Jakarta International Literary Festival Day 2
Exhibition yang digelar sepanjang lima hari di Jakarta International Literary Festival itu menampilkan sejarah literasi di Indonesia di masa kolonial. Ada yang disebut colonial bastard alias bacaan liar yang dilarang saat itu. Jadi ketidakterbacaan sesuatu kadang bukan hanya karena pemberangusan pembakaran atau perampasan buku buku saja tapi juga oppression pemarginalan akan tema tema dan bahan bacaan tertentu.
Sastra Klasik Indonesia pada masanya bahkan sampai sekaramg pun masih jadi kanon.
Kayaknya gak ada yang gak kenal balai postaka lah ya. Apalagi orang orang seusiaku sejamanku hehe
Hari kedua symposium tiga Inequality ada Anya Rompas, Amir Muhammad dari Malaysia, Eliza dari Philipina dan Tedy Post.
Amir Muhammad ini salah satu panelis yang paling sering wara wiri di venue dan ikut hampir semua sesi juga. Di sela sela nungguin sesi kami ngobrol banyak tentang penerbitan, tema tema penulisan yang laris di Malaysia dan karena kebetulan baru kemarin Februari ke Malaysia jadi tambah seru aja obrolannya.
Hari kedua symposium empat Reading Each Other ada Momtaza Mehri, Faisal Tehrani dari Malaysia, Aan Mansyur dan mba Nukila Akmal
Faisal Tehrani dari Malaysia ini cerdas dan baik. Aku dikasih hadiah buku karya terbarunya. Seneng banget. Dia minta aku komen setelah selesai baca nanti. Dia banyak menulis tentang kelompok kelompok yang termarginalkan. Dan karena pembelaannya terhadap hak hak asasi manusia ini, dia dapat penghargaan juga.
Dan karena baru februari lalu aku ke Malaysia. Jadi obrolannya makin seru aja.
Hari kedua sore ada Talkshow Fluid Identity and Writing bareng Akhil Katyal dari India, Hendri dan mba Hetih Rusli.
Akhirnya ketemu mba Hetih lagi in person setelah beberapa kali acara belum pernah sempat nyamperin langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar