improving writerpreneurship

Post Top Ad

November 01, 2015

DUNYA DUNYA

by , in

DUNYA DUNYA



“Hebat sekali orang-orang ini! Apa mereka pikir mereka punya nyawa serep?” ibu terus-terusan uring-uringan sejak tadi pagi. Ada tukang ojek yang hampir menyerempetnya di jalanan.
Terpaksa Irsyad mengurungkan niat untuk menyampaikan rencananya pada beliau siang ini. Atau mungkin aku musti sembunyi-sembunyi saja dari beliau, pikirnya. Yang penting dia bisa dapat tambahan uang saku.
“Orang-orang yang nggak punya etika. Tidak bisa mengambil pelajaran dari musibah sebelumnya. Kamu dengar kan kalau mbahYai Fadhol itu meninggalnya gara-gara ditabrak tukang ojek yang ugal-ugalan?” ibu mengangkat alisnya, menoleh kea rah Irsyad yang tampak bengong.
“Eh iya, bu. Saya dengar juga, tapi tidak begitu detail,” sahut Irsyad sekenanya.
“Pokoknya kalau di jalan itu harus hati-hati, entah tukang ojek yang mengejar setoran ataupun bukan,” imbuh sang ibu.
Peringatan beliau jadi mengingatkan Irsyad akan peristiwa yang dialaminya bertahun lalu saat masih di bangku kuliah. Saking bersemangatnya berkiprah dalam berbagai komunitas dan korps, Irsyad sampai-sampai tidak memperhatikan kondisi fisiknya sehingga kejadian pagi itu tidak terhindarkan.
Tergesa-gesa Irsyad melarikan motor dari rapat majalah kampus menuju basecamp tempatnya menyelenggarakan Muhasabah Nite satu Muharram. Salahnya  juga punya empat acara sekaligus dalam satu pagi. Ada rapat majalah buletin di masjid perumahan dekat kampus, kajian satu Muharram di masjid kampus, Muhasabah di basecamp alias kos-kosan, rapat di ruang ROHIS kampus. Empat agenda!
Allahu Akbar!
Duar!!!
Setengah ngantuk dan lelah ini ternyata harus dibayar mahal. Gelap. Irsyad hampir tak melihat apapun kecuali lamat dia dengar orang-orang berteriak dan menyebutkan asma-Nya. Tertangkap sedikit oleh mata yang sulit dia buka, ada dua pasang tangan menggendongnya. Lalu tak dia rasakan apa-apa lagi. Hanya kepasrahan dan asma-asma-Nya yang dia rapal dengan tenggorokannya yang kering.
Irsyad  berusaha keras menjaga kesadarannya.
Seketika perih dia rasakan di wajah, lengan dan seluruh tubuh.
Laa haula wa laa quwwata illa billahil aliyyil ‘adziim... terus menerus dia ucap, selang seling dengan Allah... Allah….

**

“Kamu sih sok jagoan juga,” kata Rijal sahabat kentalnya.
“Haha…,” Irsyad  tertawa sambil meringis kesakitan.
Alhamdulillah, dia masih selamat dan hidup. Meski ada luka lumayan banyak di wajah, pipi sebelah kiri bahkan bengkak dan agak melepuh. Sekujur tubuh rasanya ngilu. Kaki beset-beset. Tangannya terpaksa digips karena parah.
Irsyad masih bersyukur karena masih komplit. Ya Allah, terimakasih telah memberi kesempatan untuk berbenah dan bertaubat serta mudah-mudahan memperbanyak amal, bisiknya dalam hati.
“Nanti luka di wajahmu bisa hilang pelan-pelan...,” hibur seorang gadis teman satu organisasi yang turut besuk Irsyad siang itu di rumah sakit.
Namanya Silvi. Asalnya dari Jakarta.
“Ibuku tahu ramuan dan obat tradisional yang bisa mempercepat pulihnya luka seperti ini. Semoga tanpa bekas pulih seperti sedia kala.” Silvi mencoba membesarkan hati Irsyad.
Irsyad tercengang dengan perhatian dan kebaikan gadis itu.
Sebelumnya Silvi tampak biasa-biasa saja di matanya. Akan tetapi, menjadi istimewa sejak hari itu. Gadis itu tak tampak marah atau tersinggung sedikit pun ketika tadi tanpa sengaja Irsyad muntah di kala Silvi dan rombongan sedang berada dekat pembaringannya. Mungkin akibat kecelakaan itu, isi perut Irsyad bergulat sedemikian rupa, sehingga termuntahkan begitu saja. Silvi yang posisinya kebetulan dekat dengan Irsyad, spontan mengelopakkan kedua telapak tangannya, terbuka ke atas, dengan sigap menadah muntahan Irsyad.
Pemuda itu sampai terperangah. Terkejut karena tidak menyangka akan muntah, dan lebih terkejut lagi karena tindakan heroik Silvi yang tidak pernah disangkanya. Atau mungkin oleh siapa pun dalam ruangan itu.
“Maaf..., maaf...,” Irsyad dengan raut merasa bersalah dan tidak enak hati menangkupkan kedua telapak tangan ke depan dadanya, meski lengan kirinya terpancang oleh jarum, selang dan tiang infus.
“Nggak apa-apa,” penuh senyum penuh ketulusan. Lalu Silvi dengan tenang berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Kemudian kembali lagi bergabung dengan teman-temannya di dekat pembaringan Irsyad, masih dengan senyumannya yang manis. Dan bahkan memberikan perhatian pada luka menganga pipi Irsyad yang tadi pagi mencium aspal dengan suksesnya.

**

Irsyad mengira Silvi akan menjadi bagian dari hidupnya kemudian. Tapi yang terjadi jauh panggang dari api. Tentu saja cewek manis itu lebih memilih seseorang yang lebih mapan, yang berasal dari keluarga berada dan berkecukupan.
Dan Irsyad sekarang di sini, mengadu nasib bersama puluhan tukang ojek lainnya yang berbaris rapi dalam antrian menunggu penumpang. Irsyad membenamkan kepala dan wajahnya dalam jaket panco lusuh yang dia dapat dari Bandar-nya para tukang ojek. Jangan sampai ketahuan ibu, tekadnya.
Fokus. Irsyad berusaha konsentrasi penuh. Dia tak mau kecelakaan yang dulu dialaminya saat kuliah terulang lagi. Apalagi dengan reputasi para tukang ojek di sekitar kawasan wisata masjid Agung ini yang terkenal ugal-ugalan. Tujuannya jelas, supaya cepat mengantar penumpang dari arah kawasan masjid menuju arah terminal wisata, dan cepat balik dari terminal wisata ke kawasan masjid untuk bisa mengangkut penumpang lagi. Makin sering bolak balik, makin besar peluang dapat penumpang, makin banyak pemasukan. Begitu.
Irsyad tidak butuh banyak. Di hari pertamanya ini dia mungkin Cuma butuh satu penumpang saja. Sebagai bahan adu nyali, untuk permulaan. Kalau nantinya dapat lebih dari satu, tentu saja dia tidak akan menolak.
Irsyad mendorong maju motornya. Antrian semakin menipis. Akan segera tiba gilirannya mendapatkan penumpang. Dia menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir jauh-jauh suara-suara yang bergelut dalam pikirannya.
Tidak ada yang salah dengan pilihan menjadi tukang ojek sementara menunggu pengumuman panggilan penerimaan pegawai negeri atau karyawan, pikirnya menentramkan hati. Dia toh sudah mengirimkan banyak lamaran ke instansi. Dan karenanya sekarang Irsyad kehabisan uang, padahal kebutuhannya terus bertambah. Dia tak mau lagi bergantung dan meminta-minta terus pada ibunya. Tapi ibunya pasti tidak setuju Irsyad jadi tukang ojek wisata. Profesi yang tidak bonafide dan mentereng sama sekali untuk seorang sarjana lulusan fakultas teknik. Jadi terpaksa dia menyimpan sendiri aksinya ini. Berharap tidak ketahuan sang ibu ataupun ada orang yang kenal dan melaporkannya pada beliau.
“Kamu siapa? Anak baru ya?” suara menggelegar menampar pendengaran Irsyad yang baru saja akan menerima pelanggan pertamanya.
“Eh saya…”
“Kamu lihat saja dulu caranya baru ntar main. Ayo, bu. Naik sini, itu anak baru. Dia masih mau belajar,” tukang ojek yang badannya tinggi besar itu merangsek dan merebut penumpang perempuan yang sekarang tampak kebingungan. Sekilas wajahnya mengingatkan Irsyad pada Silvi. Membuatnya seakan patah hati dua kali.
“Ayo, mbak. Buruan!” sentak si tinggi besar seperti preman.
Si mirip Silvi itu bergegas naik ke boncengan motor si tinggi besar. Irsyad memandangi punggung mereka yang berjalan menjauh.
Sesuatu mendorongnya melajukan kendaraan mengikuti mereka. Rasa yang campur aduk menderanya. Luka yang belum kering, marah yang tersulut karena tirani senioritas, cemburu tak bernama, kantong tepes yang menekak leher, bayangan  ijazah dengan IPK tiga koma yang entah laku atau tidak, ketakutan akan ketahuan ibunda, dan macam-macam lainnya. Tapi terutama karena marah dan penasarannya.
Si tinggi besar melaju dalam kecepatan sangat tinggi, sehingga Irsyad mau tak mau juga harus mengebut agar bisa menjajari atau melampauinya. Pandangannya fokus, konsentrasi penuh. Pada punggung si tinggi besar dan si mirip Silvi. Dia sadar kalau si tinggi besar ini melawan arus kendaraan yang seharusnya. Banyak tukang ojek melakukan ini untuk bisa mencapai terminal wisata dengan jarak yang lebih pendek, tidak perlu memutar. Lebih cepat dan tentu lebih irit bensin. Hampir terkejar, nafas Irsyad makin menggebu. Motor si tinggi besar telah berada di seberang jalan kini, dan Irsyad tiba-tiba bernafsu menabraknya dari arah belakangnya.
Brak!!!
Si tinggi besar dan si mirip Silvi terhenti.
Motor jatuh dan terlindas. Orang-orang terdengar berteriak. Darah mengalir. Fokus. Konsentrasi. Gelap. Suara-suara hilang.
Si tinggi besar dan si mirip Silvi menoleh ke belakang .
Sebuah bis besar tak sanggup mengerem dan kecelakaan itu tak terhindarkan. Irsyad terpelanting dari motornya dan terkapar di jalanan.
“Nah. Lagi-lagi tukang ojek yang tidak mengambil pelajaran dari musibah yang lalu. Rasain!” sumpah serapah perempuan setengah baya yang naik becak dan terpaksa berhenti karena jalanan macet sebab kecelakaan itu.

Fokus. Konsentrasi. Dunya dunya. Lagu itu mengalir di kepala. Kejarlah daku, kau kutangkap, kata malaikat maut. Dunya dunya.
Oktober 26, 2015

Beda calling dan passion

by , in
Beda calling dan passion 

Sering kan dengar dua istilah ini?

Calling  dan Passion adalah dua kata yang sering tertukar. Orang lebih sering menyebut “pasion” daripada “calling”, karena pemahaman orang terhadap hidup lebih menggunakan kesuksesan, bukan kebahagiaan.


Tahu nggak sih Beda passion dengan calling?

-Passion adalah syarat untuk mencapai kesuksesan, sedangkan caling adalah syarat untuk mencapai kebahagiaan. Kalau sudah menemukan calling maka kita bisa menemukan kebahagiaan.

- Passion adalah berbicara mengenai apa yang kita sukai, sedangkan calling, bukan tentang apa yang kita sukai dan inginkan, tapi apa yang Tuhan inginkan dari diri kita.

Sedangkan Calling terdiri dari empat unsur:
1.Talent (bakat):  sesuatu yang bisa kita lakukan dengan mudah tanpa harus kita pelajari.
2.Passion. Passion adalah bagian dari calling (what you enjoy the most), apa yang kita suka.
3.Value (nilai): apa yang ingin kita perjuangkan dalam hidup ini.
4.Legacy: apa yang  ingin kita wariskan di dunia ini.

Tapi karena paradigma orang lebih banyak paradigma kesuksesan, maka “passion” lebih sering digunakan. Dengan paradigma itu, kebahagiaan dianggap sebagai akibat dari kesuksesan (penyebab bahagia adalah sukses), sehingga yang dipikirkan hanya kesuksesan.  Padahal bahagia itulah yang membuat kita sukses. Awalnya bahagia dulu, setelah itu baru nanti  akan menghasilkan kesuksesan dan kebahagiaan lainnya.


Untuk bisa membedakan antara passion dengan calling, kita harus tahu positioningnya. Kalau tidak kita akan bingung.  Calling adalah yang utama, alasan kenapa anda ada di dunia ini. Kita, manusia, dikirim ke dunia oleh Tuhan dengan sebuah maksud. Akan sia-sia kalau kita tidak menemukan maksud Tuhan itu. Maksud Tuhan itu bisa kita ketahui dari tanda-tanda yang Dia ciptakan.  
By Alvan p
Sumber :smart fm


Kalau kamu? Apa passion-mu? Apa Callingmu?

passion dian nafi di literasi, passion rizal armada di musik

Oktober 23, 2015

Lomba potret wirausaha DL 30 Oktober 2015

by , in

Lomba potret wirausaha DL 30 Oktober 2015

Yuk ikut Lomba Foto “Potret Wirausaha Sosial”
Periode : 15 September s/d 30 Oktober 2015

Ketentuan :

Foto kegiatan wirausaha sosial atau sociopreneur yang kamu temui dimana saja disertai dengan cerita yang menarik tentang foto tersebut.Jumlah karakter cerita disesuaikan dengan jumlah batas setiap sosial media.Penjelasan tentang wirausaha social atau sociopreneur dapat dilihat di buku terbitan Emir yang berjudul socioteenpreneur atau klik link berikut Sociopreneur.Wajib follow Twitter Erlangga : @BukuERLANGGA & Sosmed Emir (T : @EmirBooks, FB : Emir Books, IG : @EmirBooks)Posting dan mention di sosmed Emir (twitter, FB, IG) dengan hashtag #SocioteenpreneurFoto yang diikutsertakan belum pernah mengikuti dan memenangkan kontes apapunHak penayangan dalam sosial media sepenuhnya ada pada pihak penerbit EmirFoto tidak mengandung SARA, pornografi dan hal-hal yang merugikan orang lainPemenang akan diumumkan di sosmed EmirKeputusan panitia tidak dapat diganggu gugat

Hadiah Pemenang

2 peserta dengan foto dan cerita yang menarik akan mendapatkan paket buku masing-masing senilai Rp. 200.000.

Untuk mengetahui lebih detail mengenai APA dan SIAPA sih, SOCIOPRENEUR ITU? Beli Buku Socioteenpreneur terbitan EmirBooks (imprint Penerbit Erlangga) ya :) sumber info: http://erlangga.co.id/sociopreneur 

#photocontest #socioteenpreneur

Oktober 22, 2015

Liputan Sharing Kepenulisan Di Ushuluddin IAIN

by , in
Liputan Sharing Kepenulisan Di Ushuluddin IAIN

Dian Nafi, Penulis Novel 
"Ayah, Lelaki itu Menghianatiku"
(Foto: Jardel/IDEA)



“Untuk penulis pemula, sebaiknya menulis kejadian-kejadian yang ada di lingkungan sekitar ”ujar penulis novel “Ayah, Lelaki itu menghianatiku” Dian Nafi ketika mengisi materi cerpen dalam acara Pra-Workshop Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) IDEA Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo semarang, Minggu, (06/10).

Selain itu, bagi penulis harus banyak membaca karya orang lain, baik karya fiksi seperti puisi dan cerpen maupun karya non fiksi semisal bacaan tentang ekonomi, politik, agama, dll.

“Membaca puisi dan cerpen berfungsi sebagai memperbaiki diksi, sedangkan membaca buku selain sastra berfungsi sebagai pembentuk isi”katanya

Acara yang bertempat di ruang F5 Fakultas Ushuluddin itu dilangsungkan dengan permainan yang membangun. Setiap peserta diminta berpasangan dan saling bercerita pengalamannya ketika berusia lima belas tahun. Setelah itu peserta menungakan cerita tersebut ke dalam bentuk cerpen.

Bolehkah dalam cerpen itu menggunakan kata-kata yang bermajas hiperbola?

“Tergantung kondisi, kalau majas itu digunakan untuk mendramatisir sebuah cerita tidak apa-apa, tetapi kalau penempatannya asal-asalan agar dianggap nyastra itu tidak boleh, karena bisa merusak sebuah logika cerita” jelas wanita asal demak itu atas pertanyaan salah satu peserta.

Dian menegaskan, bahwa teori saja tidak cukup tidak cukup untuk jadi penulis. Tetapi harus dipraktekkan agar terbiasa dalam menulis[Rouf/IDEA].


sumber: http://www.ideapers.com/2013/10/dian-nafi-menulis-teori-saja-tidak-cukup.html
Oktober 22, 2015

Liputan Sharing Kepenulisan Di IAIN

by , in
Liputan Sharing Kepenulisan Di  IAIN



IAIN - Idea News –Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi adakan kegiatan Writing Classbersama Dian Nafi. Acara tersebut merupakan rangkaian ‘”Festifal Paripurna” dengan tema “Writing or Nothing”, bertempat di audit 2 kampus 3 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, Senin (02/12).

Acara ini dihadiri puluhan mahasiswa IAIN dari tiap fakultas dan puluhan siswa dari SMK, dimulai 13.30 WIB dan berakhir pukul 16.00 WIB.

Dian menuturkan, “mantra” menulis ialah KKN (Komitmen, Konsisten, Ngotot).

“Kita harus menulis mulai dari nol, tetapi kita juga harus berkomitmen, istiqomah tiap harinya saat menulis, konsisten untuk membaca juga, banyak jalan-jalan, aktivitas sehingga kita mempunyai pengalaman untuk kita tuliskan. Ngotot berarti harus bersikeras dikarenakan halangan menulis itu sangat banyak seperti malas, capek. Kita harus selesaikan saat  menulis,” kata pengarang novel Mesir Suatu Waktu itu.


Dian menambahkan, bahwa menulis membutuhkan wawasan yang banyak. Dalam menulis juga harus menyatu antara pikiran, perasaan dan wawasan yang dimiliki harus luas.

“Menulis itu integral antara pikiran, perasaan, wawasan kita, karena itu kita harus mengasahnya, caranya yaitu dengan kita membaca dalam rangka memberi nutrisi, vitamin bagi otak kita, dengan musik dapat melatih kepekaan kita meresapi dengan rasa itu kita luapkan lewat tulisan, banyak membaca baik peristiwa, buku, film dan sesuatu yang kita dapat, puisi lahir dari konsentrasi lain dengan yang lainnya,” tambahnya.

Dalam acara tersebut, tiap peserta mengutarakan motivasi-motivasi mereka dalam hal menulis hingga mereka memperhatikan satu persatu dan bergiliran menurut urutannya.

Acra tersebut juga memberikan doorprize berupa novel hasil karyanya untuk delapan penanya. Setelah itu, Lima lulusan terbaik dari karya cerpen peserta mendapatkan beasiswa menulis novel yang siap untuk diajukan ke penerbit.

[Ulfa/IDEA]

sumber: http://www.ideapers.com/2013/12/dian-nafi-mantra-menulis-itu-kkn.html
Oktober 22, 2015

Liputan Lecturer's Academic Works 2015 di UMK

by , in
Liputan Lecturer's Academic Works 2015 di UMK

UMK - Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK) menggelar Lecturer's Academic Works 2015 di lantai 3 B dan 3 C Gedung FKIP pada Rabu (14/1/2015). Kegiatan ini diselenggarakan sebagai upaya pengembangan budaya akademik dalam rangka menyukseskan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Hadir dalam kesempatan itu, Prof. Maman Rachman M.Sc. sebagai pemateri workshop bahan ajar, Dr. Widiyanto M.BA. MM. (review karya ilmiah), dan Dian Nafi ST. (kiat sukses menulis buku). Acara ini disemarakkan pula dengan pameran karya ilmiah dosen FKIP. 

  Buku ajar di Perguruan Tinggi (PT) memiliki peranan penting dalam aktivitas pembelajaran. Peranan penting buku ajar antara lain untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dan menjadi alternatif yang bisa digabungkan dengan materi lain.
Guru besar Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof. Maman Rachman M.Sc. mengutaraan hal itu dalam workshop penulisan buku ajar bagi dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus di di lantai 3 B dan 3 C Gedung FKIP, Rabu (14/1/2015).
Menurut Prof. Maman, ada beberapa peran penting buku ajar bagi  mahasiswa, yaitu  bisa belajar tanpa ada dosen atau mahasiswa lain, bisa belajar di mana dan kapan saja, belajar menurut urutan yang dipilihnya, serta membantu mengembangkan potensi mahasiswa untuk menjadi pembelajar mandiri. Mengingat besarnya peranan buku ajar ini, Prof Maman pun mengingatkan agar memperhatikan dengan baik penyusunannya. ‘’Buku ajar yang baik mencerminkan kesatuan yang padu atas seluruh komponen pembelajaran, sehingga mudah pebelajar dan pengajar memahami dan mempraktikkan buku tersebut,’’ ujarnya.
 Ada lima komponen penting dalam pembelajaran. Yaitu mahasiswa, pendidik (pengajar), materi (buku ajar), cara pengajian buku ajar, dan latihan. Sementara beberapa hal yang menurutnya perlu diperhatikan dalam penyusunan buku ajar, adalah kurikulum, silabus, organisasi buku, pilihan materi, sajian materi, serta bahasa dan keterbacaan.
dian nafi  sharing di UMK 


‘’Menurut Pedoman Angka Kredit (PAK) 2009, buku ajar adalah buku pegangan untuk mata kuliah, yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang terkait, memenuhi kaidah buku teks, serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan,’’ ungkapnya dalam rangkaian Lecturer's Academic Works 2015 tersebut. (Eros-Portal)


sumber: http://www.umk.ac.id/index.php/151-agenda/1277-fkip-gelar-lecturer-s-academic-works-2015
Oktober 22, 2015

Liputan Buku Hidup Itu Indah Beib di KabarIndo

by , in
Liputan Buku Hidup Itu Indah Beib di KabarIndo


Surabaya, Kabarindo- Perempuan cenderung dianggap lemah dan identik dengan urusan domestik. Namun sebenarnya perempuan memiliki kekuatan tersembunyi yang dahsyat di dalam pikiran mereka.

Sayangnya tidak banyak yang tahu bahwa banyak yang bergejolak di dalam pikiran perempuan di balik ketenangan yang mereka tunjukkan.

Inilah yang mendorong 36 perempuan Indonesia untuk menyusun buku Hidup Ini Indah, Beib (HIIB) yang diluncurkan pada Kamis (5/6/2014). Buku ini berisi 50 tulisan karya mereka yang merupakan kisah inspiratif perempuan Indonesia. Tulisan mereka bercerita tentang kehidupan sehari-hari menurut gaya dan karakter masing-masing.


Semula tim HIIB hanya mengajak sahabat dan kerabat perempuan yang dikenal untuk menulis. Namun saat diumumkan melalui media sosial, ternyata banyak perempuan yang tertarik menulis, meski tidak saling kenal. Akhirnya melalui seleksi yang cukup ketat dan digodog selama setengah tahun, terkumpul 50 judul tulisan dari 36 perempuan.

Ke-36 perempuan tersebut memiliki beragam profesi mulai dari penulis, dosen, penyair, humas, karyawati, praktisi radio, jurnalis hingga ibu rumah tangga. Ada yang memang penulis sehingga sudah terbiasa menulis. Namun banyak pula yang bukan penulis, bahkan tidak pernah menulis esai sebelumnya. Toh mereka ingin dan boleh saja curhat melalui tulisan.

Diantara mereka terdapat penulis dan penyair Wina Bojonegoro, Titie Surya, Vika Wisnu, Didi Cahya, Evie Suryani, Dian KD, Sirikit Syah dan Dian Nafi yang penulis buku dan jurnalis, Ellen Pratiwi praktisi radio serta Juli Kristina dan Inung, karyawati yang menyempatkan diri untuk menulis. Juga Umi Sukasno dan Herning, para istri yang pernah disibukkan dengan urusan kerja namun kemudian memutuskan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya.

Buku tersebut diharapkan bisa menjadi pemacu semangat para perempuan untuk mulai aktif menulis dan mendokumentasikan pemikiran mereka, sekaligus mengajak para lelaki untuk dapat lebih memahami jalan pikiran para perempuan dengan membaca buku tersebut

sumber: http://www.kabarindo.com/?act=single&no=34814

Post Top Ad