improving writerpreneurship

Post Top Ad

April 06, 2020

Tips Menulis Novel: Tanda Kutip

by , in
Tips Menulis Novel: Tanda Kutip




Pernah ada yang terpikir kenapa kalimat dialog pakai tanda kutip? Secara teknis, apa bedanya dengan dialog tanpa tanda kutip? Kapan kita pakai atau tidak? Tapi tau, ya, kalau sebenarnya kalimat dialog BOLEH tidak pakai tanda kutip?

Hal penting yg perlu kita sadari ketika menulis: Setiap huruf, kata, kalimat, tanda baca, spasi kosong, simbol dsb—yg muncul di naskah harus disadari—kehadirannya terjadi karena kesengajaan dan memiliki tujuan. Termasuk ketika McCourt memilih kalimat dialog tanpa tanda kutip.

Spasi/ruang2 kosong di naskah—antar kata, kalimat, paragaraf, bab, dsb = SIMBOL brmakna; bukan cuma karena harus kosong. Tidak ada keharusan dlm sastra. Novel Jonathan Safran Foer - Extremely Loud & Incredibly Close. Dia mhilangkan spasi/ruang kosong.

McCourt 'melanggar' konvensi "kalimat dialog pakai tanda kutip" dengan tujuan apa? Nah! Marilah kita duga2 based on sifat dasar tanda KUTIP alias QUOTATION mark. Bukan tanpa alasan namanya Tanda Kutip/Quotation.


Scr bego2an (salah satu ) fungsi tanda kutip alias quotation mark adalah untuk menandai kalimat atau bagian kalimat yg DIAMBIL dan/atau DISALIN secara langsung dr SUMBER LAIN. NAH! Kalimat dialog dlm FIKSI aslinya dan asalnya dr mana? Penulis MENGUTIP siapa?

Dalam fiksi, dialog adlh karang2an si penulis sendiri, kan? Lantas, knp scr konvensional pakai tanda kutip, padahal itu BUKAN kutipan? Krn suka2 (arbitrer) aja? Kenapa bukan tanda yg lain? Titik koma, misalnya. Atau bikin tanda sendiri (krn jelas dialog fiksi 'bukan' kutipan).

Kita bisa menduga-duga based on apa yg dilakukan McCourt dg kalimat2 dialog dalam karya NONFIKSi-nya dan kita bisa lihat bagaimana FIKSI bekerja dg logika serupa. DAN, ini yg kemudian jd argumen pribadi saya ttg kapan menentukan kalimat dialog pakai tanda kutip atau tidak.

Pertanyaan pertama yg boleh muncul: Memangnya benar kalimat dialog dlm fiksi BUKAN kutipan? Jangan2 itu kutipan juga.
Wajah berteriak ketakutan
Untuk memahami ini, kita perlu menyadari dulu hubungan triadik (segitiga): Penulis - Narator - Tokoh. Ketiganya adalah manusia dan 'manusia2an' dlm fiksi.

Segala sesuatu dalam naskah cerita bisa ditarik ke NARATOR. Doi adalah CEO dalam cerita, alias bos-nya. Penulis adalah investor cerita. Tanpa Penulis dan Narator tidak akan ada cerita.

Narator adlh SAKSI kejadian yg diberi tugas oleh Penulis utk bercerita kpd pembaca.
Wajah dengan kacamata untuk satu mata
Apa syarat agar suatu kejadian bisa diceritakan? Kejadian itu harus SUDAH trjadi sebelum diceritakan. Terkait fiksi, apakh Anda percaya kalau sy bilang Kejadian itu SUDAH terjadi?

Di naskah bahasa Inggris, pola ini terlihat krn ada bentuk past-tense dlm tata bahasa Inggris. Perhatikan bhw nyaris semua fiksi berbahasa Inggris disampaikan dlm bentuk past-tense. Artinya? Semua kejadiannya terjadi di masa lalu. Fiksi bahasa Indonesia tidak menunjukkan ini.

Tidk ada "sekarang" yg bnr2 sekarang dlm FIKSI. Sekarang trjdi di masa lalu. Nahloh!
Wajah tersenyum dengan mulut terbuka dan keringat dingin
Gini: Indonesia: Sekarang, saya makan pisang. Di fiksi, Inggrisnya (bisa) BUKAN: Now, I EAT a banana. Tapi: NOW, I ATE a banana. Fiksi memungkinkan SEKARANG terjadi di MASA LALU. Kok?

Jadi, ada dua proses dalam kepenulisan fiksi: 1. Proses membangun KEJADIAN IMAJINATIF dalam kepala penulis: hasilnya PLOT KRONOlOGIS 2. Proses penceritaaan kejadian oleh Narator di naskah: hasilnya PLOT NARATIF.


Polanya jd begini: 1. Ada kejadian dlm kepala PENULIS. 2. Penulis memilih satu/lebih Narator utk bercerita. 3. Narator datang ke dlm KEJADIAN IMAJINATIF itu. Dan, melihat TOKOH berbicara. 4. Narator masuk ke naskah. 5. Narator MENGUTIP ucapan tokoh dlm kejadian imajinatif itu.

Akibat dr adanya Kejadian Imajinatif di atas: untuk NARATOR, semua kejadian fiksi selalu sudah terjadi di masa lalu. Sama kek: Berita ada krn wartawan dan reporter yg melaporkan lewat media. Jdi, tanda kutip dlm dialog fiksi menunjukkan kalau narator memang 'mengutip' tokoh.

Kembali ke kasus McCourt yg menulis kalimat dialog TANPA tanda kutip. Apa tujuannya? Sederhana: Angela's Ashes BUKAN FIKSI. Itu memoar yg NONFIKSI. Nonfiksi WAJIB mbuktikan kebenaran. KALAU dialog itu pakai tanda kutip, jdnya McCourt 'bilang' dialog2 itu beneran pernah trjadi.

Padahal, kalimat2 dialog dlm Angela's Ashes tidak benar2 terjadi sprti tertulis kata per kata. McCourt melakukan rekonstruksi ingatan, & jd termaklumi kalau tidak tepat seperti itu. Semacam: Seingat saya, tokoh A prnh mengatakan xxxxx. Ini bikin MEMOAR McCourt serupa novel.

Selain temanya, ini kelebihan McCourt yg (mungkin) bikin dia dpt Pulitzer. Dia mnyampaikan kisah Nonfiksi secara Fiksi. Dia menghilangkan tanda kutip dlm kalimat2 dialog utk menyatakan bahwa dia memang tidak mengutip siapa-siapa. Itu ingatannya sendiri. Sederhana n penting.

Di Fiksi, tanda kutip kalimat dialog berfungsi sama: Mengutip ucapan/tulisan yg sudah ada sebelumnya. Cuma sumbernya beda. Kalau sumber nonfiksi adlh objek nyata, sumber fiksi adalah objek imajinasi. Tp, emng ada sosok yg ud mngucapkan kalimat dialog SEBELUM Narator bercerita.

Lewat Angela's Ashes, McCourt mengaburkan batas antara fiksi dan nonfiksi. Di luar polemik buku ini, inilah yg membuat saya menganggap Angelas's Ashes karya luar biasa, bukan cuma secara tematik tapi juga cara eksekusinya.

Apakah kalimat dialog tanpa tanda kutip bisa dipakai di fiksi? BISA. Cara ini brguna klo Penulis mau masukin dialog ke dalam paragraf deskripsi. Atau, sbg salah satu cara utk menandai narator yg mragukan ingatannya (sejenis unreliable narator—sila dibrowsing)

Selain, boleh jg dipakai dg berbagai pertimbangan lain, misal: Pertimbangan Estetika. Alias, demi keindahan tulisan. Klo alasannya ini, malah lebih bebas lagi krn penulis sastra punya izin 'melanggar' peraturan namanya LICENTIA POETICA (biar gak salah persepsi, sila browse).

Pernah nulis bebas tau2 macet? Sangat mungkin terjadi krn Penulis nyuruh Narator masuk ke naskah, pdhl kejadian BELUM terjadi di kepala penulis. Mulai ngetik tanpa tahu cerita akan kemana. Saat sedang mengetik Penulis berfungsi sbg Narator (alias seperti sdg berakting).

Alias, penulis nyuruh narator bercerita sembari nggak punya bahan yang bisa diceritain. Kalo mampet, jadinya wajar. Sbg investor dlm cerita, penulis yg harus ngasih modal kejadian2 dulu ke narator. Baru dia bisa cerita dg lancar. Inilah knp: Tugas penulis adalah bikin OUTLINE.








Aturan dibuat untuk dilanggar
taken from wisnucuit
April 06, 2020

Tips Menulis Novel: ADVERBIA

by , in
Tips Menulis  Novel: ADVERBIA



Dua unsur dalam tulisan yg sering (secara tidak sengaja) jadi penghalang terbangunnya adegan: 1. Adverbia 2. Tanda seru (terutama di paragraf eksposisi) Sebisa2nya kita irit dalam menggunakan keduanya.


Keduanya bisa (secara tidak sengaja) merusak pola pikir kita dlm membangun adegan. 1. Tanda seru punya efek mengeraskan 'suara'. Akibatnya, kita bisa tgantung pd tanda ini utk melakukan penekanan adegan. Instead of mbuat adegan yg signifikan, kita malah mhambur2kan tanda seru.

Tanda seru (apalagi sampai lebih dr satu) bisa menjadi tanda kegagalan kita dlm membangun eskalasi intensitas adegan. Cara tes: Hapus tanda seru pd kata/kalimat eksposisi yg hndak kita keraskan. Klo bagian 'keras' itu jd gak sekeras yg kita mau, artinya adegan nggak efektif.

Tanda seru yg kebanyakan dlm paragraf eksposisi cuma mnunjukkan kalo narator (yg dipakai penulis) gemar berteriak2. Adegan belum tentu jadi baik, tapi jelas berisiko membuat pembaca merasa 'pengang', kek film dg efek suara yg bikin penonton budeg. Apah kamu bilang?!!! TIDAK!!!

Secara pribadi, sy memperkenankan menggunakan (!) dalam dialog. Itu pun lewat prtimbangan. Fungsi utamanya hnya utk "efek suara", bukan utk penekanan makna. Paragraf paparan hampir tdk prnah ada tanda seru. Kecuali (selalu ada pengecualian dlm aturan apapun): tiruan bunyi.

Lagi2, pake tiruan bunyi (Brak, Dug, Plak, dsb) jg harus hati2 (sbaiknya dihindari kecuali ada SKEMA ESTETIS yg sdg dibangun)> I hold a gun. Click. I put it on his forehead. Click. Click. Maybe, he was lucky to be alive. Click. Hmm. Click. Bang! His brain shattered on the wall.

2. Adverbia (seperti namanya) adalah keterangan untuk verba. Tanda paling terlihat: "dengan + kata sifat". Menyanyi (dengan merdu); berkata (dengan tenang); dan bersuara (dengan keras) adalah bbrp contoh. Adverbia bisa mencerminkan kegagalan penulis utk "menggambarkan" adegan.

Instead of menggambarkan merdu, tenang dan keras, kita malah cari jalan pintas dengan menempelkan adverbia setelah verba. Kita gagal mencerminkan kemerduan, ketenangan, dan tingkat keras dr verba. Hapus adverbia itu. Kalaupun(!) adegannya berhasil, adverbia itu jd sia2.

Perlu diwaspadai: Penggunaan SIMILE—majas perbandingan yg pakai kata2: seperti, laksana, serupa, bak, dsb. A. Simile bisa menjebak penulis pada metafora2 klise: suaranya seperti halilintar, cantik seperti mawar; dsb. Kalau pakai Simile, pastikan tidak klise.

B. Simile sering digunakan penulis utk mgambarkan sesuatu yg sulit dibayangkan. Cara kerja Simile adlh mensejajarkan objek yg sedang digambarkan dg kerangka referensi lain. Ini cara ngeles YANG kalau keseringan jd menunjukkan ketidakmampuan penulis menggambarkan adegan.

Ini seperti membuat 'dosa' dobel: ~"Hai," ia menyapa dengan suaranya yang seperti buluh perindu.~ Pertama: Itu cuma perluasan adverbia menggunakan Simile, alias: adverbia diganti simile (yg sbnrnya sama saja). Kita tetap gagal menggambarkan adegannya.

"Seperti buluh perindu" tidak lebih dr mperluas kata "merdu" jd tiga kata yg, toh Kedua: udh dipakai oleh berjuta umat sblumnya alias menjurus pd klise alias basi. Adegan "merdu" tetap tidak terbangun. Lagipula, sbrpa perlu "merdu" ada di situ?
🤷🏻‍♂️
So what klo hai-nya merdu?

