You don't get points for showing up, you must apply yourself

Learning about some of the ways a system fails will help reveal the importance of foundational components within the way(s) it can succeed.


Hit. Fail.
Hit. Fail.
Hit. Fail.
... (9996 more times)
Hit." Eureka Eureka"

No luck.
Only work

'Isn't always 10,000 iterations. In Standup comedy we do the same set over and over for an extended period of time. In fact it's doing exactly the same thing over that installs it in our heads allows experiment and a new bit comes spontaneously the 101st time. More like 1000*10

It isn’t a number. It’s sustained, deliberate practice. Ericsson>Gladwell



Maret 25, 2020

10 Akselerasi Adopsi 2020 Karena Corona

by , in

10 Akselerasi Adopsi 2020 Karena Corona

Gambar

Kita tidak pernah menyangka bahwa pandemi wabah corona membawa banyak hal berubah dengan sedemikian cepat. Meskipun kita sudah lama mendengar tentang kekuatan internet dan digital yang memungkinkan kita bisa relay dalam mengerjakan apapun, mobile dan fleksibel, tapi karena wabah corona ini maka praktiknya menjadi lebih cepat. Kita dengan segera diminta untuk working from home, learning from home, beribadah bahkan di rumah, shopping from home juga. Pacaran from home juga. Ya kaaan..


So, kita bisa lihat bahwa di tahun ini beginilah yang terjadi dengan cepat, sangat cepat. Tuntutan perubahan menuju new normal.
2020 will vastly accelerate adoption of:
1 e-commerce 2 drone delivery 3 digital contactless payments
Gambar
4 video conferencing 5 autonomous vehicles 6 wearable health monitors
Gambar
7 3D manufacturing 8 voice mobile applications
Gambar
9 online learning 10 smart robotics

Yuk cepat kita kejar agar jangan sampai tertinggal. Inilah momentum untuk kita segera belajar sekaligus beraksi menghadapi tantangan jaman.

Bismillah
Maret 22, 2020

nulis buku terkait corona

by , in


Gambar


Wah, gus ulil sdh dpt ide nulis #buku apa terkait #corona.

I am thinking about writing a book with title options such as: Theology of Crisis, or, Theology in Time of Crisis, or, Coping with Virus Theologically (Muslim perspective). This is the best time to test the rich Islamic theological legacy against the current crisis.

bEGITU tulis gus ulil.


Langsung banyak netizen menyambutl hangat dan antusias.

Bikinlah pak. Sudah keliatan kan yang paling bebal dan mengancam keselamatan orang lain dalam situasi krisis begini ialah para yang sangat 'relijius

Please do! Im looking forward to the book once it has been completed
🙌🏼

Aku masih cari2 sambil ngrekap apa2 yg lewat dan terpikirkan, siapa tahu bisa berguna/

seperti biasa kalau sedang membuat draft persiapan tulisan, aku membuat bagan besar kertas plan dan memanfaatkan sticky ntes untuk mencatat ide  ide dalam catatan ringkas. kadang hanya terdiri beberapa kata saja. atau beberapa kalimat jika kurasa musti ada pengingat atau reminder yang lebih panjang. biasanya terkait dengan insight, aha mment atau hikmah dari kntemplasi yang kulakukan. 
Maret 14, 2020

Leadership On Crisis

by , in
Leadership On Crisis
Kepemimpinan Dalam Masa Krisis


Leadership (Kepemimpinan) bakal nampak dan terbukti pada saat menghadapi krisis. Kalau kondisi biasa, orang cekatan vs orang Omdo alias omong doang tidak akan ekstrim perbedaannya.  Justru dalam  situasi krisis, kita bisa melihat kualitas kepemimpinan seperti apa, apakah dia pemimpin yang baik di tengah krisis atau pemimpin yang buruk di tengah krisis ini.

Iim Fahima dalam cuitannya di twitter membagikan insight-nya bagaimana semestinya karakter pemimpin dalam menghadapi krisis.

Pertama. Karakter pemimpin diuji saat krisis. Dalam kondisi ini, pemimpin harus paham akar masalah dan turun tangan langsung ambil komando. Ini tidak bisa dipindahkan ke sosok lain karena karisma, kepedulian, tonality, clarity dan gesture seorang pemimpin tidak bisa "dititipkan"

Arahan pemimpin secara langsung ke team inilah yang akan menentukan team bergerak sepenuh hati atau tidak.

Leadership is a matter of having people look at you and trust your confidence and seeing how you react. If you are in control, your people in control too.

Kedua. Saat krisis, semua orang cenderung panic dan terburu-buru. Akibatnya, langkah yang diambil cenderung reaktif, tidak strategis.

Dalam situasi ini, seorang leader harus bisa mengambil jarak sesaat agar bisa berpikir solusi yang konstruktif.

Ketiga. Krisis dan chaos harus ditangani dengan cepat, tapi tidak boleh buru-buru. Leaders have to act promptly not hurriedly. Be quick but don’t hurry.

Langkah strategis dan konsruktif tidak identik dengan gerakan yang slow.  Ini bisa dikombinasikan dengan Speed.

Keempat. Dalam situasi krisis, pemimpin harus bs manage ekspektasi. Jangan berikan janji-janji surga. Keep it realistic.

Paparkan problem, impact, strategi penanganan jangka pendek, sedang, dan panjang. Kalau kondisinya pahit ya sampaikan, we hav to fight this battle together!

Kelima. Memimpin dalam situasi krisis itu luar biasa tantangannya. If you start to lose focus on the big picture, it might be necessary to take step back from the situation and reassess it, or even seek outside advice. Ngobrol sama negara tetangga, mungkin?

Yang utama saat krisis adalah JUJUR atas masalah yang dihadapi.

Menyembunyikan masalah hanya akan membuang waktu yang mahal, yang harusnya bisa dipakai untuk penanggulangan krisis.

Apa yang akan membuat sebuah krisis jadi semakin buruk? 
Leaders yang tidak menanggapi krisis dengan serius. Leaders yang tidak turun tangan langsung mengambil alih komando.

Setidaknya di tengah krisis kepemimpinan nasional saat ini kita masih bisa melihat dan merasakan kepemimpinan yang kita anggap ideal.

Post Top Ad