Kita sedang menulis CERITA (artinya menulis URUTAN ADEGAN yg memiliki hubungan sebab akibat), keberhasilan pembangunan adegan jd sangat krusial—tidak bisa digantikan oleh kehadiran tanda seru & adverbia. Adegan harus jadi senjata pertama, krn ini unsur utama perwujudan cerita.

Nah, salah satu latihan penting utk menulis adegan yg efektif: HINDARI adverbia dan tanda seru. Apa itu adegan? Adegan pada dasarnya adalah perwujudan dari sebuah skema aksi yang memiliki urutan sehingga dapat dipahami, diduga, dan disimpulkan hubungan sebab-akibatnya.

Adegan adalah bagian terkecil dari naratif yg masih mengandung potongan cerita/urutan kejadian yg saling terkait. Struktur adegan kurleb sama kek cerita: ada eksposisi/opening, konflik, klimaks, dan resolusi/closing. Panjangnya: terserah.

Adegan adalah pertemuan antara Karakterisasi dengan Plot. Adegan adalah alat untuk memasukkan karakterisasi tokoh ke dalam plot cerita. Semakin baik adegan(-adegan) dibangun, (seharusnya) semakin baik pula cerita menjadi alat penggambaran karakter.

Lupakan saja ide: Show, Dont Tell. No, darling. Dalam cerita, kita butuh keduanya dlm proporsi tepat: showing di satu bagian, dan telling di bagian lain. Buat saya, prinsip bercerita: DEMONSTRATE. DO NOT LECTURE. (Demonstrasikan (adegan) pada pembaca, jgn mengajari mereka)

Telling berguna saat kita akan "mengkontraksi waktu", misal: "Setelah 2 kali dikeluarkan dan 1 kali diusir dari sekolah, si Mumun lulus SD dengan peringkat tidak terhormat". Adegan 8 tahun SD itu dipersingkat krn tidak penting utk plot cerita.

Showing berguna utk menggambarkan adegan2 yg butuh detail untuk menggambarkan key-moment dlm hidup tokoh. Sila cari contoh sendiri saja, karena showing cenderung panjang.
Wajah tersenyum dengan mulut terbuka dan keringat dingin
Alias: kalau semua dibuat showing, novel kita akan panjang dan isinya nggak jelas. Proporsi = KOENTJI.

MODEL SITUASI adlh INTI adegan Kita perlu cari persamaan "model situasi" yg mampu menggambarkan adverbia/ajektifa yang hendak kita gunakan. Misal: Dermawan. Hindari kata "dermawan" sampai skema adegan terbangun jelas. Lalu, prtimbangkan apkh masih perlu pakai kata "dermawan"?

Contoh salah satu "Model Situasi" yg bisa menggambarkan "Dermawan": A makan di warung > pengemis datang > A menengok > A membuka dompet > A memberikan uang > Pengemis pergi dan A meneruskan makan. Isi benak si A akan menjelaskan apakah A benar dermawan atau malah org sinis.

Model Situasi adalah urutan kejadian yg baku hampir di segala situasi serupa & bisa dimodifikasi/ditumpuk2. Misal: Model Situasi Pengemis ditumpuk dg Model Situasi Makan di Warung. Model Situasi Pengemis punya kesamaan dg MS Pembelian: Buka dompet > Bayar > dapat 'sesuatu'.

Isi benak tokohlah yang kemudian akan memberikan sifat pada model situasi yang terjadi. Berfungsi serupa ajektifa/adverbia. Model situasi Pengemis + Isi benak kasihan = dermawan/mudah terharu/dsb. Model situasi Pengemis + Isi benak kesal = pelit/sinis/dsb.

Ini sedikit gambaran bahwa: Karakter, Plot, Setting, & adegan sesungguhnya adalah satu kesatuan yg tidak terpisah dlm cerita. Bercerita adalah keahlian mengurutkan adegan dan memodifikasi model situasi, BUKAN kemampuan menghambur2kan adverbia dan tanda seru. Selamat Menulis.



Aturan dibuat untuk dilanggar
taken from wisnucuit

Post Top Ad